SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kita boleh mengacungkan jempol atas kreativitas dari Pemerintahan Kota (Pemkot) Jogja dalam memangkas kaum pengangguran di wilayahnya. Periode 10 Juni lalu, gebrakan ekonomi cerdas itu dimulai, dengan meluncurkan Program Padat Karya Produktif (PPKP) untuk menyerap sekitar 184.800 penganggur dan semi-penganggur yang ada di Kota Gudeg ini.

Program yang melahap dana tidak kurang Rp3,4 miliar ini akan berlangsung di 21 kelurahan. Fokus utamanya adalah pengembangan usaha ekonomi produktif. Adapun kegiatan yang digarap adalah pembuatan sarana pertanian dan pengelolaan sampah biopori, budidaya ikan lele, usaha warung makan, ternak ayam, kerajinan batik, serta konfeksi. Program itu akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing kelurahan.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Nantinya, pelaksanaan PPKP ini akan dibagi dalam tiga tahap. Masing-masing tahap akan berlangsung selama 40 hari di tujuh kelurahan. Pada tahap awal akan dilaksanakan di Kelurahan Tahunan, Mantrijeron, Prenggan, Suryatmajan, Notoprajan, Gedongkiwo, dan Brontokusuman.    

Sementara itu, untuk tahap kedua dan ketiga bakal diadakan di 14 kelurahan lainnya. Inilah bentuk jawaban Pemkot atas tantangan dalam mengupayakan pertumbuhan dan kemajuan ekonomi daerah.

Kail bukan Ikan
Dalam proyek pemberdayaan kaum pengangguran ini, Pemkot Jogja sudah berupaya untuk mengentaskan kemiskinan, tidak hanya sekadar memberikan bantuan tunai, yang seringkali justru meninabobokkan orang-orang miskin. Bantuan langsung semacam bantuan langsung tunai (BLT) tanpa ada pembinaan sama sekali, misalnya, justru akan merusak mental orang yang menerimanya.

Biasanya, para penerima BLT justru terus menggantungkan diri pada mekanisme semacam ini, dan itu berlangsung secara terus menerus.

Nah, paket PPKP itu justru diberikan dalam bentuk kegiatan ekonomi, yang akan melatih masyarakat untuk berswadaya dan mandiri, sehingga mereka tidak akan terus menerus terjebak dalam program karitas semacam BLT.

Secara mental, masyarakat sebagai pemilik proyek akan dididik untuk mandiri. Program ini ditujukan agar masyarakat terberdayakan, dan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Disinilah, Pemkot Jogja tidak hanya memberi ikan, melainkan menyiapkan  kail. Tujuannya adalah mengangkat derajat dan martabat mereka.

Dengan diberi kail atau bukan sekadar ikan, masyarakat nantinya tidak akan terjebak dalam budaya dan mental pengemis, yang terus meminta-minta dan mengandalkan bantuan tunai dari pemerintah, tanpa pernah berpikir untuk bekerja keras dan cerdas. Program semacam ini jelas bagaikan oase yang muncul di tengah terik-kerontangnya padang pasir yang selama ini tidak pernah mendapat siraman air yang memadai.

Jelas, program menarik semacam ini hendaknya bisa memancing minat pemda lainnya di seperti Pemkab Sleman, Bantul, Gunungkidul, dan Kulonprogo, serta lebih luas untuk pemda-pemda lainnya di Indonesia.

Intinya paket PPKP yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kreativitas ekonomi masyarakat lokal, sangat dibutuhkan masyarakat setempat, di tengah kesumpekan mereka akibat ketiadaan kegiatan/pekerjaan selama ini.

Tentunya, kreativitas dan kegiatan ekonomi yang selama ini menjadi andalan di daerah tertentu, bisa dimaksimalkan potensinya melalui kegiatan ekonomi padat karya semacam PPKP di atas. Bayangkan, para pelaku UKM di kawasan DIY selama ini sudah dikenal dengan ekonomi kreatifnya.

Nah, potensi inilah yang perlu terus digali dan dikembangkan, sehingga menjadi sebuah kawasan usaha terpadu, yang nantinya mampu menjadi sentra-sentra (pusat) kegiatan ekonomi yang membuncah ke tingkat nasional.

Untuk lebih mengakselerasi kegiatan padat karya ini, dibutuhkan dana yang cukup besar. Oleh sebab itu, penggalian sumber-sumber dana (kegiatan fund raising) perlu lebih dipikirkan lagi. Dana-dana yang dikucurkan untuk membiayai proyek PPKP di atas, hendaknya tidak hanya sebatas itu.

Pemkot Jogja dan juga empat pemda lainnya di DIY, hendaknya bisa mengupayakan dana bergulirnya menjadi lebih besar lagi. Kalau perlu dan dinilai layak, Pemprov DIY bisa dilibatkan untuk mendanai proyek-proyek yang sudah berjalan baik.

Bahkan untuk sentra kegiatan ekonomi yang sudah mulai membesar, bisa dijadikan semacam pilot project, yang nantinya bisa ditiru oleh pemda-pemda lainnya di Indonesia. Karena alasan inilah dukungan beberapa lembaga pembiayaan yang memiliki perhatian untuk menggarap UKM, sangat dibutuhkan.

Misalnya dengan paket bantuan usaha berbunga murah. Pemprov dan pemda atau pemkot bisa menggandeng PT Permodalan Nasional Madani (PNM) atau BPD DIY untuk bisa membantu pergerakan ekonomi kaum marjinal ini

Yang pasti, kegiatan ekonomi di atas, akan semakin menggulirkan kegiatan ekonomi di wilayah DIY. Tentunya, upaya Pemkot Jogja itu harus didukung bersama. Terlebih di tengah-tengah semakin membuncahnya jumlah kaum pengangguran di kota atau kabupaten di DIY.

Menurut data resmi, Pemkot Jogja menyebutkan, pada 2005 angka pengangguran di kota Jogja mencapai 26.864 orang. Jumlah itu naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 18.964 orang. Sebanyak 15.315 orang merupakan lulusan perguruan tinggi (sarjana). Luar biasa bukan pekerjaan rumah itu…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya