SOLOPOS.COM - Gapura Masjid Muslimin Giripurno, Dukuh Tobayan, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Selasa (28/3/2023). Masjid tua ini merupakan hadiah dari Raja Keraton Solo PB X. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Di Dukuh Tobayan, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Klaten, ada satu bangunan masjid tua yang cukup unik dan konon disebut-sebut merupakan masjid hadiah Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) X, kepada seorang tabib.

Meski sudah berumur hampir satu abad, bangunan masjid itu masih kokoh berdiri. Masjid itu bersebelahan dengan kompleks makam kuno. Pintu gerbang kompleks masjid serta makam tersebut yang berupa dinding tebal bercat putih sekilas mirip gerbang Masjid Agung Keraton Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hanya ukuran gerbang masjid di Pakahan lebih kecil meski sama-sama memiliki tiga pintu plengkung yang kokoh dan tinggi. Satu plengkungan tinggi di tengah diapit dua plengkungan yang lebih pendek di sisi kiri dan kanannya.

Pada bagian atas gapura masjid tua di Pakahan, Klaten, itu terdapat gambar bulan dan bintang sementara di bawahnya terdapat tulisan dalam aksara Jawa. Pada sisi kiri dan kanan gapura itu ada tulisan angka tahun pendirian yakni 1932 yang menunjukkan tahun Masehi pendirian serta 1862 yang menunjukkan tahun pada kalender Jawa.

Di halaman masjid terdapat kolam yang di tengahnya terdapat tugu. Kolam dan tugu juga dicat serbaputih. Pada bagian tengah tugu juga ada tulisan beraksara Jawa yang terukir pada batu marmer. Di sisi barat tugu itu, terdapat anak tangga dan gapura menuju kompleks makam seorang tokoh bernama Ki Karsodimedjo.

Bangunan utama masjid tua di Pakahan, Jogonalan, Klaten, saat Solopos.com berkunjung pada Rabu (29/3/2023), mayoritas masih bangunan lama berdinding tembok tebal. Ada enam tiang bercat hijau pada bagian teras dan di antaranya terdapat susunan papan kayu bercat hijau.

masjid tua pakahan klaten
Bagian dalam Masjid Muslimin Giripurno, Dukuh Tobayan, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Selasa (28/3/2023). Masjid tua ini merupakan hadiah dari Raja Keraton Solo PB X. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Akses dari luar menuju teras serta bagian dalam masjid itu berupa anak tangga. Di teras masjid, masih ada jejak peninggalan tempo dulu berupa beduk. Meski kondisinya mulai rusak, beduk itu masih kuat dipukul saat akan dikumandangkan azan Salat Jumat.

Pada bagian dalam masjid, terdapat empat tiang kayu berukir. Salah satu Takmir Masjid Muslimin Giripurno, Subarjo, 57, mengatakan mayoritas bangunan utama masjid berukuran 10 meter x 10 meter itu masih asli. Termasuk beduk yang ada di teras masjid.

“Hanya pembenahan pada lantai, plafon, dan atap teras tetapi tidak sampai mengubah bentuk aslinya,” jelas Subarjo saat ditemui Solopos.com di Masjid Muslimin Giripurno, Selasa (28/3/2023) sore.

Imbalan Jasa Tabib

Konon, Subarjo menceritakan tanah tempat berdirinya masjid tua di Pakahan, Klaten, serta makam itu merupakan hadiah dari Paku Buwono (PB) X kepada Ki Karsodimedjo, seorang tokoh yang tinggal di wilayah Kahuman, Kecamatan Wedi. Ki Karsodimedjo memiliki kedekatan dengan Raja Keraton Solo tersebut.

Dia merupakan ahli pengobatan atau tabib keraton dan sering melakukan tirakat hingga memiliki kelebihan. Ki Karsodimedjo pernah mengobati keluarga PB X yang mengalami sakit kritis hingga sembuh.

Oleh PB X, Ki Karsodimejo kemudian diberi hadiah sebidang tanah yang awalnya digunakan untuk kompleks makam keluarga. Di samping kompleks makam itu kemudian didirikan masjid yang kini bernama Masjid Muslimin Giripurno.

“Waktu itu beliau dihadiahi tanah di sini dan dari hadiah tanah itu kemudian didirikan makam keluarga. Kemudian sekalian didirikan masjid dan pengelolaannya diserahkan ke masyarakat. Masjid ini kuno sudah dipakai sejak 1932. Arsitek dan sebagainya semuanya dari PB X,” kata Subarjo.

masjid tua pakahan klaten
Beduk di Masjid Muslimin Giripurno, Dukuh Tobayan, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Selasa (28/3/2023). Masjid tua ini merupakan hadiah dari Raja Keraton Solo PB X. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Subarjo menjelaskan masjid tua hadiah dari Raja Solo di Pakahan, Klaten, itu hingga kini masih terus terawat. Kompleks masjid yang adem itu menjadi jujugan para musafir.

“Kegiatan harian ada salat lima waktu. Kalau Ramadan seperti ini ada kegiatan Salat Tarawih dan lain-lain. Masjid ini terbuka untuk semua. Di sini sebagai pusat kegiatan dan kebanyakan dari daerah Wedi,” kata dia.

Selain kegiatan ibadah, tradisi yang diajarkan leluhur masih dirawat para pengurus masjid. Salah satunya yakni tradisi sebaran apam. “Waktunya sama dengan tradisi saparan haul Kiai Ageng Gribig di Jatinom,” ungkap dia.

Salah seorang jemaah masjid itu, Rudi Siswanto, 58, mengatakan suasana masjid yang adem membuat banyak musafir kerap mampir untuk salat serta melepas lelah terutama saat siang. Apalagi ketika Ramadan seperti kali ini jumlahnya semakin bertambah.

Rudi sendiri bukan warga sekitar. Dia merupakan warga Kabupaten Karanganyar yang orang tuanya tinggal di wilayah Kecamatan Jogonalan. Rudi selama tiga bulan terakhir justru kerap menginap di masjid tersebut dan membantu takmir bersih-bersih area masjid tersebut.

”Suasana masjidnya memang bikin tenang. Jamaahnya juga banyak. Banyak musafir yang kerap mampir ke masjid ini,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya