SOLOPOS.COM - Ummi Naimatul Faizah/Istimewa

Solopos.com, SOLO -- Ada beberapa hal yang menarik dalam pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim pada saat peringatan Hari Guru Nasional bulan lalu.

Salah satunya kalimat untuk para guru,”Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.”

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagian besar guru tentu paham betul situasi tersebut. Ada kalanya idealisme akan tingginya nilai kognitif menyebabkan guru memarginalkan bakat-bakat lain siswa yang tidak berkaitan dengan kompetensi dasar yang harus dicapai.

Siswa dengan nilai pengetahuan rendah biasanya akan menempati posisi siswa dengan predikat ”tidak pintar”, padahal bisa jadi pada bidang keterampilan, seni, atau olahraga dia justru lebih unggul.

Tugas guru salah satunya adalah mempersiapkan masa depan anak didik. Guru harus benar-benar memahami pemetaan potensi siswa. Guru dapat mengamati keseharian siswa di sekolahan dan melihat minat mereka cenderung pada bidang apa.

Misalnya seorang siswa terlihat menonjol dalam keterampilan melukis, guru dapat memberi motivasi siswa untuk terus berlatih dan memperbaiki setiap karya lukis.  Guru yang mempunyai kompetensi melukis di sekolahan bisa turut membimbing, mengarahkan, dan memberikan informasi-informasi kompetisi yang berkaitan dengan melukis.

Jika sekolahan tidak memiliki cukup tenaga pendidik yang kompeten dalam bidang lukis, guru dapat  menyarankan kepada orang tua supaya siswa ikut bergabung dalam sanggar melukis. Begitu pula pada bidang lain, misalnya menyanyi, olahraga, menulis, teknik komputer, merakit mesin, dan lain-lain.

Bakat yang Tak Terakomodasi

Hal seperti ini penting karena bakat-bakat yang tidak terakomodasi dengan baik hanya akan terpendam dalam diri siswa. Siswa takut melangkah lebih jauh dengan bakatnya, karena yang ia pahami untuk menjadi sukses hanya dengan memperoleh nilai (angka)  tinggi.

Paradigma seperti ini harus diluruskan. Bahwa segala potensi atau bakat jika ditekuni dengan sungguh-sungguh kelak akan menjadi profesi yang juga menghasilkan dan membanggakan. Mengapa harus guru yang mengarahkan?

Guru memiliki catatan, baik secara nyata maupun imajiner, tentang siswa. Guru menilai secara rutin para siswa sehingga guru dapat membuat analisis dari catatan penilaian tersebut untuk mengarahkan siswa sesuai potensi.

Jangan sampai guru karena kesibukan mengajar, mengejar krietria ketuntasan minimal, dan mempersiapkan administrasi, menjadi abai terhadap bakat-bakat terpendam siswa. Tentu bukan tanpa kesulitan saat guru ingin mengarahkan bakat siswa.

Salah satu kalimat dalam pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjadi penjelas kesulitan tersebut,”Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan”.

Saat guru mulai mengarahkan siswa mengasah bakat, terkadang terbentur tuntutan kurikulum. Misalnya seorang siswa memiliki bakat di bidang olahraga beladiri yang mengharuskan ia rutin berlatih untuk kejuaraan tertentu. Beberapa guru akan mendukung dengan memberikan izin atau bahkan memberikan pelajaran tambahan khusus sebagai konsekuensi tertinggal saat pembelajaran di kelas.

Tidak semua guru dapat melakukan hal demikian. Banyaknya tuntutan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa menjadikan guru harus membatasi aktivitas siswa tersebut berlatih di luar sekolah.

Dalam hal ini guru tidak dapat disalahkan karena guru juga bermaksud mempersiapkan siswa untuk matang dalam pelaksanaan ujian-ujian formal. Selain itu, padatnya kurikulum terkadang juga menjadikan guru tidak dapat melaksanakan pembelajaran bermakna secara maksimal di kelas.

Memajukan Pendidikan

Guru pasti membuat perencanaan pembelajaran dengan metode terbaik, yang menyenangkan dan mengutamakan student center learning. Tidak dapat dimungkiri, tuntutan banyaknya tema atau bab yang harus diselesaikan menjadikan guru hanya fokus menyelesaikan materi supaya siswa dapat melaksanakan ujian-ujian dengan baik dan memperoleh nilai maksimal, baik penilaian harian, tengah semester, akhir semester, maupun ujian nasional.

Menghadapi kenyataan tersebut, guru harus bisa bergerak lebih kreatif mengatur waktu dan berinovasi mengatur strategi pembelajaran. Guru penggerak memang sangat diperlukan untuk memajukan dunia pendidikan.

Pendidikan yang sesuai Kurikulum 2013 dengan empat kompetensi inti yang harus dicapai dengan seimbang, yaitu sikap spiritual, sikap sosial, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.

Guru penggerak dapat diartikan sebagai guru yang memerhatikan semua aspek tersebut, tidak hanya aspek pengetahuan saja. Ia mampu menggali potensi lain siswa yang tidak mampu meraih nilai tertinggi dalam aspek pengetahuan.

Guru penggerak mengutamakan proses belajar siswa yang bermakna. Guru tidak harus menciptakan metode pembelajaran yang baru karena sebenarnya metode pembelajaran yang ada sudah sangat banyak. Guru hanya perlu benar-benar memahami sintaknya, melaksanakan dengan konsisten di kelas, dan tentu menyesuaikan dengan karakter siswa.

Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan nyaman dan senang. Siswa-siswa yang memiliki bakat-bakat tertentu juga merasa lebih termotivasi untuk maju karena selalu diarahkan dan diperhatikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya