SOLOPOS.COM - Sultan Hamengku Buwono X (dok)

Harianjogja.com, JOGJA-Jawaban Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi istilah dan makna gelar Khalifatullah yang melekat pada Raja Kraton Kasultanan Ngayogyakarta pada rapat paripurna Rabu (13/11/2013) lalu, dianggap belum mewakili pernyataannya sebagai Raja.

Pembahasan mengenai pemaknaan gelar tersebut kembali alot di rapat Panitia Khusus (Pansus) tentang Perubahan Peraturan Daerah No 1/2013 tentang Tata Cara Penyusunan Perda Istimewa di DPRD DIY, Kamis (21/11/2103). Atas kondisi itu, Pansus sepakat untuk menanyai langsung kepada Sultan. “Entah mau ditemui di Gedong Jene, Srimanganti atau di mana,” kata Ketua Pansus Putut Wiryawan.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Politisi Partai Demokrat itu juga mengusulkan agar jatah kunjungan kerja (kunker) Pansus ke luar Jawa selama empat hari dapat dioper untuk melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri yang mengevaluasi perda tersebut.

Sebagaimana diketahui, Kemendagri sebelumnya memberikan enam klarifikasi pada Perda itu. Satu di antaranya, evaluasi terhadap penjelasan umum alinea tiga dalam Perda tersebut yang menjabarkan gelar Khalifatullah. Atas penjabaran makna Khalifatullah sebagai Wakil Allah, pengemban amanat Allah dan mandataris Allah SWT, Kemendagri berpendapat makna itu diskriminatif. Padahal, sesuai pasal 6 huruf a UU No 12/2011 tentang pembentukan perundang-undangan, Perda tidak boleh bertentangan dengan kebhinekaan.

Selain itu, Putut mengusulkan Pansus untuk mengundang berbagai nara sumber tata negara untuk menengahi mengenai penjabaran makna gelar Khalifatullah pada Perda tersebut. Fraksi PAN yang getol menolak evaluasi Kemendagri itu sepakat dengan usulan menemui langsung Sultan. “Kalau jawaban Sultan lalu kan sebagai gubernur,” kata Ketua Fraksi PAN, Arif Noor Hartanto.

Namun, Isti’anah Zainal Asikin yang juga anggota Fraksi PAN meminta agar Pansus mempertimbangkan soal jatah Kunker yang dioper tersebut, karena dengan konsultasi ke Jakarta perhitungannya adalah kunker dalam Jawa yang sesuai dengan aturannya cuma tiga hari. “Dikiranya nanti oleh anggota luar Pansus, Pansus mengambil bagian dari kunker,” katanya.

Ia pun meminta Pansus untuk memperhitungkan anggaran yang dikeluarkan untuk mengundang narasumber  karena sekali memanggil narasumber menurut dia, biaya bisa lebih Rp5 juta. “Amplopnya Rp5 juta. Belum tiket pulang perginya,” ujarnya.

Sekretaris Daerah Pemda DIY, Ichsanuri yang hadir dalam rapat Pansus menyatakan sepakat untuk menemui langsung Sultan, sekalipun tak lugas dia ungkapkan. Kepada peserta Pansus, ia menyatakan pendapat agar permasalahan tersebut diposisikan seperti yang ia lakukan ketika ingin mengetahui makna nama Sumadi, Kepala Biro Hukum Pemda DIY, yang duduk di sebelahnya saat Pansus berlangsung. “Ketika saya tanya, artinya Su itu ditata. Madi itu baik,” ujarnya.

Dalam rapat paripurna Rabu (13/11/2013) lalu, Sultan mengatakan bahwa pemaknaan gelar Sultan Hamengku Buwono tidak perlu dijelaskan dalam Perda, karena sudah tercantum dengan jelas dalam ketentuan UU 13/2012 tentang Keistimewaan. Dalam ketentuan itu, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya cukup disebut Sultan Hamengku Buwono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya