Gerakan Ilmu Kebal Srikaton, Konflik Pribumi dan Eropa Akhir Abad 19
Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ribuan warga kulit putih Eropa tinggal di Vorstenlanden Surakarta atau Soloraya, yang memunculkan konflik antaretnis antara penduduk Eropa dan Pribumi, salah satunya Gerakan Ilmu Kebal Srikaton.
Solopos.com, SOLO — Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ribuan warga kulit putih Eropa tinggal di Vorstenlanden Surakarta, yang memunculkan konflik antaretnis antara penduduk Eropa dan Pribumi, salah satunya Gerakan Ilmu Kebal Srikaton. Data dari Regeering Almanak voor Nederlandsch-Indie, 1921, hingga 1921 warga Eropa paling banyak yang tinggal di Solo dengan jumlah 2.000 jiwa, disusul Klaten 1.145 jiwa, Boyolali 408 jiwa, dan Sragen 366 jiwa.
Tuan dan nyonya kulit putih itu berkeluarga dan tinggal di antara etnis Jawa dan lainnya, namun tetap mempertahankan cara hidup lama, sehingga membuat mereka lebih sensitif. Mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan gaya hidup Indis di lingkungan yang baru.
Susanto dalam Nuansa Kota Kolonial Surakarta Awal Abad XX: Fase Hilangnya Identitas Lokal, 2017, masyarakat Indis di Surakarta sejak 1871 semakin berkembang. Hal itu ditandai dengan banyaknya pendatang baru kaum kulit putih seiring dengan berkembangnya praktik sewa tanah di wilayah kerajaan.
