SOLOPOS.COM - Guru SMAN 1 Sumberlawang, Sragen, merundung salah satu siswanya karena tak memakai jilbab. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Terjadinya kasus perundungan atau bullying di SMAN 1 Sumberlawang, Sragen menjadi tamparan keras bagi pihak sekolah dan pendidikan di Sragen. Dengan slogan sekolah anti perundungan seharusnya menjadikan sekolah tersebut tempat yang ramah bagi anak.

Sekolah anti perundungan sendiri bermaksud menjadikankan sekolah dan warganya  berkomitmen menghindari dari sikap, ucapan, maupun perbuatan yang mengarah pada perundungan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal ini disampaikan oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah Wilayah VI, Sunarno, saat dihubungi Solopos.com, pada Rabu (16/11/2022).

Sementara Direktur Yayasan Kakak Solo, Shoim Sahriyati, mengatakan kasus bullying di SMAN 1 Sumberlawang ini jauh lebih parah karena dilakukan oleh oknum guru. “Dunia pendidikan seharusnya mengajarkan tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan toleran terhadap orang lain. Ketika guru melakukan tindakan toleransi, hal ini akan menjadi teladan untuk murid,” terang Shoim.

Sebaliknya, ketika tindakan intoleransi dilakukan oleh guru di depan anak-anak, tentu hal tersebut menjadi sebuah persoalan. Ketika tindakan intoleransi dilakukan oleh guru, nilainya akan lebih parah.

Baca Juga: Dipanggil Komisi IV DPRD Sragen, Guru Perundung Siswa: Saya Niat Menasehati

“Pertama hal tersebut adalah tindakan intoleransi. Yang kedua dia [pelaku] sebagai potret bagi anak-anak lain. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Nadiem Makarim, ada tiga dosa pendidikan, yang artinya dunia pendidikan dianggap belum banyak melakukan hal-hal untuk mencegah dosa pendidikan itu sendiri,” sambung Shoim.

Dosa Pendidikan

Dosa pendidikan yang pertama adalah kekerasaan seksual. Kedua, berkaitan dengan intoleransi.  Ketiga adalah bullying atau perundungan. Tiga hal tersebut disampaikan secara berulang-ulang dengan maksud sekolah bisa zero bullying.

Di sekolah ramah anak, sambung Shoim, guru seharusnya menjadi teladan. Ketika guru yang menjadi role model melakukan perundungan, anak didik akan menangkap bahwa hal-hal seperti itu boleh dilakukan. Kasus seperti ini memang harus dilihat secara lebih detail tentang nilai-nilai yang seharusnya dikembangkan.

Baca Juga: KPAI Kecam Perundungan Siswa oleh Guru SMAN 1 Sumberlawang Sragen

Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Disdikbud Sragen, Tri Giyanto, juga ikut menyaksikan audiensi yang digelar DPRD Sragen dengan pihak SMAN 1 Sumberlawang pada Rabu. Ia mengatakan sebagai sekolah penggerak, SMAN 1 Sumberlawang telah memiliki materi mengenai sekolah bebas perundungan dan toleransi.

“Namun untuk pembinaan SMA ada pada tingkat provinsi. Terkait sekolah penggerak sendiri DPRD Sragen sudah mengingatkan  materi cakupan tentang kebhinnekaan, anti perundungan, dan toleransi harus diterapkan,” terang Tri.

Sementara itu Kepala SMAN 1 Sumberlawang, Suranti Tri Umiatsih mengatakan bahwa memang sekolahnya adalah sekolah penggerak.

Baca Juga: Lagi, Guru Bully Siswa Gara-Gara Tak Pakai Jilbab di Sragen, Nihil Solusi

Saat Solopos.com mengunjungi SMAN 1 Sumberlawang pada Selasa (15/11/2022), tertera jelas papan deklarasi Sekolah Anti Perundungan dan Menuju Satuan Pendidikan Ramah Anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya