SOLOPOS.COM - Ilustrasi wabah virus corona. (Freepik)

Solopos.com, SOLO -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Solo menyatakan belum berminat menjalankan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) seperti yang dilakukan Semarang.

Kendati begitu, opsi tersebut masih bisa dilakukan tergantung situasi dan perkembangan di lapangan. Opsi PKM diusulkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, lantaran Solo sudah ditetapkan sebagai zona merah bersama Wonosobo dan Semarang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

PKM, menurut Ganjar, merupakan langkah pilihan selain pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sederet Kejanggalan Ini Ungkap Pencurian Palsu Yang Dilaporkan Pasutri Grogol Sukoharjo 

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Solo, Ahyani, mengatakan pembatasan kegiatan masyarakat membutuhkan kepatuhan warga dan kontrol ketat. Penerapan PKM di Semarang memberi kelonggaran pada aktivitas ekonomi masyarakat, namun dengan pembatasan jam operasional.

“Mungkin skalanya kecil, lingkungan atau spot warga yang menjalani karantina mandiri. Beberapa kampung sudah melakukan itu. Di samping menjaga keamanan juga untuk menekan persebaran Covid-19,” kata dia di Rumah Dinas Wali Kota Solo Loji Gandrung, Rabu (29/4/2020).

Gara-Gara Pandemi Covid-19, Investor Tunda Investasi di Kota Madiun

Bahasan lebih lanjut mengenai PKM, sambung Ahyani, akan dirapatkan kemudian. Penerapan PKM yang memungkinkan di antaranya pemberlakuan jam malam dan pembatasan jam operasional tempat hiburan, mal, dan sebagainya.

Jam Malam

“Nanti, kami rapat dulu. Apa jam malam atau pembatasan lebih luas. Mungkin besok atau lusa dibicarakan. Sementara kami tetap dengan pengetatan pembatasan jarak dan meminta masyarakat patuh,” ungkapnya.

Dipuji WHO, Begini Cara Selandia Baru Tangani Covid-19

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Covid-19 yang juga Sekda Solo itu menyebut penerapan pembatasan kegiatan masyarakat membutuhkan kerja sama gabungan TNI/Polri.

Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan salah satu upaya pengetatan kepatuhan masyarakat adalah ancaman pencabutan surat hak penempatan (SHP) pedagang pasar tradisional. Hal itu dilakukan apabila pedagang nekat berjualan tanpa mengenakan masker.

Disdikbud Boyolali Siapkan Skema Penerimaan Siswa Baru Di Tengah Pandemi Covid-19

“Ya, kalau nekat berjualan tidak pakai masker, langsung dicabut SHP-nya. Kami sudah memberikan keringanan tidak menarik retribusi Mei-Agustus. Gantinya, mereka harus manut [patuh],” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya