SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pagi itu, 27 Mei 2006, Retna Heryanti, mahasiwi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) terbangun di tempat kosnya, Jebres, Surakarta. Niat awal Retna adalah bergegas menuju kampus, sayangnya urung.

Tepat pukul 05.30 WIB, tiga puluh menit setelah ia bangun, bumi bergoyang. Lampu tempat kosnya bergerak cepat meski tak ada angin. Sontak seluruh penghuni kos riuh berhamburan keluar. “Gempaaa…gempaaa,” teriak mereka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah gempa reda, Retna dan teman-teman mencari informasi dari televisi. Sayangnya pesawat televisi tak mampu menangkap sinyal. Baru tiga puluh menit kemudian satu channel menayangkan informasi gempa yang baru saja terjadi telah meluluhlantakkan Jogja, Bantul dan seputaran Klaten.

Tentu saja Retna terkejut bukan kepalang. Ia teringat keluarga di kampung halamannya di Pedusunan Kraton, Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul. Telepon pada ayahnya, Sarindi, 53 tak kunjung tersambung. Ia dan kakaknya lantas bergegas pulang ke Bantul.

“Tapi sulit sekali. Tak ada bus yang mau menuju Jogja, karena isu Tsunami terlanjur menyebar. Biasanya biar cepat, kami pakai bus Jogja Surabaya, tapi tak ada. Kami pun pakai bus seadanya,” ujarnya saat ditemui Harian Jogja di rumahnya Jumat (27/5) kemarin.

Di sepanjang perjalanan, pikirannya tak karuan. Terlebih ketika bus melewati Klaten. Rumah- rumah pada hancur dan ambulans yang membawa korban hidup dan meninggal lalu lalang. Ada sekitar dua jam Retna dan Sari menunggu bus di Terminal Tirtonadi. ”Akhirnya kami berangkat pukul 09.00 WIB, perjalanan lama sekali. Biasanya satu jam, ini dua jam,” ungkapnya.

Setibanya di Terminal Giwangan kembali ia bingung karena tak ada kendaraan, beruntung kakaknya yang berada di Kulonprogo berhasil dihubungi dan menjemputnya. Lebih lega lagi ternyata keluarganya di Bantul selamat dari gempa.
Saat gempa itu dari sekian rumah yang dihuni oleh sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) hancur semua. Hanya dua yang masih tersisa. Bambanglipuro termasuk daerah terparah akibat gempa berkekuatan 5,6 skala Richter (SK) itu.

Lain dulu, lain sekarang. Ketika memasuki desa tersebut, terlihat beberapa rumah yang sudah baru, bahkan ada yang masih belum selesai dan berniat untuk menambahi ruang lain dalam bangunan rumah itu. Rumah milik Lurah Mulyodadi Nur Susanto menjulang tinggi karena bertingkat dua.

Dengan adanya gempa itu, ujar Retna, warga dapat memiliki rumah yang bagus. Bahkan jika dulu ada yang anak masih ngindung di rumah orang tuanya, kini telah memiliki rumah sendiri. ”Kalau dulu hanya punya satu rumah untuk beberapa kepala, sekarang sudah ada yang punya dua rumah,” ujarnya.

Pengalaman bencana itu menjadikan Retna terjun dalam sebuah Forum Penanganan Risiko Bencana (FPRB) di Mulyodadi. Hatinya tergelitik ketika mendengar ucapan dari seorang aparat desa, yang mengatakan, ”kalau ada bencana ya pasrah aja.”

Padahal menurut Retna, Bambanglipuro adalah wilayah zona merah. “Jika terjadi gempa di titik yang sama, Bambanglipuro rawan. Oleh karena itu, kesadaran pada gempa harus disadarkan kepada warga,” terang Sekretaris FPRB Mulyodadi itu.

Forum itu belum lama aktif, baru pertengahan 2010 setelah ada bantuan dari sebuah lembaga nonpemerintah. Kemudian pada Desember 2010, sudah terbentuk relawan di tingkat desa yang jumlahnya mencapai 40 orang yang berasal dari warga setempat.

Lalu, program yang belum tergarap adalah pemberdayaan terhadap ibu-ibu. ”Pernah kami mendapat pelatihan pembuatan tepung dari pisang yang kemudian diolah lagi jadi makanan,namun belum tergarap karena baru fokus pada pembentukan relawan dan terbatasnya anggaran,” jelasnya.

Menurutnya, penduduk di desanya dengan adanya gempa juga malah menumbuhkan kesadaran ekonomi,kesehatan, dan pendidikan. ”Setiap ada penyuluhan, tingkat kehadiran tinggi. Hal ini karena ketika gempa banyak orang/lembaga yang masuk desa memberikan pengetahuan,” tandasnya. Besar harapan Retna untuk dapat membangun desanya menjadi desa siaga, desa yang benar- benar siaga bencana dan bangkit dari keterpurukan ekonomi.(Wartawan Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya