SOLOPOS.COM - Ilustrasi perangkat desa. (Antara)

Solopos.com, SRAGEN -- Anggota Praja Sragen melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara atau PTUN. Gara-garanya, anggota Praja tersebut merasa dirugikan dengan surat keputusan (SK) pensiunnya sebagai perangkat desa (perdes).

Praja menduga ada yang salah dalam SK tersebut yang berdampak pada ketidakadilan bagi perdes yang bersangkutan. Ketua Praja Sragen Sumanto saat ditemui Solopos.com di Balai Desa Kebonromo, Ngrampal, Sragen, Senin (29/3/2021), mengatakan gugatan didaftarkan pada Senin.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dalam hal ini, anggota Praja tersebut mendapat pendampingan dari Biro Konsultasi Bagian Hukum (BKBH) salah satu universitas swasta di Solo. Sumarno menerangkan sebelumnya BKBH sempat ke Pemkab Sragen untuk menyelesaikan polemik SK pensiun itu. Tetapi karena tidak ada penyelesaian akhirnya gugatan ke PTUN tetap jalan.

Baca Juga: Ditangkap Di Indekos, Warga Laweyan Solo Jadi Tersangka Jual Beli Satwa Dilindungi

“Kalau versi kami SK pensiun itu merupakan pemangkasan masa kerja perdes. Kami mencatat ada 11 desa yang mengeluarkan SK pensiun itu tetapi kami mengambil sampel dua desa. Satu desa di wilayah Kecamatan Sidoharjo dan satu desa di Kecamatan Sumberlawang untuk dijadikan materi gugatan ke PTUN,” ujar Ketua Praja Sragen itu.

Sumanto melihat persoalan SK pensiun itu bukan kesalahan kepala desa (kades) karena kades melakukan pekerjaan atas perintah pejabat di atasnya. Ia menerangkan gugatan itu dilakukan personal tetapi didukung Praja.

Sumanto banyak menerima aduan kasus terkait perdes karena selama ini Praja yang memperjuangkan nasib perdes. Ia mencontohkan di salah satu desa ada perdes yang sejak diangkat menjadi bayan ternyata dapat SK pensiun pada usia 60 tahun. Seharunya sesuai SK penangkatannya ia diberhentikan pada usia 65 tahun.

Baca Juga: Pascaaksi Bom Bunuh Diri Makassar, Polres Sukoharjo Datangi Tokoh-Tokoh Ormas Keagamaan

Surat Kemendagri

“Ada desa yang awalnya menerima SK dengan masa kerja 65 tahun tahu-tahu SK itu dicabut dan diganti SK baru dengan masa kerja sampai usia 60 tahun. Ini kan aneh. Ada lagi perdes yang diangkat pada umur 60 tahun lebih tiga bulan. Sekarang umur perdes itu 63 tahun lebih enam bulan. Perdes itu mau dipensiunkan untuk umur 60 tahun, kan aneh lagi dan kebijakan yang dipaksakan,” katanya.

Sumanto menunjukkan surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 8 Maret 2021 yang menguatkan posisi masa kerja sesuai SK pengangkatannya. Ia menjelaskan SK pengangkatan itu adalah pengangkatan dari masyarakat biasa diangkat menjadi perdes.

Perdes yang diangkat sebelum 2000, masa kerjanya sampai usia 65 tahun karena mengacu pada Perda Tahun 1981. Sementara perdes yang diangkat setelah 2000, masa kerjanya sampai usia 60 tahun karena mengacu Perda Tahun 2000.

Baca Juga: Heboh, Burung Hantu Masuk Toko Pakaian Di Sukoharjo Bikin Karyawan Ketakutan

Sumanto mengatakan gugatan Perdes Sragen ke PTUN itu bukan masalah menang atau kalah tetapi upaya melawan kebijakan yang merugikan perdes. “Kami mencari keadilan karena upaya dialog sudah tertutup. Kami sudah siapkan sampai nanti tingkat kasasi,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto tidak mempermasalahkan Praja menggugat ke PTUN. Ia mengatakan persoalan masa kerja itu lebih baik diselesaikan di PTUN daripada mereka menginterprestasikan undang-undang dan aturan secara sepihak.

“SK pensiun itu berlaku ya sejak SK itu dikeluarkan bukan berlaku surut,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya