SOLOPOS.COM - Ketua FPKKS Sragen, Sunarji, berorasi di depan pintu masuk utama kompleks Setda Sragen saat berunjuk rasa bersama ratusan petani Sambirejo, Senin (26/9/2016). Aksi tersebut juga diikuti para aktivis KPA Jawa Tengah dan Formas Sragen. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Gunung Kunci Sragen, 7 petani di Kecamatan Sambirejo diperiksa polisi.

Solopos.com, SRAGEN–Sebanyak tujuh orang petani asal Kecamatan Sambirejo, Sragen diperiksa penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Sragen sebagai saksi atas dugaan pelanggaran UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, Rabu (28/9/2016). Sekelompok petani Sambirejo diduga menguasai dan atau menduduki, menggunakan, dan mengerjakan lahan perkebunan di Gunung Kunci Jambeyan, Sambirejo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Mereka mendirikan sanggar di sebuah bukit yang dikenal Gunung Kunci karena dianggap sakral. Ketujuh petani yang menjadi saksi itu dimintai keterangan penyidik berkaitan dengan aktivitas pendirian sanggar. Ketujuh petani yang dimintai keterangan polisi terdiri atas S asal Wonorejo Sambi, B asal Sidoharjo Sambi, M asal Bangunrejo Sambirejo, K asal Sidoharjo Sambi, Sp asal Bangunrejo Sambirejo, Sy asal Sumber Agung Sambirejo, dan Sp RT asal Bangunrejo Sambirejo.

Mereka mendatangi Mapolres Sragen setelah mendapat surat panggilan kali kedua. Pada panggilan kali pertama mereka bersepakat tidak hadir. Pada panggilan kali kedua, mereka datang didampingi para aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Tengah dan Lembaga Pengabdian Hukum (LPH) Yayasan Pengabdian Hukum Indonesia (Yaphi) Solo.

“Ya, mereka dipanggil sebagai saksi atas kasus di Gunung Kunci,” kata Kasatreskrim AKP Maryoto mewakili Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso saat ditemui Solopos.com, Rabu siang.

Salah seorang petani berinisial S saat ditemui Solopos.com, Rabu, mengaku tidak tahu menahu pembangunan sanggar di Gunung Kunci itu. Pada saat pendirian sanggar, dia tidak bisa hadir karena mengalami sakit. Kendati tidak terlibat dalam pendirian sanggar, S tetap dipanggil ke Mapolres Sragen.

“Sebagai warga yang baik ya datang karena dipanggil kepolisian,” katanya.

Pegiat Divisi Advokasi KPA Jateng Syukur Shondhe menunjukkan surat panggilan ketujuh orang petani tersebut. Dalam surat panggilan itu menyebut dugaan pelanggaran atas Pasal 107 UU No. 39/2014. Syukur mempertanyakan panggilan dari aparat kepolisian. Dia berpendapat pemanggilan mereka sebagai saksi itu merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani karena secara psikis mereka terganggu dengan panggilan itu.

“Kami aksi long march dari Kecamatan Sambirejo ke Mapolres untuk meluruskan arti reformasi agraria. Reformasi agraria bukanlah bagi-bagi tanah tetapi lebih pada perlindungan petani. Kami tidak tahu pemanggilan tujuh petani itu terkait dengan pendirian sanggar atau tidak karena dalam suratnya tidak menyebut pendirian sanggar tetapi menyebut Gunung Kunci,” kata Syukur.

Dia menyampaikan aktivitas pendirian sanggar itu tidak hanya dilakukan tujuh petani tetapi banyak petani dari delapan desa, yakni Desa Jetis, Kadipiro, Sambirejo, Sambi, Jambeyan, Sukorejo, Dawung, dan Musuk. Dia menyatakan mestinya mereka semua harus dijadikan saksi bukan hanya tujuh orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya