Gambyong Kolosal Lambang Suka Cita Warga Klaten Sambut HUT

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Dari panggung, Tejo Sulistyo, memberikan insruksi kepada seribuan perempuan yang mengenakan pakaian tari Gambyong di alun-alun <a title="Belajar Hidup Bersahaja dari Mbah Legi Klaten" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180727/493/930348/belajar-hidup-bersahaja-dari-mbah-legi-klaten">Klaten</a>. Mereka diminta berjalan, berbaris, dan memberi hormat kepada para penonton dengan benar dan rampak.</p><p>&ldquo;Ayo cepat-cepat. Yang datang terlambat segera menyesuaikan. Kasihan temannya yang sedari tadi menunggu,&rdquo; perintah penata tari tersebut.</p><p>Sekelompok penari bergegas ke barisan belakang. &ldquo;Yang belakang menyesuaikan depannya supaya lurus,&rdquo; imbuh Tejo.</p><p>Ia memberikan aba-aba agar penari duduk dan dalam empat hitungan harus kembali berdiri dengan pose melebarkan kedua tangan sembari memegang sampur. Perintah berikutnya adalah adegan memberikan salam kepada hadirin dengan menelungkupkan kedua telapak tangan lalu menggerakkannya ke atas agak ke depan kening sembari menundukkan kepala.</p><p>Instruksi Tejo menjadi salah satu bagian dari geladi bersih menit-menit sebelum para penari yang seluruhnya perempuan itu berpentas di hadapan Bupati, Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (Forkompimda), dan masyarakat <a title="Inspiratif, Warga Klaten Ubah TPS Jadi Kebun Sayur" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180724/493/929791/inspiratif-warga-klaten-ubah-tps-jadi-kebun-sayur-">Klaten </a>&nbsp;yang memenuhi sekeliling alun-alun, Minggu (29/7/2018) pagi.</p><p>Seribuan penari itu merupakan peserta event Gambyong Kolosal yang digelar Pemkab Klaten sebagai bagian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-214 Klaten dan HUT ke-73 RI. Gambyong Kolosal itu menghadirkan tiga tarian yakni Tari Pangabekten yang menceritakan bakti seorang anak kepada kedua orang tua. Lalu Gambyong Pare Anom yang lazim untuk menyambut tamu dan upacara adat.</p><p>Pentas ditutup dengan Tari Tayub Wijilan untuk mengekspresikan suka cita rakyat jelata. Tari Gambyong yang dipentaskan secara kolosal menjadi simbol rakyat bersuka cita. Rakyat berkumpul tanpa membedakan status maupun jabatan.</p><p>&ldquo;Dari Tari Gambyong ada pesan pemimpin itu harus membaur bersama rakyat yang sedang bersuka ria. Pemimpin itu harus merakyat,&rdquo; terang Tejo.</p><p>Menjadi bagian dalam Gambyong Kolosal terselip rasa bangga di hati Casta Daltafika Dahyuna Tohar, 14. Pegiat sanggar Sekar Ageng Klaten itu bukan kali pertama ini menarikan Tari Gambyong.</p><p>Namun, ia ingin Tari Gambyong bisa dipentaskan lebih banyak anak tidak hanya setahun sekali. &ldquo;Semoga bisa lebih banyak lagi agenda Tari Gambyong Kolosal. Jangan hanya setiap peringatan hari jadi tapi bisa dalam bentuk lomba-lomba. Ini penting untuk menarik minat generasi muda pada seni tari khususnya Gambyong,&rdquo; ujar siswi kelas IX SMPN 4 Klaten itu.</p><p>Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) <a title="Remaja Klaten Menambang Pasir Tiap Akhir Pekan Demi Kuliah" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180722/493/929480/remaja-klaten-menambang-pasir-tiap-akhir-pekan-demi-kuliah">Klaten</a>, Pantoro, dalam sambutannya menyatakan Gambyong Kolosal digelar menjadi bagian dari peringatan Hari Jadi ke-214 Kabupaten Klaten sekaligus peringatan HUT ke-73 RI. Dari acara itu diharapkan bisa tumbuh rasa kebangsaan dan cinta budaya sendiri.</p><p>Selain itu, acara itu memberi kesempatan berkreasi khususnya seni tari kepada masyarakat. &ldquo;Ada 1.000 penari yang terlibat mulai dari siswa pelajar semua jenjang pendidikan baik SD, SMP, dan SMA sederajat serta sanggar tari di Klaten,&rdquo; ujar Pantoro.</p><p><br /><br /></p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi