Solopos.com, JAKARTA — Gempa tektonik sebesar 5,2 Skala Richter yang terjadi di sebelah tenggara Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), Sabtu (13/10/2018) pukul 11.34.16 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa ini terjadi akibat subduksi lempeng laut Maluku.
Subduksi terjadi karena pertemuan dua lempeng berbeda massa jenis sehingga lempeng yang lebih berat akan menunjam ke bawah lempeng lainnya. Zona subduksi biasanya diwarnai deretan gunung berapi atau terjadi gempa bumi.
Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024
Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, yang dibagikan Stasiun Geofisika Winangun, Kota Manado, dalam grup percakapan BMKG, PVMBG, dan Stakeholder, menyebutkan bahwa gempa tersebut terjadi pada koordinat episenter 1.36 LU dan 125.46 BT. Titik itu berada di laut pada jarak 38 kilometer arah tenggara Bitung dengan kedalaman 115 kilometer.
Berdasarkan laporan dari masyarakat dampak gempa itu dirasakan di daerah Kota Bitung dan Tondano (Kabuaten Minahasa) pada skala III MMI, Kota Manado pada skala II MMI, dan Airmadidi (Kabupaten Minahasa Utara) juga pada skala II-III MMI. Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan.
Dia menjelaskan, gempa bumi Laut Maluku ini jika ditinjau dari kedalaman hiposenternya merupakan jenis gempa menengah. Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi ini memiliki mekanisme sesar oblique naik (oblique thrust).
Hingga pukul 12.10 WIB, dari hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock). “Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” kata dia.
BMKG menyatakan gempa ini tidak berpotensi tsunami.
llustrasi proses subduksi (en.wikipedia.org)