SOLOPOS.COM - Patung Tan Kwe Wie dan Oei Ing Kiat di Klenteng Gie Yong Bio (Facebook/Klenteng LASEM)

Solopos.com, REMBANG — Geger Pecinan adalah peristiwa pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda oleh kelompok keturunan Tionghoa dan pribumi Jawa pada 1740. Kejadian ini disebabkan pembantaian lebih dari 1.000 orang etnis Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) oleh pemerintah kolonial Belanda yang sebelumnya terjadi pada 1727.

Salah satu tokoh Tionghoa yang ikut andil dalam peristiwa ini ini adalah Oei Ing Kiat, Adipati Lasem (Lasem sekarang menjadi kota kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah) pada periode 1727-1743. Dihimpun dari Wikipedia, Senin (31/1/2022),  Oei Ing Kiat diangkat menjadi Adipati Lasem oleh Pakubuwono II, menggantikan Raden Panji Margono yang merupakan keturunan trah Lasem (Prabu Tedjakusuma V),  dengan gelar Tumenggung Widyaningrat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Melalui kepemimpinannya, Oei Ing Kiat menerima para pengungsi keturunan Tionghoa yang merupakan korban pembantaian pemerintah kolonial Belanda di Batavia. Dia memberikan izin kepada mereka untuk membangun perkampungan baru di tepi Sungai Kemandung Karangturi.

Baca juga: Gus Dur, Tahun Baru Imlek, dan Perayaan Keindonesiaan

Melawan Belanda

Sementara itu, dilansir dari sebuah karya literasi di journal.unnes.ac.id,  berawal dari sanalah Geger Pecinan di Jawa Tengah dimulai. Yakni dengan bersatunya orang-orang Lasem, baik dari kalangan pribumi dan kalangan Tionghoa untuk bersatu melawan pemerintah kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan kompeni. Ditambah adanya afiliasi Pakubuwono II dan Amangkurat II, Sultan Keraton Kartasura (pecahan Kerajaan Mataram Islam) dengan kompeni yang semakin menyulut kebencian mereka.

Hingga akhirnya disepakati untuk mengangkat tiga pemimpin pemberontahakan melawan kompeni (VOC), yaitu Raden Panji Margono yang menyamar sebagai seorang Babah (peranakan Tionghoa-Jawa) dengan nama Tan Piang Ciang, kemudian ada tokoh babah lainnya yaitu Tan Kee Wie, seorang  ahli kungfu dan juragan bata yang darmawan, lalu ada Raden Tumenggung Widyaningrat atau Oei Ing Kiat, Adipati Lasem

Saat itu, tangsi Belanda di pusat kota Rembang diserang dari dua arah, yakni darat dan lautan. Kelompok penyerangan dari laut dipimpin oleh Tan Kee Wie dan kelompok penyerang jalan kaki dipimpin oleh Raden Panji Mergono atau Tan Piang Ciang dan Oei Ing Kiat. Strategi darat dan laut ini dinilai paling cocok bagi kondisi wilayah di pantai utara (pantura) Jawa yang sudah dikenal sejak masa peperangan zaman Kerajaan Majapahit.

Baca juga: Menengok Kelenteng Tertua di Semarang dan Sejarah Berdirinya

Hingga akhirnya dengan dibantu oleh pemberontak dari Dresi dan Jangkungan, mereka menyerang tangsi Belanda di Rembang hingga berhasil ditaklukkan dan membuat pihak Belanda banyak yang terbunuh dan sebagian besar lainnya berhasil melarikan diri. Strategi ini berubah saat akan menyerang markas VOC atau kompeni di Juwana dan Jepara.

Rombongan pertama menuju pelabuhan Juwana dipimpin oleh Oei Ing Kiat dan Raden Panji Margono atau Tan Piang Ciang, sedangkan armada yang kedua menuju Jepara dipimpin oleh babah Tan Kee Wie bersama pemberontak Dresi dan Jangkungan. Ketika sampai di pesisir Tayu, mereka mendapat tambahan rombongan Tionghoa dari Tayu, namun sayangnya baru mendekati Pulau Mandalika, perahu-perahu Lasem sudah dihujani meriam yang menyebabkan Tan Kee Wie bersama beberapa rombongan tewas di tengah laut, tepatnya pada 5 November 1742.

Pasukan yang tersisa melarikan diri dan melakukan perlawanan lewat darat. Walaupun tinggal sedikit, mereka berhasil membunuh tentara Belanda dan merampas senjatanya. Meskipun demikian, karena kekurangan pasukan, mereka batal menyerang tangsi di Jepara dan kembali ke Lasem. Sementara itu Oei Ing Kiat dan ayahnya Raden Panji Margono atau Tan Piang Ciang bergerak ke barat dengan menyerang tangsi Belanda yang ada di sebelah timur Sungai Juwana dan berusaha menguasai lalu lintas dermaga.

Gugur Dalam Perang

Patung Raden Panji Margono di Klenteng Gie Yong Bio (Facebook/Lasem)

Baca juga: Misteri Akhir Hayat Pengusaha Terkaya Asia Semarang: Warisan Disita

Penyerangan kali ini dilakukan oleh kelompok Tionghoa dibantu oleh pasukan dari Purwodadi, Jaken dan Blora. Kota Juwana saat itu dikepung dari dua jurusan, sebelah timur oleh laskar Lasem dan dari sebelah utara dari pasukan bala bantuan dari Purwodadi, Jaken,dan Blora.

Pada 1750, Raden Panji Margono atau  Tan Piang Ciang dan Oei Ing Kiat gugur dalam perang melawan kompeni dan atas kegigihan mereka dalam perang Geger Pecinan atau yang dikenal dengan sebutan Perang Kuning, ketiga pemimpin perang ini menjadi sosok yang dihormati hinnga sekarang di mana patung mereka diabiadikan di Klenteng Gie Yong Bio yang ada di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Patung Oei Ing Kiat dan Tan Kwe Wie ditempatkan di satu tempat yang sama, sedangkan Raden Margono berada di ruangan yang berbeda.

Sementara itu, Oei Ing Kiat dan Tan Kwe Wie mendapat gelar kehormatan khas panglima Tiongkok, yaitu Chen Huang Er Xian Sheng yang  memiliki arti “Dua Tuan Terhormat dari Keluarga Chen dan Huang”. Chen dan Huang merupakan marga; Er memiliki arti dua; Xian Sheng memiliki arti tuan. Dalam logat Hokkien, gelar itu disebut Tan Oei Ji Sian Seng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya