Solopos.com, BLORA — Gunung Lumpur Kesongo di Kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH), Randu Blatung. Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, ternyata menyimpan kisah mitos yang tragis. Menurut mitologi masyarakat setempat, asal muasal ‘Kesongo’ erat kaitannya dengan kisah Prabu Ajisaka dan anaknya yang berwujud naga raksasa bernama Jaka Linglung.
Berdasarkan pantauan Solopos melalui kanal Youtube Sobat Asik, Kamis (20/5/2021), kisah asal mula Gunung Lumpur Kesongo ini bermula dari antipati Prabu Ajisaka dengan bentuk fisik dan tabiat sang anak, Jaka Linglung, yang berwujud naga.
Promosi Kirana Plus, Asuransi Proteksi Jiwa Inovasi Layanan Terbaru BRI dan BRI Life
Ajisaka berupaya untuk mengusir anaknya itu secara halus. Ajisaka berjanji akan menerima Jaka Linglung, anaknya, dengan syarat Jaka Linglung berhasil menumpas siluman buaya putih yang menebar teror di Pantai Selatan.
Baca Juga : Pandemi Bikin 179 Siswa di Blora Harus Putus Sekolah
Di luar perkiraan, Jaka Linglung berhasil mengalahkan siluman buaya putih dengan membawa kepala buaya itu, yang merupakan penjelmaan Dewata Cengkar, seorang kanibal yang dulu pernah dikalahkan oleh Ajisaka.
Kemudian, Jaka Linglung diperintahkan oleh ayahnya, Ajisaka, untuk bertapa di tengah hutan dan tidak boleh makan dan minum. Patuh dengan perintah ayahnya, Jaka Linglung bertapa dengan membuka mulutnya lebar-lebar, menyerupai gua.
Selama ratusan tahun, tubuh Jaka Linglung tidak kentara karena dipenuhi dengan lumut, semak dan tumbuhan merambat. Saat turun hujan, 10 anak yang sedang menggembalakan ternak berupaya mencari tempat teduh dan berujung masuk ke mulut gua yang merupakan mulut dari Jaka Linglung yang bertapa.
Baca Juga : Sedekah Laut & Larungan Kepala Kerbau di Demak & Jepara Terimbas Covid-19
Salah satu dari 10 anak itu punya penyakit kulit dan disuruh keluar oleh 9 anak lainnya karena merasa jijik. Karena 9 anak itu usil, suka membacoki dinding gua, Jaka Lingkung yang saat itu kesakitan langsung menelan kesembilan anak yang berteduh di mulutnya itu.
Saat itu anak yang diusir keluar berteriak minta tolong hingga terdengar Prabu Ajisaka, ayahnya. Ajisaka marah dan Jaka Linglung langsung masuk ke perut bumi untuk melanjutkan pertapaannya. Saat itu juga muncul semburan lumpur di area tersebut dan akhirnya tempat itu disebut ‘Kesongo’ yang dalam Bahasa Jawa berarti 9 anak
Sementara itu, pemerhati sejarah Blora, Eko Arifianto, dalam bukunya Sejarah Perjalanan Orang Jawa (230 SM-1292 M), diceritakan ada seorang tokoh bijaksana di tahun 725 M dari Medangkamulya, bernama Han Sanjaya, putra dari Sanaha dan Salahu.
Baca Juga : Ngeri! Gunung Gajah Pemalang Punya Kerajaan Siluman Terbesar
Pamannya yang bernama Sana, baru saja didapuk menjadi Datuk di Kerajaan Tarumanegara. Namun tiba-tiba, Sana meninggal dunia secara tiba-tiba. Meninggalnya Sana ini diketahui karena konspirasi perang kekuasaan di Kerajaan Galuh di mana Pangeran dari Tarumanegara ingin merebut takhta dari tangan Sana
Singkatnya, mayat Sana dibawa ke Blora namun dalam perjalanan, kakak dari Sana, yaitu Sanaha mengetahui akal picik dari pangeran itu dan menjadi murka. Sana memerintahkan untuk membunuh 9 pengikut Sana karena dianggap tidak bisa melindungi adiknya. Dari situlah kisah Gunung Lumpur Kesongo versi sejarahwan, nama ‘Kesongo’ diambil dari 9 orang yang dibunuh secara tragis.