SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO–Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merekomendasikan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Griya Layak Huni (GLH) tidak dibubarkan tetapi manajemennya harus dirombak dan ditempatkan orang-orang baru. BLUD GLH itu justru bakal menjadi lembaga pilot project dalam mengurusi program perumahan rakyat di tingkat kabupaten/kota, seperti program rumah tidak layak huni (RTLH) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Rekomendasi itu disampaikan Kemendagri saat Komisi IV DPRD Solo yang didampingi Ketua DPRD Solo, Y.F. Sukasno konsultasi ke Kemendagri. Kedatangan rombongan Dewan itu diterima tiga pejabat Kemendagri yang menangani persoalan BLUD, yakni Kasubdit BLUD Ahmad Adli Harahap, Kasi Wilayah I Wisnu Saputro, dan Kasi Wilayah II Boby Yonan R.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami berdiskusi dengan tiga pejabat itu. Semua persoalan terkait BLUD GLH disampaikan semua dalam pertemuan itu. Termasuk adanya keinginan teman-teman di Badan Anggaran (Banggar) untuk membubarkan BLUD itu,” tegas Sukasno saat ditemui solopos.com, Jumat (4/7/2014), di ruang kerjanya.

Menurut dia, banyak persoalan yang diungkap di Kemendagri, di antaranya tentang adanya aset Rp4,1 miliar yang akan dihibahkan tetapi masuknya ke mana belum jelas dan pengelolaan uang penjaminan senilai Rp1,1 miliar yang disimpan di bank itu ternyata juga tetap ada campur tangan dari United Nations Human Settlements Programme (UN Habitat). Semua persoalan itu yang mendasari Komisi IV konsultasi ke Kemendagri.

“Ternyata perkembangan BLUD GLH di Solo itu dipantau perkembangan oleh Kemendagri.Tiga pejabat itu mengetahui persis detail persoalan sejak pembentukan BLUD [2009 lalu]. Karena tidak optimalnya kinerja BLUD, ada niatan lembaga itu dibubarkan. Tapi, dari Kementrian bertanya kok dibubarkan? Mereka berpendapat proses pendirian BLUD tidak ada masalah dan sesuai regulasi. Jadi BLUD tetap dipertahankan, hanya manajemennya ditata ulang dan diganti direksinya,” tandasnya.

Dia menerangkan keberadaan BLUD itu menjadi solusi atas pengelolaan aset tinggalan UN Habitat. Aset tanah senilai Rp1,9 miliar itu, terang dia, bisa dimanfaatkan untuk pembangunan rusunawa atau perumahan rakyat yang disediakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dia berpendapat fungsi BLUD bisa seperti developer yang dibentuk pemerintah kota (pemkot).
Program-program lain yang berkaitan dengan perumahan rakyat, tambah dia, bisa dikelola BLUD, tapi prinsipnya jangan sampai membebani rakyat.

“BLUD itu seperti pilot project dalam penanganan perumahan rakyat versi pemkot. Program RTLH, rusunawa itu bisa dikelola BLUD, bukan DPU [Dinas Pekerjaan Umum] lagi. Dengan demikian keberadaan rusunawa tidak lagi membebani APBD. Tetapi tanggung jawabnya tetap kepada pemkot,” imbuhnya.

Sukasno menegaskan ada satu hal yang perlu diluruskan, yakni tentang pembelian tanah yang mengatasnamakan perseorangan. Menurut dia, mestinya pembelian tanah di Mojosongo itu diatasnamakan lembaga BLUD itu. “Kemendagri juga menyarankan agar pemkot studi banding ke rusunawa DKI Jakarta yang sudah dikelola BLUD,” tuturnya.

Anggota Komisi IV DPRD Solo, Reny Widyawati, sependapat dengan Ketua Dewan. Khusus untuk statu tanah yang dibeli BLUD, kata dia, segera dipindahkan atas nama lembaga, bukan perseorangan, kecuali bila dikerjasamakan.

“Selain itu, manajemen BLUD yang sekarang harus dirombak. Hal itu sesuai dengan rekomendasi DPRD pada LKPj [Laporan Keterangan Pertanggungjawaban] Wali Kota 2012 lalu. Rekomendasi DPRD saat itu sudah meminta pemkot untuk mengganti jajaran direksi di BLUD GLH,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya