SOLOPOS.COM - Ditto Murtanto (Istimewa)

Gagasan Solopos, Selasa (24/11/2015), ditulis Ditto Murtanto. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Surakarta.

Solopos.com, SOLOHimpunan Mahasiswa Islam (HMI) sedang melaksanakan kongres ke-29 pada 22–26 November 2015 di Pekanbaru, Riau. Hadir dalam kongres tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sekaligus membuka kongres.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selain itu sejumlah menteri Kabinet Kerja juga hadir. Pemberitaan terkait kongres HMI di Riau ini menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir ini, khususnya di media online.

Judul berita yang ditayangkan banyak yang bersambung. Ada berita dengan judul Gila! Dana Kongres HMI Lebih Besar daripada Dana Kebakaran Hutan.

Besarnya anggaran yang dikucurkan dinilai oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) bertentangan dengan asas keadilan dan tidak pro pembangunan berkelanjutan, khususnya untuk penanganan isu perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana seperti bencana asap yang baru saja terjadi di wilayah Sumatra dan Kalimantan.

Berita tersebut lantas disusul dengan berita berjudul Seribuan Aktivis HMI Paksa Naik Kapal Gratis Nyaris Bentrok Setelah Diadang Polisi dan Kebagian APBD Rp3 M, HMI Masih Minta Tiket Kapal Gratis. Berita lainnya muncul dengan sudut pandang yang pro dan kontra.

HMI tampak babak belur di hadapan publik dengan pemberitaan-pemberitaan yang kontra terhadapnya. Menyikapi hal ini, publik perlu menerapkan literasi media dalam menanggapi pemberitaan kongres HMI tahun ini.

Beberapa tahun belakangan kiprah HMI dalam pembangunan bangsa memang mengalami degradasi. Tujuan HMI membangun kemasalatan umat bertolak belakang dengan kasus korupsi para kadernya dan kasus penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) menjadi catatan hitam dalam perkaderan HMI.

Sorotan media massa terhadap kongres HMI tahun 2015 ini semakin memperburuk citra himpunan mahasiswa ekstrakampus itu. Kondisi HMI dewasa ini berlawanan dengan perjuangan pendiri HMI, Lafran Pane, dalam mengisi pembangunan bangsa.

Kisah sukses para senior HMI, seperti Akbar Tandjung, Mahfud Md., Jusuf Kalla, dan para senior lain yang berhasil menduduki posisi tinggi dalam kancah politik, birokrasi, media, organisasi nonpemerintahan, dan lainnya hanya menjadi bayang-bayang eksistensi HMI saat ini.

Publik atau “umat” dalam bahasa HMI, bahkan Himpunan Mahasiswa Islam sendiri, perlu berkontemplasi terkait apa yang  telah dilakukan untuk membangun kemaslatan umat dewasa ini.

Mengutip Kantor Berita Antara (22/11), saat membuka kongres Wakil Presiden Jusuf Kalla menggarisbawahi keberadaan insan akademis yang mendahulukan akal, logika, dan perilaku baik menjadi cita-cita bersama  yang harus terus diperjuangkan HMI dan perkaderannya.

Konon ricuh saat HMI berkongres merupakan hal yang biasa, oleh karena itu barangkali HMI perlu memperkuat revolusi mental dalam budaya organisasinya sehingga HMI semakin memberikan sumbangsih pembangunan positif dengan akal yang sehat dari para kader pilihannya. [Baca: Kontribusi Sejarah]

 

Kontribusi Sejarah
Sejarah kontribusi HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia tidaklah kecil. Kader-kader HMI saat ini perlu terus memajukan pembangunan bangsa, menjadi agen perubahan bangsa,  dan berperan sebagai pemecah masalah publik, bukan malah menjadi masalah bagi publik.

Menyoal pendanaan kongres HMI di Riau yang mencapai Rp3 miliar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), tentu publik berharap lebih pada kongres HMI tahun ini.

Publik berharap kongres tidak hanya menghasilkan program kerja populis dan model program pembangunan kader dan bangsa dengan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan dalam kehidupan demokrasi yang hanya menjadi macan kertas.

Yang lebih penting adalah membumikan dan mengimplementasikan program-program kerja tersebut. Dibutuhkan kader-kader kuat untuk mewujudkannya. Semoga di masa depan HMI mampu menguatkan manajemen organisasinya sehingga organisasi ini menjadi lebih kuat dan berkontribusi postif bagi bangsa.

HMI perlu berinovasi dalam perkaderannya. Sistem perkaderan harus mengikuti perkembangan era. Masalah pembangunan karakter, nilai-nilai keislaman, dan penguatan budaya literasi perlu digalakkan sekalipun hal tersebut melawan arus kehidupan dewasa ini.

Kalau kader HMI berdiri di balik bayang-bayang besar para seniornya, mindset tersebut perlu digeser: senior yang mana? Ada catatan hitam di atas catatan putih. Ada beberapa catatan buruk kader HMI kini di tengah publik.

Sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia, sudah seharusnya HMI menjadi contoh bagi organisasi-organisasi kemahasiswaan yang lain untuk memelopori pembangunan negara Indonesia.

Biarkan dinamika kongres HMI tahun ini menjadi proses bagi mereka. Nelayan andal tidak dilahirkan dari lautan yang tenang. HMI nanti adalah HMI yang seharusnya kembali bisa memberi sumbangsih dalam pembangunan bangsa, sama seperti kiprah HMI pada dekade awal. Semoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya