SOLOPOS.COM - KAMI Wonogiri dibentuk di salah satu rumah makan di Selogiri, Wonogiri, Kamis (1/10/2020) malam. (istimewa/Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI Wonogiri menganggap gerakan Jateng di Rumah Saja yang digaungkan Gubernur Ganjar Pranowo tidak memihak rakyat kecil. Gerakan tersebut dianggap cuma cocok untuk pegawai kantoran.

Ketua KAMI Wonogiri, Hartono, kepada Solopos.com, Kamis (4/2/2021), menyampaikan diluncurkannya gerakan itu menunjukkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tak berpihak kepada masyarakat kecil. Dia mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat jika diharuskan berada di rumah selama dua hari.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Banyak orang mengandalkan pemasukan dari berdagang di pasar, berkeliling, membuka toko kelontong, menjadi pedagang kaki lima, dan sebagainya. Tak bisa dibayangkan jika mereka tak bisa bekerja selama dua hari karena pasar dan pertokoan harus tutup.

Baca Juga: BPBD Karanganyar Tunda Dirikan Dapur Umum Korban Banjir Karena Ini

“Lalu petani bagaimana? Masa enggak boleh pergi ke sawah pada Sabtu dan Minggu itu. Yang biasanya beribadah di gereja pada akhir pekan bagaimana?" kata warga Kelurahan Kaliancar, Kecamatan Selogiri yang juga Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Jeritan Rakyat atau Jerat Wonogiri itu saat dihubungi.

"Kebijakan ini tak sensitif. Masyarakat sekarang sedang susah. Ekonomi masyarakat tertekan malah diminta di rumah saja. Parahnya lagi tidak ada solusi yang ditawarkan. Kecuali kalau Pemprov mau memenuhi kebutuhan masyarakat selama dua hari itu ya enggak masalah,” lanjut Hartono.

Dia meyakini tingkat kepatuhan masyarakat terhadap gerakan Jateng di Rumah Saja tersebut akan sangat rendah. Sinyal tersebut sudah terlihat, seperti banyaknya pihak yang menolak, baik pedagang hingga para aktivis. Bahkan, ada kepala daerah di Soloraya yang tak menjalankannya.

Pasar dan pertokoan di daerah bersangkutan tetap diminta beroperasi seperti biasa dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Menurut Hartono masyarakat cenderung akan mengabaikannya lantaran kebijakan Pemprov dinilai tak solutif.

“Kebijakan ini hanya cocok untuk para pegawai. Mereka sudah punya penghasilan tetap dan Sabtu-Minggu itu libur, jadi bisa di rumah saja,” imbuh Hartono.

Soroti SE

Dia juga menyoroti aturan dalam Surat Edaran ihwal gerakan di rumah saja yang dinilainya kontradiksi. Pada satu sisi pasar dan toko diwajibkan tutup. Pada sisi lain sektor kebutuhan pokok masih boleh beroperasi secara penuh. Padahal, kebutuhan pokok terdapat di pasar dan toko-toko. Ini membuat masyarakat bingung.

“Masukan saya buat Pemkab Wonogiri, jalankan kebijakan ini dengan mengedepankan kepentingan masyarakat. Sesuaikan saja dengan kearifan lokal. Jadi, tidak saklek,” ulas Hartono.

Baca Juga: WFH Bikin Gembrot? Ssttt... Ini Rahasia Cegah Obesitas

Terpisah, tokoh masyarakat Wonogiri, Joko Purnomo, mempertanyakan apakah kebijakan tersebut akan berdampak signifikan untuk mengerem laju penularan Covid-19. Dia menilai penerapan aturan itu sulit dikontrol dan dimonitor secara teknis. Terlebih, ruang lingkupnya tempat tinggal.

Oleh karena itu kebijakan itu perlu dikaji lebih lanjut. Namun demikian, berbagai formula kebijakan edukasi masyarakat secara luas agar disiplin menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 memang perlu dicoba.

Seperti diketahui, Pemprov Jateng mencanangkan gerakan di rumah saja pada Sabtu-Minggu (6-7/2/2021) melalui surat edaran. Berbagai pembatasan dilakukan, seperti penutupan pasar, mal, tempat wisata, dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya