SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pemilu--Ribuan kader dan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengikuti kampanye terakhir partai Pemilu 2009 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Ribuan kader dan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengikuti kampanye terakhir partai Pemilu 2009 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Pria berbaju tahanan KPK berwarna putih membungkus kemeja biru motif kotak mendapat sorotan banyak kamera saat di depan Gedung KPK, Rabu (6/2). Ia yang berkumis dan berjanggut sudah ditunggu awak media untuk diberondong sejumlah pertanyaan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) sebagai tersangka kasus suap impor sapi dengan tenang meladeni para wartawan. Ia berdalih tidak menerima suap atas yang dituduhkan KPK dan pihaknya siap membeberkan bukti di persidangan.

LHI menjadi headline media massa nasional dalam beberapa hari terakhir. Publik terperangah, sebagian tak percaya bahwa seorang Presiden PKS yang dikenal partai islami dan bersih terseret kasus suap. Sebelumnya, politisi dari berbagai partai berbasis Islam maupun politisi muslim terjerat kasus korupsi maupun perilaku tak bermoral lainnya.

Badai yang melanda PKS kali ini dikhawatirkan kian menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai Islam. Seperti disampaikan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2012 lalu, partai berbasis massa Islam akan semakin terancam kehilangan pendukung.

Dalam survei itu, lima besar partai didominasi partai nasionalis, yakni secara berturut-turut Partai Golkar, PDIP, Demokrat, Gerindra dan Nasdem. Sementara partai Islam atau berbasis massa Islam seperti PKS, PAN dan PKB hanya mendapat suara di bawah lima persen.

Menurut peneliti di Ma’arif Institute Jakarta, Fajar Riza Ul Haq, tren partai Islam ditinggalkan massa basis muslim sudah terlihat saat ormas dan pemuka agama mulai masuk ke dunia politik praktis pada 1950-an. “Saat itu NU jadi partai, Muhammadiyah mendukung Masyumi,” ujar dia saat berdiskusi bertema Agama Dibajak Politisi? di Balai Muhammadiyah Solo, Kamis (7/2).

Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada tokoh-tokoh agama yang masuk ke dunia politik runtuh. “Akhirnya masyarakat menarik kepercayaan dari partai Islam.”

Ia melihat kian tahun partai berbasis Islam kian hari kian ditinggalkan basis massanya. “Orang muslim apa pilih partai Islam? Dalam banyak survei, jawabnya tidak.”

Orang lebih pragmatis dalam memilih partai politik, bukan berdasarkan pada agama namun program. Soal pragmatisme ini, Fajar menyebutnya sebagai fenomena global. Pragmatis di sini, kata dia, tidak diartikan negatif—yaitu menghalalkan segala cara namun orang melihat program kerja partai.

Menurut pengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sudarno Shobron, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada politisi muslim karena dianggap tidak mampu menerapkan ajaran Islam yang jujur dan amanah. “Yang Islam ternyata tidak jauh beda dengan partai lain. Etika politik [politisi] Islam sama, tidak ada bedanya,” ujar dia.

Orang tak lagi melirik partai karena ideologi agama. Orang  memilih karena faktor ketokohan personal dan program-program partai yang pragmatis.

Apalagi ketika melihat perilaku buruk politisi yang membawa nama Islam, akhirnya pilihannya adalah meninggalkan partai Islam. Padahal, membawa-bawa agama dalam berpolitik adalah hal biasa dalam panggung kekuasaan. Dalam kampanye, perang ayat bisa terjadi. Dia menyebut contoh pernyataan seorang kiai yang mengharuskan umat memilih partai tertentu. “Kalau tidak memilih partai itu, tidak akan masuk surga,” ujar Sudarno mengutip pernyataan kiai itu. Agama telah diperalat untuk memperoleh kekuasaan.

Ada juga sebuah kasus, seorang tokoh memakai gelar kiai haji (KH) ketika mencalonkan diri untuk mendapatkan kursi kekuasaan. “Namanya kiai politik. Awalnya tidak memakai KH, ketika mencalonkan diri memakai KH. Setelah tak terpilih, KH-nya hilang,” ujar Sudarno yang menyelesaikan S3 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Dijemputnya LHI dan politisi lain oleh KPK karena kasus dugaan korupsi makin menjauhkan umat dari pilihan partai berbasis agama. Sudarno menyimpulkan membajak agama untuk kepentingan politik tak lagi relevan di era sekarang. Dalil agama tak lagi berdaya tarik dan masyarakat kian pintar melihat politik, lebih pragmatis dan butuh konsistensi antara janji dan kenyataan.

Walau orang makin saleh dalam beragama, pilihan politiknya tidak lagi pada politik identitas. “Orang makin religius tidak mesti memilih partai Islam,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya