SOLOPOS.COM - Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Bambang Haryo Soekartono. (Antara-Istimewa)

Solopos.com, SEMARANG — Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menuding penjualan biosolar B30 oleh pemerintah tidak secara signifikan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Bahkan bahan bakar itu berisiko merugikan jika merusak mesin.

"Kami menilai mandatory biosolar B30 dengan tujuan mengurangi impor solar kurang efektif sebab dampaknya relatif kecil terhadap total impor migas," kata Ketua Dewan Pembina Gapasdap Bambang Haryo Soekartono melalui keterangan pers yang diterima Kantor Berita Antara di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/10/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selain kurang signifikan, Gapasdap juga menyebut hal itu justru bisa membahayakan keselamatan transportasi. Ia mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas Indonesia pada 2018 mencapai 50,4 juta ton, sedangkan impor solar sekitar 4,6 juta ton per tahun, artinya kontribusi impor solar hanya 9% terhadap impor migas. Impor migas senilai US$29,81 miliar berkontribusi 18% dari total impor nonmigas yang tercatat US$158 miliar.

Ekspedisi Mudik 2024

Dilihat dari porsi impor solar terhadap total impor nonmigas akan lebih kecil lagi yakni hanya 1,6%. Menurut dia, angka impor itu tidak signifikan dibandingkan dengan potensi kerusakan mesin alat transportasi akibat menggunakan B30, terutama pada truk dan kapal laut.

"Ruang bakar atau mesin kapal akan kotor sehingga muncul viskositas, nosel, dan saringan injektor menjadi rusak, lalu akan muncul sifat detergen yang bisa mengakibatkan mesin kapal mogok. Kondisi ini juga bisa terjadi pada truk yang menggunakan B30," ujarnya.

Apabila kapal dan truk menjadi mogok, lanjut dia, dampak terhadap ekonomi akan sangat besar sebab transportasi barang dan penumpang merupakan urat nadi perekonomian nasional, bahkan kondisi ini mengancam keselamatan transportasi. "Kapal yang mogok di tengah laut akibat mesin mati bisa mengalami stabilitas negatif dan tenggelam. Kejadian ini pernah dialami KMP Senopati Nusantara pada akhir 2006 dan kita tidak ingin terulang," katanya.

Pria yang pernah menjadi anggota DPR itu juga merujuk negara-negara lain yang menerapkan biosolar masih di bawah B10, seperti Argentina dan China maksimal B7, bahkan Malaysia, Australia, dan Kanada hanya menerapkan B5. Bambang Haryo meminta pemerintah tidak mengorbankan sektor transportasi untuk mengakomodasi kepentingan perusahaan kelapa sawit yang kehilangan pasar di Eropa.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya