SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI — Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali kembali menyelidiki kasus dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan desa. Kali ini Kejari mendapat laporan atas kasus tersebut di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono, dengan perkiraan kerugian Rp1,2 miliar.

Kepala Kejari (Kajari) Boyolali Prihatin mengatakan penyimpangan di Desa Tanjungsari itu terkait ganti rugi tanah kas desa yang terkena proyek jalan tol ruas Salatiga-Kartasura. Lahan sekitar 2,4 hektare (ha) di desa tersebut diganti rugi senilai Rp12,5 miliar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selanjutnya, uang ini digunakan untuk membeli lahan pengganti di lokasi lain senilai sekitar Rp10,6. “Ada laporan masyarakat, uang penjualan dengan pembelian lahan baru itu ada sisa sekitar Rp1,2 miliar yang belum jelas pengelolaannya,” ujar Prihatin saat ditemui di sela-sela perayaan HUT Adyaksa di kantornya, Jumat (19/7/2019).

Didampingi para kasi di jajarannya, Prihatin mengatakan laporan itu dilanjutkan penyelidikan dengan mengklarifikasi delapan orang yang diduga mengetahui pengelolaan dana tersebut. Berdasarkan hasil klarifikasi itu, uang senilai Rp1,2 miliar itu disimpan di salahs atu bank BUMN di Boyolali.

Namun oleh perangkat desa setempat uang ini kemudian ditarik dari bank tanpa rekomendasi camat setempat. “Uang ini digunakan secara pribadi oleh perangkat desa untuk berbisnis tanah uruk dan sampai saat ini belum dikembalikan. Lebih dari itu, proses penarikan uang dari bank tanpa rekomendasi camat juga sudah melanggar aturan,” imbuhnya.

Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan desa ini kian kuat sehingga status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. “Sejak Kamis [18 Juli], status penyelidikan ini sudah kami naikkan menjadi penyidikan. Kami akan lanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan mencari barang bukti. Semoga dalam waktu dekat ini kami sudah dapat menetapkan tersangkanya.”

Sementara itu, Kepala Desa Tanjungsari Joko Sarjono saat dihubungi wartawan melalui telepon mengakui adanya pembelian lahan pengganti kas desa pada 2015. Joko juga mengakui lahan kas desa seluas 2,4 ha itu dijual senilai sekitar Rp12 miliar.

Saat ditanya apakah ada sisa uang antara penjualan dengan pembelian lahan, Joko membenarkannya namun tidak mengingat angka pastinya. “Penjualan Rp12 miliar, tapi untuk beli lagi itu nanti coba saya lihat lagi datanya. Yang jelas ada dana [selisih] Rp70 juta yang dikelola keuangan desa,” kata dia.

Joko hanya menjelaskan lahan pengganti tersebut berkualitas sama, bahkan lebih luas dibandingkan sebelumnya. “Yang dijual kan 2,4 ha. Dapatnya malah lebih luas kok, sekitar 3 ha,” imbuhnya.

Soal proses penyelidikan dan penyidikan Kejari, Joko mengatakan persolan itu sudah klir. “Memang sudah dipanggil Kejari dan semua dan sudah klir,” kata Joko tanpa maksud dari klir itu.

Sebelumnya, Kejari menyelidiki kasus yang hampir serupa di Teter, Kecamatan Simo. Laporan di Desa Teter terkait dugaan penyalahgunaan yang sewa lahan eks bengkok, bantuan RTLH, uang pajak pertambahan nilai (PPn), dan pajak penghasilan (PPh).

Kasus ini juga sudah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Namun Kejari belum menetapkan tersangka karena ada laporan-laporan baru dari masyarakat mengenai dugaan penyimpangan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya