Bulan Puasa tidak mengurangi semangat untuk memperingati hari ulang tahun kemerdekan RI, tak terkecuali Jon Koplo, pemuda aktif di kampungnya, daerah Mojosongo, Solo. Oleh Pak RW, waktu itu Koplo ditunjuk sebagai komandan upacara bendera.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Hari demi hari diisi oleh Jon Koplo dengan konsentrasi latihan serta persiapan kostum sebagai komandan upacara.
Setiap jagongan atau ketemu orang ia selalu pamer kalau dialah yang akan jadi komandan upacara 17 Agustus.
“Oalah Plo, Plo. Baru jadi komandan upacara tingkat RW saja sombong. Yang wajar-wajar sajalah,” kata salah seorang warga saking bosannya mendengar ocehan Koplo.
“Ah, kamu sirik aja sih karena bukan kamu komandannya,” jawab Koplo.
“Ingat, itu amanah, jangan main-main…” timpal Lady Cempluk salah satu panitia.
“Weh, Cempluk ikut nimbrung ta? Oke darling, aku tak diam, tapi nanti aku difoto ya, mau tak besarkan dan tak pasang di ruang tamu,” jawabnya.
Hari-H pun tiba. Semua petugas dan peserta upacara sudah hadir di lapangan. Bahkan tamu undangan dari kelurahan juga sudah siap. Semakin banggalah Jon Koplo.
Upacara pun dimulai. Sejak awal semua berjalan lancar, baik pengibaran Sang Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, maupun pembacaan teks proklamasi. Namun ketika protokol Gendhuk Nicole memberi aba-aba, ”Penghormatan kepada pembina upacara, dipimpin oleh komandan upacara…!” Dengan lantang dan mantap Koplo memberi aba-aba, “Kepada, arwah para pahlawan… Hormaaattt… Grak!”
Apa yang terjadi Saudara-Saudara? Upacara yang tadinya khidmat itu pun buyar. Para peserta upacara pada ngguyu kepingkel-pingkel, kecuali Pak RW, sang Pembina upacara yang hanya bisa tersenyum kecut.
Dikirimkan ke JIBI/SOLOPOS
Oleh Saptono
Bibis Baru, Banjarsari, Solo.