SOLOPOS.COM - Suasana tradisi Gebyuran Bustaman di Kampung Bustaman, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Minggu (27/3/2022). (Solopos.com-Imam Yuda S.)

Solopos.com, SEMARANG — Berbagai tradisi digelar warga di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), untuk menyambut bulan suci Ramadan, salah satunya adalah Gebyuran Bustaman.

Gebyuran Bustaman adalah tradisi unik yang digelar warga Kampung Bustaman di Kota Semarang untuk menyambut bulan puasa. Tradisi ini hampir mirip dengan padusan, atau ritual menyucikan diri dengan air sebelum menjalankan ibadah puasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meski demikian, tradisi padusan ala warga Bustaman ini digelar dengan ritual yang unik. Gebyuran Bustaman digelar dengan ritual ‘perang air’ menggunakan bungkusan plastik yang telah diisi dengan air berwarna-warni dan dilemparkan warga kepada setiap orang yang ditemui.

Baca juga: Padusan di Klaten Ditiadakan, Dilema Tradisi dan Komoditas Pariwisata

Acara yang digelar Minggu (27/3/2022) itu pun berlangsung seru. Anak-anak hingga orang dewasa yang bermukim di kampung tersebut terlibat dalam tradisi yang mirip dengan padusan itu.

Tokoh masyarakat Kampung Bustaman, Hari, mengatakan tradisi Gebyuran Bustaman sudah ada sejak tahun 1743. “Tradisi ini digelar untuk menghormati Kiai Bustaman yang membuat sumur di kampung ini. Sampai saat ini sumur itu masih digunakan warga,” jelas Hari kepada wartawan di Semarang, Minggu.

Hari mengatakan awalnya tradisi Gebyuran Bustaman dilakukan dengan melemparkan air yang diambil dari sumur tua itu dengan gayung. Namun seiring perkembangan zaman, gayung tersebut diganti dengan kantong plastik.

“Meski berubah, tapi maknanya masih sama. Masih sama meriahnya,” imbuh Hari.

Menurut Hari, tradisi gebyuran dimaknai warga sebagai proses penyucian diri untuk menyambut Ramadan. Sama halnya dengan tradisi padusan yang lazim dilakukan masyarakat di wilayah Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sehari menjelang puasa.

“Istilahnya penyucian, dengan badan basah dan diguyur air, kesalahan dan dosa ikut luntur. Tradisi ini juga menjadi kebanggaan warga,” tambahnya.

Baca juga: Menikmati Gule Bustaman, Kuliner Daging Kambing Khas Semarang

Seorang warga Bustaman Semarang, Endang, 51, mengatakan mengatakan Gebyuran Bustaman menjadi tradisi yang ditunggu-tunggu warga, terutama umat Islam, menjelang bulan Ramadan. Bahkan, menurutnya menyambut bulan puasa tanpa Gebyuran Bustaman terasa tidak lengkap.

Meskipun, tradisi ini dilakukan dengan cara ‘perang air’ atau saling lempar bungkusan plastik berisi air. Namun, warga yang terkena lemparan tidak marah dan justru tertawa riang sambil membalas lemparan air tersebut.

“Kami senang, tidak ada yang marah saat terkena lemparan bungkusan air. Semua warga Bustaman ikut dalam tradisi ini,” ujar Endang.

Tradisi Gebyuran Bustaman di Kampung Bustaman Semarang ini digelar pada Minggu sore sekitar pukul 15.30 WIB, ditandai dengan bunyi bedug. Tepat pukul 17.00 WIB, tradisi ini juga diakhiri dengan bunyi bedug. Seusai acara warga makan bersama hidangan gule khas Bustaman yang sudah menjadi kuliner khas Kota Semarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya