SOLOPOS.COM - Medik Veteriner dari Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi bersiap menyuntikan obat untuk hewan ternak sapi milik warga Papring, Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). Sebanyak 320 ekor sapi di daerah tersebut mendapatkan layanan kesehatan secara gratis dari total target tahun 2021 di Banyuwangi sebanyak 8 ribu ekor sapi sebagai upaya mencegah kejadian penyakit dan meningkatkan produktivitas serta menjaga kesehatan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/hp.

Solopos.com, BOGOR — Sapi merupakan salah satu hewan yang dagingnya sangat dibutuhkan sebagai makanan utama warga hampir di semua negara. Di Indonesia, ada sekitar 16 juta ekor sapi pedaging dan 600.000 ekor sapi perah.

Keberadaan hewan ternak ini disebut berdampak positif pada stok daging dan susu sapi dalam negeri. Di sisi lain, keberadaan sapi-sapi ini juga ternyata berdampak pada terjadinya pemanasan global. Kok bisa?

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Adalah Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc , yang mengungkapkan keberadaan jutaan sapi di Indonesia itu berdampak pada pemanasan global. Hal itu disampaikan dalam orasi ilmiah menjelang pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Tetap IPB University oleh Dewan Guru Besar, di Bogor, Kamis (16/9/2021). Anuraga menjelaskan sapi menghasilkan gas metana yang memicu efek pemanasan global.

Baca Juga: Banjir Ekstrem akan Makin Sering

“Emisi gas metana terutama dihasilkan saat sapi bersendawa,” katanya saat membawakan ringkasan orasi ilmiah berjudul Polifenol sebagai Komponen Pakan untuk Reduksi Emisi Gas Metana Asal Ternak Ruminansia.

Disebutkan bahwa gas metan yang dihasilkan dari fermentasi enterik juga berdampak dapat menghilangkan energi sapi, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk proses produksi dan reproduksi.

Dari bahan yang diperoleh dari IPB, Anuraga pernah menyampaikan bahwa ada tiga tahap penting yang bisa mengurangi produksi gas metana di bidang peternakan. Yakni menurunkan produksi hidrogen, mencari alternatif pengganti hidrogen, dan menghambat metanogen sebagai mikroba yang memproduksi gas metana.

Baca Juga: Indonesia Optimistis Mencapai Target Netral Karbon pada 2060

Polifenol

Menurut dia, mitigasi emisi ini pertama adalah menggunakan zat adaptif alami yaitu polifenol. Zat ini berfungsi sebagai antimirkoba yang menghambat metanogen.

Akademikus dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada Fakultas Peternakan itu menjadi Guru Besar IPB University termuda pada tahun ini karena Anuraga berusia 37 tahun.

Anuraga telah melakukan penelitian sejak 2008 hingga sekarang terkait hal itu dengan hasil bahwa gas metan akan berkurang saat pakan dicampurkan dengan polifenol.

Penambahan zat polifenol memberikan efek yang sinergitis. Saat gas metan turun ternyata akan menambah nilai ternak, baik secara kualitas dan kuantitas.

Baca Juga: Rekor Suhu Terpanas pada Juli 2021, Siap-Siap Indonesia Tambah Panas hingga 2030

Keuntungan pertama adalah berat badan naik sekitar 0,35 kilogram per ekor per hari. Penggunaan zat polifenol juga menambah keuntungan peternak sebanyak 500 rupiah per kilogram pakan. Ekstrak polifenol menambah kualitas produk peternakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya