SOLOPOS.COM - Eddy J. Soetopo (Istimewa)

Gagasan Solopos, Sabtu (13/2/2016), ditulis Eddy J. Soetopo. Penulis adalah Direktur Eksekutif Institute for Media and Social Studies Jakarta Pernah belajar di STF Drijarkara.

Solopos.com, SOLO — Seorang rekan wartawati blasteran Rusia-Vietnam, mengaku pemeluk Katolik ortodoks, dalam perbincangan melalui Internet tahun lalu, menggunakan bahasa gado-gado Ingris-Rusia, entah ingin ngeledek atau beneran, ia bertanya, “Benarkah di negaramu banyak hantu bergentayangan sehingga televisi gemar menayangkan acara ghostbuster?”

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lama saya tercenung di depan layar monitor hingga dengan santun ia menegur,“Maaf, apakah Mas Jawa masih berada di depan computer.” Ia menulis menggunakan huruf Cyrillic. Dalam hati saya ingin berteriak, “Celaka tiga belas, matilah awak sekarang.”

Sewaktu kami bertemu pada 1999 di Hanoi, Vietnam, saya sempat mengajukan pertanyaan konyol kepadanya,“Ngapain kamu begitu taat menjalankan ibadah agama sedangkan di negaramu mayoritas orang tidak beragama?”

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menjawab, ”Mana yang lebih baik, tidak beragama tetapi tidak berbuat dosa ataukah mengaku beragama tetapi sering membunuh, menebar bom, korupsi uang negara, dan lebih percaya penampakan setan daripada kekuatan kuasa Tuhan?”

Kata-katanya memerahkan kuping saya dan menyebabkan napas saya tersengal-sengal menahan marah. Saya tidak tahu harus berargumentasi apa, tiwas kalah. Mau menyangkal tidak mungkin, wong kenyataannya memang seperti itu.

Sebenarnya pertanyaan yang ia lontarkan merupakan partai tunda debat 17 tahun lalu di sebuah negeri yang pernah terkoyak perang dan melahirkan wartawati ”tahan banting” berparas ciamik dan selalu menaruh syak wasangka pada setiap orang tak dikenal.

Itulah sebabnya ketika ia membatalkan niatnya berkunjung ke Jakarta menyebabkan perasaan saya haru biru oleh alasan yang sebenarnya tak perlu saya perdebatkan lewat komunikasi dunia maya. “Maaf saya batalkan niat bertandang ke negerimu,” tulisnya.

”Bukan perkara takut bom. Bom bukan barang asing bagiku, tapi persoalan prinsip: tabu menonton tayangan TV pemburu hantu dan public expose bom bunuh diri. Sungguh sangat tidak masuk akal terjadi di sebuah negara yang mengaku beradab dan mayoritas rakyatnya pemeluk agama,” tulisnya menggunakan huruf kapital berwarna-warni.

Nah, kalau persepsi seorang wartawati mancanegara seperti itu bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan usil seperti,”Bisakah kamu jelaskan bagaimana jalan pikiran kaum fundamentalis yang dengan gagah berani menarik timer bom bunuh diri sehingga menyebabkan orang lain tak berdosa tewas? Bukankah mayoritas bangsamu pemeluk agama? Jangan-jangan itu imbas tayangan kisah misteri di stasiun televisi swasta di negaramu. Semua jadi irasional!”

Disadari atau tidak acara-acara berbau misteri memperburuk pencitraan terhadap karakteristik budaya Timur di mata orang Barat, terutama bila dikaitkan dengan praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dan masih terlekati budaya mistis.

Tidaklah mengherankan bila pandangan demikian mendominasi dan sekaligus mengherankan jalan pikiran wartawati ahli filsafat Timur lulusan Universitas Saint Petersburg yang dibesarkan di negeri ateis. Bukan tanpa alasan bila banyak orang berpandangan penghuni belahan bumi Timur yang mistis berbeda dengan Barat yang positivistik-rasionalis.

Para pemikir Barat beranggapan agama di belahan Timur masih beraura pantheisme meski tersimbolisasi monistis. Dengan demikian tidaklah mengejutkan bila pengikut agama di belahan Timur seperti di Indonesia acap kali terstigma sebagai penganut mistisisme. [Baca selanjutnya: Secara Ilmiah]Secara Ilmiah

Apapun penyangkalan terhadap stigma dari para pemikir dan cendekiawan Barat itu, mereka tetap berpendirian ”pemeluk agama kesambet mistik”. Masih lekatnya cara pandang demikian tidak lepas dari pengamatan empiris mengenai praksis keagamaan yang dihayati, secara sadar atau tidak, terdapat banyak praktik mistis seperti di Jawa.

Asumsi yang tertancap di benak para pemikir Barat tentang praktik keagamaan yang harus terpisahkan antara ritual langsung ke Yang Ilahi tanpa perantara dan ritual yang acap kali tercampuri dengan unsur atau simbol-simbol mistis di luar keilahian merupakan sesuatu tak tertawarkan dan masuk akal dalam perspektif kacamata kaum bule.

Dengan pemilahan tersebut, agama menurut pengertian Edward Burnnet Tylor, sebagai keyakinan terhadap sesuatu yang sifatnya spiritual, terdistorsi oleh pandangan yang hanya melulu melihat bentuk ritual dan mengabstraksikan pemahaman terhadap agama ke dalam pembeda berdasar agama wahyu dan agama mistis.

Sama halnya dengan Tylor, teolog Paul Tillich berpendapat mistisisme tidaklah irasional. Ia mencirikhasi mistisisme sebagai sebuah kategori, terutama saat bersinggungan nonragawi, berdasar pengalaman tak tersentuh, terlukiskan, dan ekstase.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah dapatkah mistisisme dikaji secara ilmiah sehingga pertanyaan kawan saya tadi dapat saya jelaskan dengan clear, tidak kusut, sekusut tayangan-tayangan TV dalam acara kisah misteri dan perilaku anarkisme-brutal dengan dalih keyakinan agamawi?

Sungguh sangat absurd ketika saya harus menjawab pertanyaan nakal, misalnya,”Bisakah kamu jelaskan bagaimana mungkin orang berani mati untuk tujuan keyakinan agama yang diyakininya benar dan membunuh semena-mena tidak disebut ateis?”

Menurut kawan saya itu, di negara yang pernah terjajah, pendekonstruksian ruang privat bukan mustahil dikreasikan oleh bangsa yang tidak menyukai kompromi untuk suatu tujuan absurd sebuah kehidupan lain yang kekal di akhirat: jihad.

Mungkin pendapat itu bisa diterima sepanjang pelaku bom bunuh diri itu nekat mau mati sendiri—kalau hanya demi mengejar kebahagian dirinya di akhirat. Logika warasnya, ia tidak akan mengajak paksa orang lain yang tidak berdosa mati bersama dengan dalih berjihad. Bukankah hal seperti itu merupakan dogma mistis?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya