SOLOPOS.COM - Ilustrasi sekolah. (Freepik).

Solopos.com, BOYOLALI — Kasus kekerasan di sekolah yakni guru tampar murid di SMP N 1 Sawit Boyolali menjadi catatan buruk sekaligus dianggap sebagai dosa besar di dunia pendidikan.

Murid korban kekerasan harus mendapatkan pendampingan priskologis agar merasa aman. Sementara, pelaku perlu mendapat tindakan tegas agar mendapatkan efek jera.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Apalagi, Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Iwan Setiyoko menyebut kekerasan anak di dunia pendidikan dari waktu ke waktu masih sering terjadi.

Ironisnya, masalah tersebut dipicu masalah yang dianggap sepele, misalnya kekerasan yang terjadi di Boyolali beberapa waktu lalu. Bila sudah terjadi, langkah yang perlu dilakukan adalah pendampingan korban dengan pemberian efek jera bagi pelaku.

“Harusnya sebagai guru atau pendidik bisa lebih memahami konteks permasalahan yang terjadi, dan tidak serta merta menghakimi melalui tindakan kekerasan [fisik maupun verbal],” jelas Iwan saat dihubungi melalui WhatsApp oleh Solopos.com, pada Kamis (3/11/2022).

Baca juga: Kronologi Guru Tampar Murid di SMP Boyolali, Berawal dari Es Teh Tumpah

Menurut Iwan, penghakiman anak didik melalui tindakan kekerasan dapat berdampak kepada psikologis anak. Anak yang sudah mengalami kekerasan, kemudian mengalami trauma, mereka butuh suatu pendampingan untuk pulih.

“Jangan sampai gara-gara kejadian tersebut korban menjadi tidak mau bersekolah karena merasa tidak aman,” ujar dia.

Tak kalah pentingnya, kata Iwan, upaya pemulihan juga butuh dukungan dari lingkungan sekolah dengan tidak menyalahkan korban pascakejadian. Hal itu bisa menambah beban psikologisnya.

“Dikhawatirkan, jika beban psikologis ini semakin menguat, maka korban akan semakin mengurung diri, dan bahkan dititik tertentu bisa memicu tindakan-tindakan untuk menyakiti dirinya,” ucap dia.

Iwan juga menekankan sekolah harus berkomitmen untuk menjamin keamanan anak didiknya melalui penerapan sekolah ramah anak. Terkait proses penanganan, Iwan merasa kasus kekerasan tidak cukup dengan mediasi saja, karena kurang memberikan efek jera kepada pelaku.

Baca juga: Guru Tampar Murid di Boyolali: Pelaku Berstatus PNS yang akan Pensiun Juli 2023

“Perlu juga adanya teguran tertulis dan pembinaan khusus dari pihak Disdikbud terhadap pelaku kekerasan tersebut,” ucap dia.

Berdasarkan undang-undang (UU) perlindungan anak, Iwan menjelaskan anak-anak Indonesia dilindungi UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Anak.

UU tersebut juga harus memastikan anak-anak mendapatkan hak, perlindungan, dan keadilan atas apa yang menimpanya.

“Bahkan UU ini mengancam dengan tegas bagi siapa pun pelaku kekerasan dan/atau penganiayaan terhadap anak, tak tanggung-tanggung dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta,” tegas dia.

Menurut Iwan, tingkat traumatik anak secara fisik maupun psikologis bisa menjadi pertimbangan penanganan kekerasan itu diteruskan ke ranah pidana atau tidak.

Baca juga: Guru Tampar Murid di Boyolali Berakhir Damai, Ortu Korban: Guru Harus Dimutasi!

“Jadi memang lebih baik difasilitasi adanya pemeriksaan secara fisik dan psikis terhadap korban, sekaligus sebagai rujukan untuk pendampingan korban pasca kejadian tersebut, serta rujukan untuk pengambilan tindakan terhadap pelaku,” ucap dia.

Selanjutnya, menanggapi kasus yang belum lama terjadi di Boyolali, Iwan menyarankan agar kekerasan anak bisa diproses hingga jalur hukum.

“Lebih baik tetap diproses sampai ranah pidana agar efek jeranya lebih terasa dan dapat menjadi case study bagi pendidik/guru lainnya agar lebih mampu mengendalikan emosi dan tidak terpicu untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap anak didiknya,” jelas dia.

Kunci untuk menciptakan ekosistem ramah anak di sekolah, kata Iwan, perlu dukungan dari seluruh warga sekolah, masyarakat, dan para pihak di lingkungan sekitar sekolah.

Perlu ada program dan kebijakan yang dirumuskan bersama dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.

Baca juga: Guru Tampar Murid di Sekolah Boyolali: Polisi dan Disdikbud Upayakan Mediasi



Tak kalah pentingnya, setiap pendidik harus mendapatkan pembinaan rutin atau penguatan pemahaman terkait dengan disiplin positif, konvensi hak anak, dan pembelajaran berdiferensiasi pembelajaran yang berpusat pada anak.

Semuanya juga harus sejalan dengan penerapan Merdeka Belajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya