SOLOPOS.COM - Lava pijar Gunung Merapi terlihat di Balerante, Kemalang, Klaten, Kamis (10/3/2022) dini hari. (Istimewa/Dokumentasi Jainu)

Solopos.com, KLATEN–Suara gemuruh yang terdengar secara terus menerus membuat warga di wilayah Dukuh Sambungrejo, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, curiga dengan kondisi puncak Gunung Merapi, Rabu (9/3/2022) malam. Mereka keluar rumah, tak terkecuali Nanto Wiyono, 78.

Sambungrejo merupakan perkampungan teratas atau terdekat dengan puncak Merapi di Desa Balerante yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman, DIY. Rumah Nanto berada pada deretan paling atas di Sambungrejo dan berjarak sekitar 4,5 km dari puncak Merapi. “Suarane gluduk-gluduk. Wonten nginggil ketingal merah [Di puncak Gunung Merapi terlihat warna merah],” kata Nanto saat ditemui di rumahnya, Kamis (10/3/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di sisi barat perkampungan, Nanto melihat asap pekat mengepul ke udara. Asap itu menandakan luncuran awan panas guguran erupsi Gunung Merapi sudah sampai ke daerah tersebut. Dia memperkirakan lokasi yang terdapat asap pekat itu berada pada alur Kali Gendol di wilayah Kaliadem, Sleman.

Baca Juga: Aktivitas Gunung Merapi Landai, Warga Balerante Klaten Pulang Tadi Pagi

Merasa tak nyaman lagi, Nanto bersama istri dan seorang anaknya mengungsi pada Kamis (10/3/2022) sekitar pukul 00.00 WIB. Mereka menumpang truk milik warga.

Tak hanya Nanto, puluhan warga Sambungrejo terutama kelompok rentan mengungsi. Tujuan mereka menjauh dari perkampungan menuju ke Balai Desa Balerante yang juga difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara (TES). “Sing nem-nem tesih teng griya [Yang muda-muda tetap di rumah],” jelas dia.

Namun, menjelang matahari terbit pada Kamis, Nanto dan warga lainnya yang sempat mengungsi di balai desa pulang ke rumah masing-masing. Mereka kembali menjalankan aktivitas seperti biasa yakni mencari rumput pakan ternak dengan tetap menghindari daerah yang masuk radius bahaya erupsi.

Baca Juga: Merapi Luncurkan Panas, Warga Balerante Klaten Evakuasi Mandiri

Alasan warga memilih pulang ke rumah masing-masing pada Kamis pagi lantaran aktivitas Merapi kembali melandai menjelang pagi. “Mangke nak klentune medal maleh, radi ageng, mboten tek nyaman, mandap malih wonten gerdu napa bablas wonten bale desa [Nanti kalau erupsi lagi dan agak besar membuat kami tidak nyaman, kami evakuasi lagi ke posko induk atau langsung ke balai desa],” kata Nanto.

Nanto menjelaskan berbagai surat berharga sudah dia simpan dalam satu tas pascaerupsi 2010 lalu. Beberapa potong pakaian juga dia siapkan dalam satu tas agar mudah dibawa ketika sewaktu-waktu harus evakuasi.

Nanto mengatakan evakuasi yang dilakukan warga Sambungrejo didasari atas keinginan sendiri. Tak ada yang meminta apalagi memaksa mereka mengungsi. Ketika warga merasa tak nyaman berada di rumah lantaran aktivitas Merapi. Kewaspadaan warga terhadap aktivitas Merapi berkaca dari pengalaman erupsi 2010 lalu.

Baca Juga: Sarpras TES Pengungsi Merapi Balerante Klaten Dibongkar, Sukarelawan Ditarik

 

Trauma

Nanto terus terang masih trauma dengan erupsi dahsyat yang terjadi sekitar 12 tahun silam tersebut. Kala itu, luncuran awan panas (wedhus gembel) juga menerjang wilayah Balerante. Sebagian rumah warga rusak tak terkecuali satu rumah dan kandang sapi milik Nanto yang rata dengan tanah. Selain merusak bangunan, seorang warga di kampung lain yang masih berada di Balerante meninggal dunia.

Pascaerupsi 2010, Nanto dan warga lainnya memilih meningkatkan kewaspadaan mereka. Ronda malam rutin digelar guna memantau aktivitas Merapi yang kini status aktivitasnya masih berada pada level siaga sejak 5 November 2020. Ketika potensi bahaya berupa luncuran awan panas atau lava pijar mengarah ke sisi tenggara yakni wilayah Sleman dan Klaten, warga bersiap-siap evakuasi mandiri. Seperti yang dilakukan warga pada Kamis dini hari.

Salah satu sukarelawan dan warga Dukuh Ngipiksari, Balerante, Juliyanto, 29, mengatakan setelah mengetahui luncuran ke arah tenggara, para pemuda desa setempat yang siaga di Posko Induk Balerante berbagi tugas membangunkan warga terutama kelompok rentan agar segera melakukan evakuasi mandiri. “Ada yang evakuasi ke balai desa. Ada juga yang berkumpul di Posko Induk Balerante [posko pemantauan Merapi yang berlokasi di Dukuh Gondang, Desa Balerante],” kata Juliyanto.

Baca Juga: Kedatangan Gubernur Ganjar Ke Lereng Merapi Balerante Klaten Disambut “Entut Dewa”

Sekretaris Desa Balerante, Basuki, mengatakan pada Kamis dini hari ada 60 warga yang mengungsi ke balai desa terdiri dari balita, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, dan warga berkebutuhan khusus. Mereka berasal dari Dukuh Sambungrejo (51 orang), Sukorejo (4 orang), Ngipiksari (2 orang), dan Balerante (3 orang).

Warga mengungsi menyusul ada rentetan guguran awan panas pada Rabu malam hingga Kamis dini hari yang mengarah ke sisi tenggara Merapi. Pada Kamis pukul 06.00 WIB, warga kembali ke rumah masing-masing dikawal polisi.

Basuki menjelaskan hingga kini balai desa masih disiagakan sebagai TES jika sewaktu-waktu ada peningkatan aktivitas Merapi hingga mengharuskan warga mengungsi. Berbagai perlengkapan TES masih lengkap termasuk kasur dan bilik tempat tidur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya