SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tempo hari sebuah  pesan pendek saya terima, ”Anda memilih mengajar murid pintar atau tidak pintar?”. Ketika saya balas dengan pilihan mengajar murid pintar, jawaban balikan sungguh tegas  “kalau begitu jangan jadi guru lagi!”

Apalah artinya guru kalau tidak memintarkan siswa? Dalam bahasa Jawa akeh tunggale, banyak guru yang sejenis kalau hanya suka mengajar yang pintar.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Penerimaan siswa baru menjadi mekanisme mengumpulkan murid-murid yang pintar. Ketika murid dari kalangan miskin diberikan kesempatan untuk masuk sekolah milik negara yang tergolong baik, wajar tentunya kalau tidak begitu pintar, lantas dituduh sebagai penyebab turunnya mutu sekolah yang dimasukinya, sungguh ironis. Sekolah-sekolah  negara yang menganggap nilai ujian nasional sebagai simbol prestasi lantas menolak masuknya anak miskin sekaligus kurang pintar demi menjaga mutu.

Tuduhan siswa miskin sebagai biang menurunnya kualitas dan nilai ujian nasional di sekolah milik negara itu kian menegaskan bahwa selama ini guru tidak berbuat apapun di sekolah-sekolah yang dianggap berkualitas itu. Sekali lagi, jika dihadapkan pada murid kurang pintar para guru tidak mampu mengangkatnya menjadi baik, maka kalaupun ada prestasi-prestasi hebat dari para siswanya bukanlah jasa guru.

Jangan-jangan, para murid itu dipintarkan oleh lembaga bimbingan belajar di luar. Jamak terjadi, siswa-siswa dari sekolah yang disebut favorit justru membanjiri bimbingan belajar karena tak mendapaatkan pelayanan memadai, lantas khawatir tak menguasai pelajaran, padahal terlanjur dianggap siswa pintar.

Sebagai guru, saya tiap kali mesti mengingat petuah bijak, “jika tidak terlibat, jangan pernah berbangga.” Mengklaim keberhasilan siswa sebagai kehebatan guru kiranya perlu ditinjau ulang, sama halnya kegagalan para siswa miskin melulu karena siswa. Guru mencuci tangan dan menganggap sepi dari  persoalan pun sama tidak mendidiknya. Inilah kecenderungan yang sedang melanda para guru yakni kehilangan keguruannya. Maunya disediakan murid yang siap pakai, siap belajar, tidak nakal, dan baik-baik saja. 
   
Sayang murid
Menyebut murid tak bisa mengikuti pelajaran atau menuduh murid tidak mengerti materi yang disampaikan guru, sebenarnya menjadi tanda, seberapa mampu guru membahasakan materi sulit menjadi mudah, persoalan rumit menjadi sederhana. Guru yang bersemangat guru pastilah menjadikan murid paham, apapun situasi mereka, level manapun kecerdasannya.

Semangat keguruan bukanlah pertama-tama hasil pendidikan di lembaga yang meluluskan calon guru. Namun, semangat demikian adalah hasil proses panjang di sekolah tempat para guru mengajar. Seberapa relasi pekerjaan mampu menumbuhkan dan menjaga semangat guru, perlu ada sistem yang membantu. Kuatnya tekanan birokrasi dan kacaunya nilai-nilai (values) yang diperjuangkan oleh sekolah juga akan menggerus etos keguruan.

Marry  Leonhart menunjuk sekolah yang baik adalah sekolah yang para gurunya sayang pada murid-muridnya. Hal itu tampak dari perbandingan jumlah guru dan murid. Semakin guru  mengenal secara pribadi murid-muridnya semakin memungkinkan guru  mempunyai etos mendidik.

Relasi guru dan murid akan menjadi relasi khas pendidikan. Terbukti, di sekolah-sekolah milik negara yang menampung siswa dalam jumlah ribuan, para guru bisa sekadar tahu siswanya dengan nomor absensi. Sekolah yang baik pula, menurut Leonhart, tidak memisah-misahkan murid yang tergolong pintar dan tidak pintar. Di sana ada interaksi yang memungkinkan seluruh siswa dari level manapun berbaur saling-belajar, bahkan saling-mengasah hati.

Jika sistem persekolahan memungkinkan tumbuhnya etos keguruan, maka para guru akan terbantu untuk tetap menjaga semangat guru yakni memintarkan siswa dari kalangan manapun. Dan, para guru tak akan jadi pergi dari hadapan anak-anak kita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya