SOLOPOS.COM - Joko Wahyono (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Selasa (22/3/2016), ditulis Joko Wahyono. Penulis adalah peneliti di Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi Pelataran Mataram Yogyakarta dan tinggal di Sragen.

Solopos.com, SOLO — Data tentang kemiskinan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah beberapa waktu lalu sangat mengejutkan. Dari 15 kabupaten/kota yang termasuk dalam daftar tersebut, Sragen menempati urutan ke-9 kabupaten termiskin di Jawa Tengah, terburuk se-Solo Raya, yakni 15,98% warga Sragen tergolong miskin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dibandingkan dengan sejumlah daerah lainnya, Sragen hanya berselisih sedikit dengan Klaten. Persentase penduduk miskin di Klaten adalah 15,60%. Kabupaten Sragen bersama Klaten masuk dalam zona merah peta kemiskinan di Jawa Tengah.

Membaca kemiskinan dari angka-angka statistik memang sering memunculkan kecurigaan atau kesalahpahaman, apalagi jika kita menyimak geliat investasi di Sragen yang mengalami lonjakan signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Ekspedisi Mudik 2024

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat izin prinsip investasi pada 2013 senilai Rp635 miliar. Pada 2014 naik sekitar 50% menjadi Rp1,5 triliun. Pada semester pertama atau Juni 2015 lalu mencapai Rp1,2 triliun. Target realisasi investasi adalah Rp3 triliun.

Percepatan investasi di Sragen ini salah satunya didorong oleh layanan perizinan yang inovatif. Kita patut memberi apresiasi terhadap program pelayanan publik, seperti program Sehari Mesti Jadi (Semedi), yakni proses pelayanan perizinan di Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) bisa selesai dalam satu hari.

Kemudian ada inovasi layanan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) yang mengelola dan melayani bantuan bagi masyarakat tidak mampu atau masyarakat miskin, baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi.

Lalu, mengapa tingkat kemiskinan di Sragen masih tinggi? Harus diakui bahwa realisasi investsi di Sragen masih di bawah realisasi investasi di Kabupaten Boyolali dan Karanganyar.

Nilai total investasi di Boyolali pada 2013 mencapai Rp3 triliun dan meningkat pada 2014 menjadi Rp4,5 triliun. Investasi di Karanganyar pada 2014 nilainya mencapai Rp12 triliun, meningkat dua kali lipat dibanding pada 2013 yang senilai Rp6,8 triliun. [Baca selanjutnya: Disparitas Pembangunan]Disparitas Pembangunan

Ini menggambarkan bahwa di tengah geliat perkembangan perekonomian di Sragan masih terselip pekerjaan yang harus dituntaskan, yakni kemiskinan. Pemerintah Kabupaten Sragen tidak boleh menutup mata dengan kondisi riil yang dihadapi masyarakat.

Masih ada disparitas pembangunan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Lihatlah ketimpangan ekonomi yang terjadi di wilayah Sragen bagian barat (sebelah barat Bengawan Solo) dengan wilayah Sragan bagian timur (sebelah timur Bengawan Solo).

Seolah-olah Bengawan Solo menjadi jurang pemisah, simbol ketimbangan sosial ekonomi masyarakat Sragen bagian timur dan Sragen bagian barat.  Di wilayah Sragen bagian timur kita dapati pembangunan dan kemajuan, sementara di Sragen bagian barat masih lekat dengan keterbelakangan, ketertinggalan, dan kemiskinan.

Kondisi ini disebabkan orientasi pembangunan yang masih ”kota sentris” atau ”timur sentris”. Investasi dari pemodal asing maupun dalam negeri belum merata, belum masuk ke wilayah Sragen bagian barat.

Wilayah Sragen bagian barat, khususnya di Kecamatan Plupuh, Miri, dan Sumberlawang, masih terbuka lebar untuk investasi. Situasi yang hampir sama juga menjadi identitas wilayah Sragen bagian utara, seperti Kecamatan Sambungmacan, Tangen, Jenar, Gesi, dan Mondokan yang selama ini dikenal sebagai kawasan tandus.

Setiap wilayah itu punya potensi besar untuk dikelola dan dikembangkan. Potensi itu tidak hanya dari sisi sumber daya manusia, tetapi juga dari sisi lahan dan faktor alam yang mendukung untuk pendirian industri baru.

Komitmen pemerataan investasi di Bumi Sukhavati menjadi keniscayaan. Hal ini penting sebagai modal utama untuk menggerakkan potensi-potensi sumber daya (manusia, alam, sosial, dan budaya) yang dimiliki setiap wilayah tersebut.

Investasi akan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi yang prospektif, terutama bagi wilayah Sragen bagian barat. Selain itu, pemerataan investasi juga akan mengatasi tergerusnya lahan lestari di kawasan industri yang terpusat di bagian timur karena banyak dicaplok untuk pembangunan pabrik.

Pemerataan investasi di Sragen akan menghasilkan multiplier effect atau efek berantai berlipat ganda. Efek berantai itu di antaranya mendorong penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja yang akan berdampak bagi eradikasi pengangguran dan kemiskinan.

Efek lainnya adalah pemerataan investasi berkonstribusi bagi pertumbuhan ekonomi secara luas sebagai prasyarat menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat Sragen. [Baca selanjutnya: Ekonomi Kerakyatan]Ekonomi Kerakyatan

Untuk mengawal agenda tersebut dibutuhkan pembangunan bervisi ekonomi kerakyatan. Dalam konteks pemerataan investasi ada enam hal penting yang harus benar-benar diperhatikan masyarakat Sragen.

Pertama, seluruh elemen birokrasi, bupati, dan pejabat daerah di Sragen harus memiliki komitmen yang sama dengan pemerintah pusat dalam hal kejelasan investasi.

Kabupaten Sragen harus memiliki database informasi investasi secara detail, misalnya lahan investasi harus jelas. Jika lahan bakal untuk investasi masih dalam konflik, harus jujur serta siap dan cepat diselesaikan agar investor merealisasikan investasinya.

Kedua, pemerataan investasi harus menyasar tidak hanya di sektor ekonomi makro, tetapi juga ekonomi mikro, kecil, dan menengah dengan orientasi pasar lokal (domestik) terlebih dahulu sebelum ke pasar internasional.

Ketiga, membangun sinergi lintas stakeholders, seperti menggalang dukungan, partisipasi, dan deliberasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk dengan ormas, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan kalangan eksternal birokrasi lainnya.



Strategi ini untuk memangkas potensi konflik sosial politik yang dapat mengganggu iklim investasi. Keempat, memperbaiki sistem pengaturan dan pengawasan dalam bidang penelitian, inovasi, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan infastruktur, sarana transportasi, komunikasi, teknologi, dan investasi melalui aneka peraturan daerah perekonomian yang menjamin stabilitas iklim investasi.

Kelima, menjinakkan hasrat perburuan rente pejabat daerah di berbagai level yang membuat birokrasi korup sehingga investor menaruh kepercayaan untuk merealisasikan investasinya. 

Keenam, pengawasan hingga tataran operasional. Ketika persyaratan administrasi terpenuhi, jajaran birokrasi harus memastikan operasionalisasi investasi benar-benar bisa berjalan sesuai dengan aturan legal.

Sinergi pengawasan dengan pemerintah pusat juga sangat dibutuhkan untuk mempersempit ruang gelap mafia investasi beroperasi. Kemiskinan adalah musuh bersama. Mari bekerja keras ikut mengentaskan masyarakat miskin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya