SOLOPOS.COM - Pakar Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Didit Hadi Barianto, menyampaikan paparan terkait gempa bumi di Pendapa Pemkab Klaten, Selasa (7/6/2022). (Istimewa/Diskominfo Klaten)

Solopos.com, KLATEN — Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menjadi salah satu daerah rawan gempa bumi.

Namun, hingga kini belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan gempa bumi terjadi. Di sisi lain, pihak-pihak terkait berupaya melalui edukasi terkait gempa bumi. Hal itu penting untuk mengurangi risiko bencana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pakar Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta sekalgus Kepala Stasiun Lapangan Geologi Prof R. Soeroso Hadiprawiro Bayat bernama Didit Hadi Barianto menyampaikan itu saat menjadi pembicara pada sosialisasi Potensi Ancaman dan Mitigasi Bencana Gempa Bumi di Pendapa Pemkab Klaten, Selasa (6/6/2022).

Guna mengurangi risiko bencana, kata Didit, warga harus memahami bencana alam gempa bumi mulai dari proses terjadi hingga upaya mitigasi. Menurutnya penting karena hingga kini belum ada teknologi peringatan dini atau early warning system (EWS) gempa bumi.

Ekspedisi Mudik 2024

“Meski zona patahan sudah diketahui, tetapi titik patah di mana tidak bisa diprediksi. Maka dari itu yang perlu ditekankan adalah bagaimana menyikapi bencana ini sehingga melakukan upaya mitigasi mengurangi risiko bencana,” kata Didit.

Baca Juga : Antisipasi Sesar Opak, Konstruksi Jalan Tol Solo-Jogja Diperkuat

Didit menjelaskan gempa bumi tidak berdampak langsung kepada manusia. Korban berjatuhan akibat bencana gempa bumi lantaran tertimpa bangunan roboh.

“Jika melihat catatan sejarah gempa-gempa besar di Pulau Jawa, korban dari bencana gempa bumi terbesar pada 2006. Banyak yang tertimpa bangunan roboh. Namun, di masa lalu hanya warga Belanda yang menjadi korban karena di masa itu hanya warga Belanda yang mampu membangun rumah dengan dinding batu bata. Sementara pribumi dengan kearifan lokal justru aman dari gempa,” jelas Didit.

Ia menjelaskan sudah saatnya masyarakat memperhatikan kekuatan struktur bangunan atau memperkuat bangunan yang sudah berdiri. Hal itu menjadi salah satu upaya mengurangi risiko gempa bumi.

“Membuat bangunan yang kuat itu penting buat semuanya. Atau sekalian bikin bangunan yang ringan. Ya kalau sekarang kondisi bangunan nanggung-nangung, mulai dikuatkan,” ungkap dia.

Baca Juga : Ini Penyebab Gempa Pacitan Terasa sampai ke Wonogiri, Klaten & Jogja

Lalu, upaya apa yang bisa dilakukan ketika gempa bumi terjadi? Didit menyarankan agar orang-orang tak berada di bangunan yang besar.

Menurutnya, tempat aman saat terjadi gempa bumi yakni berada di ruang terbuka. Namun, ketika berada di dalam bangunan, ada beberapa tempat yang bisa digunakan untuk berlindung.

“Ketika berada di bangunan yang besar, biasanya dengan berada di tepi tembok itu yang aman. Kalau gempa itu bisa berbaring menempel tembok. Ketika tembok ambruk selalu ada space [ruang]. Dari pada di tengah bangunan, lebih aman di tepi tembok. Ini di Jepang diajarkan. Kalau ada meja yang kuat, bisa bersembunyi di kolong meja,” tutur Didit.

Sosialisasi terkait gempa bumi diikuti kelompok sukarelawan serta perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD). Mereka mengikuti sosialisasi secara daring maupun luring.

Baca Juga : Ini Pusat Gempa Pacitan M 4,8 Terasa di Trenggalek, Wonogiri, & Jogja

Sekretaris BPBD Klaten, Nur Tjahjono Suharto, menjelaskan kegiatan itu digelar lantaran Klaten termasuk daerah rawan gempa. “Sosialisasi bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam menghadapi bencana gempa bumi terutama untuk pengurangan risiko bencana,” kata Nur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya