SOLOPOS.COM - Ketua Paguyuban Developer Soloraya, Oma Nuryanto saat ditemui dalam kegiatan Bimtek di Hotel Brother, Solo Baru, Rabu (21/9/2022). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri).

Solopos.com, SUKOHARJO — Paguyuban Developer Soloraya mengeluhkan soal sulitnya pengurusan Persetujuan Bangunan gedung atau PBG (dulu bernama izin mendirikan bangunan atau IMB).

Hal itu mereka sampaikan dalam acara bimbingan teknis perihal perizinan di Hotel Brother, Sukoharjo, Rabu (21/9/2022).

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Bimtek dihadiri pembicara dari lima dinas di Sukoharjo yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Kantor Pertanahan atau Kantah Sukoharjo.

Ketua Paguyuban Developer Soloraya, Oma Nuryanto mengatakan kegiatan dilakukan untuk mendalami masalah perizinan. Mengingat saat ini perizinan online tidak berjalan mulus sesuai harapan pengembang terutama PBG.

“Kami menekankan izin PBG yang saat ini banyak kendala dan keluhan yang kami rasa seolah terkatung-katung tidak ada ujungnya, prosesnya lama sekali. Itu sangat menghambat kami selaku pengusaha developer yang notabenenya ada pengembang sampai satu tahun lebih izin tidak keluar,” keluh Oma saat ditemui di lokasi kegiatan.

Baca juga: IMB Dihapus Diganti Izin PBG, Apa Itu?

Menurutnya hal itu sangat memberatkan, mengingat pengembang sangat membutuhkan PBG apalagi pengembang fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang tanpa PBB itu tidak bisa akad dengan pembeli.

Padahal PBG itu sudah menjadi keputusan Kementerian Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPERA).

Karena hal itu pihaknya menyarankan anggota paguyuban yang terdiri atas lintas asosiasi dan beberapa broker dan sejenisnya termasuk supplier bahan bangunan untuk ikut serta di Bimtek, salah satunya perbankan.

“Kendala kami memang PBG karena dari dinas terkait belum ada aturan yang pasti. Misalnya izin untuk perumahan pribadi, SOPnya belum ada, belum baku. Misalnya syaratnya 1,2,3,4,5,6 kami setiap ajukan izin nanti ada revisi,” terangnya.

“Revisinya 1,2,3, setelah revisi kami betulkan nanti minta lagi direvisi 4,5,6, nanti kami penuhi [revisi lagi] ke [poin] yang lainnnya lagi, kami bingung,” imbuhnya.

Baca juga: Paguyuban Developer Gelar Pameran, Targetkan Transaksi Rp100 Miliar

Menurutnya perihat tidak adanya kepastian waktu juga berpengaruh dengan argo perbankan yang setiap bulannya terus berjalan. Belum lagi aturan lahan sawah dilindungi (LSD) yang menjadi momok karena dianggap tumpang tindih dengan Perda rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Sementara proses normal perizinan di luar PBG, misalnya proses pecah nama hanya membutuhkan waktu satu bulan. Sedangkan proses untuk LSD dan PBG tidak ada batas waktu kepastian.

“Harusnya dengan online ini bisa cepat tetapi pada kenyatannya karena belum ada aturan yang baku kami juga sebagai pemohon masih meraba-raba dan menjadi kebingungan. Karna sistem online ya kami tidak tahu keterlambatannya dari pusat atau daerah yang jelas kami kejarnya ke DPUPR,” ujarnya.

Sementara tersendatnya proses perizinan itu tidak hanya mempengaruhi pengembang namun juga berdampak pada perbankan.

Hal itu seperti disampaikan Deputi Vice Manager Bank Tabungan Negara (BTN) Solo, Emon Subiantoro. Dia mengatakan lambatnya perizinan khususnya terkait perumahan KPR subsidi menjadi permasalahan krusial dalam proses pembiayaan perumahan.

Baca juga: Begini Beragam Dukungan Memiliki Rumah Layak Huni

“Kalau di tempat kami proses permohonan user atau pengembang nantinya akan kami terbitkan [Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit] SP3K. SP3K ini juga ada masa berlakunya selama tiga bulan kalau lewat dan PBG tidak terbit maka itu akan hangus, harus mengulang proses lagi dari nol,” kata Emon.

Namun menurut Emon, usai kegiatan itu DPUPR telah menyampaikan jika Perda perihal PBG itu akan segera diluncurkan. Hal itu menjadi angin segar bagi perbankan dan tentunya pengembang.

Diberitakan sebelumnya Kepala DPUPR Sukoharjo, Bowo Sutopo Dwi Atmojo, beberapa waktu lalu mengatakan masih menunggu payung hukum perihal PBG.

“Hingga sekarang, kami belum menerbitkan PBG karena masih menunggu payung hukum di daerah. Bisa berupa peraturan bupati (Perbup), sembari mempelajari secara seksama poin-poin dalam aturan PBG secara detail,” kata Bowo.

Baca juga: Perumahan di Pinggiran Kota Jogja Kian Masif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya