SOLOPOS.COM - KIRAB -- Liong atau naga diarak saat kirab Grebeg Sudiro di depan Pasar Gede, Solo, Minggu (15/1/2012). Acara ini juga diatnadai kirab gunungan kue keranjang yang selanjutnya dibagikan kepada warga. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

KIRAB -- Liong atau naga diarak saat kirab Grebeg Sudiro di depan Pasar Gede, Solo, Minggu (15/1/2012). Acara ini juga diatnadai kirab gunungan kue keranjang yang selanjutnya dibagikan kepada warga. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Salah satu keistimewaan acara budaya di Solo adalah Grebeg Sudiro yang dihelat di depan Pasar Gede. Inilah simbol kebhinnekaan, simbol mesranya dua budaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Antusiasme warga untuk menyaksikannya antara lain bisa terlihat dari apa yang dilakukan Ruth, 29, yang perlahan merangsek maju. Kerumunan ribuan orang di depannya tidak menyurutkan niat perempuan Tionghoa itu untuk menyaksikan langsung kemeriahan Grebeg Sudiro 2012, Minggu (15/1/2012), di depan Pasar Gede.

Bersama suaminya, Sutris dan anak pertamanya, Rei, 5, Ruth tenang dan membaur apik di tengah lautan manusia. Tidak tampak rasa takut di raut wajah warga Jl Brigjen Katamso Kelurahan Mojosongo, Jebres tersebut. Seolah pengalaman buruk perlakuan diskriminasi di masa kecil telah benar-benar dia lupakan. ”Kalau sekarang kan hubungannya sudah bagus, tidak seperti saat saya kecil. Jadi nyaman saja menonton acara ini. Hanya saja penontonnya kurang tertata sehingga sulit melihat rombongan kirab,” urai dia kepada Espos.

Kendati lahir dan tumbuh dewasa di Solo, Ruth mengaku belum pernah menonton Grebeg Sudiro yang mulai digelar 2007. Tahun lalu sebenarnya Ruth bersama suaminya bermaksud menonton Grebeg Sudiro. Namun usaha mereka gagal. Sebab setiba di Pasar Gede, prosesi acara sudah selesai.

Hari itu, bukan hanya Ruth dan keluarganya, ribuan warga membaur dalam kebersamaan acara Grebeg Sudiro. Acara Grebeg Sudiro sudah menjadi agenda tahunan Kota Solo. Tahun ini panitia mengambil tema Guyub Rukun Agawe Santosa: Sudiro Kampung Kebhinekaan, Bersatu dalam Keberagaman.

Sesuai temanya, acara diisi dengan kirab atau karnaval budaya di lingkungan Sudiroprajan. Tidak main-main kirab diikuti 44 kelompok peserta dari kelompok seni dan budaya di Sudiroprajan dan sekitar. Sebagai media interaksi seni budaya Jawa-China, Grebeg Sudiro menyuguhkan dua atraksi baru yang berasal dari China yakni wushu dan taichi. Suguhan di depan panggung utama di depan Pasar Gede itu mendapat apresiasi besar dari penonton.

Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, dalam sambutannya mengingatkan tentang tujuan utama digelar Grebeg Sudiro untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat di Kota Bengawan. Wong Solo tidak boleh terpecah belah dan diskriminatif. Melainkan harus mengedepankan kebersamaan, gotong-royong dan kebhinekaan. “Acara ini sangat bagus sebagai pemersatu segenap elemen bangsa. Dan bersyukur dari tahun ke tahun jumlah peserta meningkat, begitu juga penonton bertambah,” urainya.

Sedangkan Ketua Panitia Grebeg Sudiro, Yunanto Nugroho, menjelaskan kegiatan budaya ini menjadi ajang kebersamaan dan gotong-royong masyarakat. Selain itu Grebeg Sudiro merupakan wujud dukungan masyarakat terhadap pengembangan Solo sebagai Kota Budaya dan Kota Wisata. Lebih jauh lagi, acara ini diharapkan menjadi media promosi produk kuliner khas Sudiroprajan. Selain mempertontonkan kelompok seni budaya, dalam acara ini dibagikan aneka produk kuliner khas. Salah satu yang cukup dikenal yaitu kue keranjang.

JIBI/SOLOPOS/Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya