SOLOPOS.COM - Ali Rif'an/Istimewa

Solopos.com, SOLO -- Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 masih 10 bulan lagi. Riuh rendah siapa yang bakal bertarung dalam kontestasi kepemimpinan lokal tersebut sudah ramai diperbincangkan.

Salah satu yang memantik perhatian publik ialah kabar putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang akan maju dalam pemilihan wali Kota Solo. Sinyal majunya Gibran memang makin menguat.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Gibran sudah menemui Wali Kota Solo yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPC PDIP) Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo untuk menanyakan mekanisme pencalonan wali Kota Solo.

Sebagai bentuk keseriusan, Gibran datang ke Sekretariat DPC PDIP Kota Solo di Brengosan pada 23 September 2019 untuk mendaftarkan diri sebagai anggota PDIP. DPC PDIP Kota Solo memang menutup pintu untuk Gibran lantaran sudah punya pasangan tunggal calon wali Kota Solo dan calon wakil wali Kota Solo, yakni Achmad Purnomo-Teguh Prakosa.

Pasangan ini merupakan hasil penjaringan di internal DPC PDIP Kota Solo, namun hal itu tak menyurutkan langkah Gibran untuk terus melaju. Ia memotong kompas. Langsung menghadap pemimpin tertinggi PDIP, Megawati Soekarnoputri, pada Kamis (24/10) lalu.

Ikhtiar Gibran itu direspons DPP PDIP. Menurut Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, sekalipun pintu DPC PDIP Kota Solo sudah ditutup, dua pintu lain masih terbuka. Dua pintu tersebut adalah jalur pendaftaran melalui DPD PDIP Jawa Tengah atau langsung ke DPP PDIP.

Plus dan Minus

Tentu saja majunya Gibran dalam kontestasi pemilihan kepala daerah 2020 punya kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihan adalah aspek keterkenalan. Lantaran berstatus sebagai putra orang nomor satu di Indonesia, bisa dipastikan Gibran punya modal sosial popularitas di atas rata-rata.

Sebagai contoh, hasil survei Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi (Unsri) Solo pada Juli 2019 lalu menunjukkan popularitas Gibran mencapai angka 90%. Selain lebih dikenal masyarakat, nilai plus Gibran lainnya adalah sudah menjalani pendidikan politik di dalam keluarganya.

Presiden Joko Widodo memiliki rekam jejak politik yang panjang. Rekam jejak tersebut paling tidak akan jadi landasan dan inspirasi bagaimana Gibran harus melangkah. Presiden Joko Widodo dan orang-orang di lingkarannya bisa menjadi mentor politik Gibran.

Kelemahan Gibran adalah akan dinilai menggunakan ”aji mumpung”, yakni maju dalam pemilihan kepala daerah mumpung berstatus sebagai anak presiden. Tuduhan kurang sedap bisa jadi tertuju kepada Presiden Joko Widodo, misalnya dinilai ingin melanggengkan politik kekerabatan.

Menurut Putnam (1976), salah satu penyakit orang yang sedang berkuasa adalah cenderung ingin melanggengkan kekuasaan. Tudingan soal memanfaatkan pengaruh kekuasaan melalui mobilisasi birokrasi dan lain sebagainya untuk menopang kepentingan politik kekerabatan juga pasti akan muncul.

Terlepas dari plus dan minus yang menyertai, tentu rencana Gibran maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah harus dilihat sebagai bentuk perjuangan anak muda membuat perubahan melalui jalur politik. Gibran tak sekadar muda. Gibran punya prestasi yang membanggakan.

Ia dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses. Kemampuan dan kerja keras membesarkan usaha katering Chilli Pari tanpa pernah meminta bantuan orang tua maupun nebeng nama Joko Widodo merupakan prestasi tersendiri.

Lulusan Management Development Institute of Singapore (MDIS) dan University of Technology Insearch, Sydney, Australia itu juga punya Kafe Markobar dengan 29 cabang tersebar di Indonesia. Gibran juga mengembangkan bisnis baru di bidang reparasi produk Apple dengan nama Icolor.

Karena itulah, terlepas dari status anak presiden, kehadiran figur muda berprestasi seperti Gibran di dunia politik patut disambut baik karena dapat memberi warna baru dalam orkestrasi demokrasi kita. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa anak muda perlu terjun ke politik.

Kepemimpinan 4.0

Pertama, untuk menjalankan kepemimpinan 4.0, yakni kepemimpinan yang punya imajinasi tentang masa depan, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan global, menguasai berbagai teknik dan tools soft-skill yang dibutuhkan saat ini.

Merujuk riset Harvard University, Carnegie Foundation, dan Stanford Reseacrh Center, kesuksesan pekerjaan era revolusi industri 4.0 sebanyak 85% ditentukan dari soft skill yang dibangun dengan baik dan kemampuan people skill dan 15% sukses datang dari technical skill dan pengetahuan.

Kedua, menjawab tantangan bonus demografi. Indonesia pada 2020-2035 akan menghadapi ledakan jumlah penduduk usia produktif (berusia 15 tahun hingga 64 tahun) yang mencapai 70%.

Ledakan jumlah penduduk usia produktif tersebut membuat skema pembangunan Indonesia tidak bisa lagi hanya bersandar pada generasi lama atau tua.

Anak muda, terutama yang punya prestasi, perlu terlibat dalam pembangunan daerah. Anak muda dinilai lebih kreatif dan terbiasa berpikir out of the box sehingga bisa mendobrak dan mampu menggerakkan birokrasi dengan cara-cara kekinian.

Selain itu, anak muda juga punya gaya kepemimpinan yang khas sehingga birokrasi yang sebelumnya terlihat kaku dan terkesan angker bisa menjadi lebih cair dan berwarna.

Akhirnya, majunya Gibran pada kontestasi pemilihan kepala daerah 2020 memberikan pesan kuat bahwa sudah saatnya anak muda menjadi subjek politik yang menggerakkan, bukan sekadar jadi objek politik yang digerakkan.



 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya