SOLOPOS.COM - Shela Kusumaningtyas

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (22/11/2017). Esai ini karya Shela Kusumaningtyas, penulis dan alumnus Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang. Alamat e-mail penulis adalah kusuma.cel@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Masyarakat di sepanjang jalur pantai utara Jawa umumnya terbiasa menyaksikan lalu lalang truk yang mengangkut barang untuk diantarkan ke kota lain. Apabila dicermati, ada yang unik dari truk-truk tersebut.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Shela Kusumaningtyas

Shela Kusumaningtyas

Bak truk yang terbuat dari kayu pada bagian belakang atau samping lazim dihias dengan gambar dan teks-teks  yang menggugah tawa pembacanya. Para pembaca adalah pengemudi kendaraan lain yang melaju di belakang truk.

Contoh kalimat yang lazim ditempel atau dituliskan di bak truk, terutama bagian belakang, antara lain ”Bahagia Itu Tak Harus Mewah”, ”Jangan Tuduh Aku Selingkuh”, ”Cintamu Tak Seberat Muatanku”, ”Gak Kerja Gak Makan”, ”Merokok Mati Tidak Merokok Mati Lebih Baik Merokok Sampai Mati”, dan ”Gara-Gara SMS Bojoku Minggat”.

Masih banyak kata-kata lain yang menggelitik yang bisa dijumpai di bak truk. Selain kata-kata menggelitik, bak truk juga jamak dihiasi gambar unik. Gambar-gambar tersebut lumrahnya berupa perempuan. Jika ditelisik lebih dalam, kata-kata yang disampaikan para seniman bak truk mengungkapkan realitas di tengah masyarakat.

Ekspedisi Mudik 2024

Kata-kata yang dipilih merepresentasikan isu sosial yang mengemuka. Pengemasan dalam wujud seni graffiti melahirkan bermacam-macam pemaknaan. Misalnya tulisan ”Enak Jamanku, Ta?”  dengan ilustrasi Soeharto di sampingnya. Dari situ tertangkap pernyataan kekesalan dan kekecewaan terhadap pemerintahan era kini. Kalimat tersebut bisa juga dipahami sebagai umpatan menyindir terhadap Indonesia saat dipimpin Soeharto.

Selanjutnya adalah: Kata dan gambar yang membaur

Kata dan Gambar

Kata dan gambar yang membaur dalam bak truk adalah upaya menolak kebudayaan dominan yang menguasai masyarakat. Visual-visual yang ditampilkan menunjukkan budaya subkultur yang menentang dominasi budaya besar atau dominan. Subkultur ini melawan lewat tanda, bricolage, dan counter hegemony.

Teks di bak truk bukan sebagai konteks perspektif konvensional. Teks tidak lagi digunakan secara netral untuk menggambarkan kenyataan sosial politik. Bahasa telah disusupi berbagai jenis kuasa. Bahasa ditunggangi konflik-konflik tumpang tindih antarkepentingan.

Di sana pula terbangun kekuatan kuasa, proses hegemoni, dan hegemoni tandingan (counter hegemony). Memahami teks di bak truk harus dirunut berdasarkan empirisme-positivisme. Bahasa dikonstruksikan sebagai kemampuan kognitif yang tidak mengalami distorsi.

Bahasa merupakan refleksi dari tindakan-tindakan pelakunya. Sedangkan untuk menelaah realitas tersembunyi, analisis praktik kebahasaan perlu dilakukan. Bahasa yang terdiri dari rangkaian kata bertugas menghubungkan manusia dengan objek di luar dirinya.

Pengalaman dan kegiatan yang dimiliki manusia dapat terwakili lewat pemakaian bahasa. Ini semua bisa terjadi tanpa adanya gangguan selama bahasa tersebut patuh pada berbagai kaidah.

Selanjutnya adalah: Keberanian yang dipamerkan dalam lukisan

Keberanian

Keberanian yang dipamerkan dalam lukisan bak truk mengalihkan pemikiran sempit masyarakat. Masyarakat tidak lagi berpandangan keindahan lukisan hanya pantas dituangkan di kanvas dan kertas. Inti dari lukisan bukan berkutat pada medianya, namun ekspresi dan pesan yang disajikan.

Hegemoni berhasil dilawan. Kajian yang dilakukan Hooker membuahkan fakta baru. Ia menyelami tren graffiti yang menjangkiti seniman di Jogja selama periode 1980-1990. Hooker menjelaskan  graffiti menjadi ekspresi ketidaksetujuan para seniman terhadap kekuasaan yang diatur oleh nalar Jawa. Kekuasaan tersebut direkayasa sehingga menipu masyarakat.

Masyarakat dipaksa percaya dengan kesantunan yang diagung-agungkan di permukaan, padahal tersimpan bahaya berupa opresi yang kejam. Lukisan di bak truk menjadi simbol dan tanda perjuangan para sopir atau para pelukisnya. Gambar-gambar dan kata-kata yang digunakan sukses menceritakan identitas dan kenyataan yang sesungguhnya di tengah masyarakat.

Topik-topik yang sering diangkat adalah tentang harapan masyarakat kecil, religiositas, peliknya hidup di jalanan, dan menyenggol isu cinta dan seksualitas. Cinta dan seksualitas membuatpara pembaca tulisan dan yang melihat lukisan di bak truk tersentil.

Topik ini mudah menggugah tawa atau kegeraman pembaca. Ada pula cibiran yang disasarkan pada graffiti bak truk yang menonjolkan gambar-gambar tabu dan saru, padahal seni yang dianggap menjunjung tinggi kevulgaran dan pornografi itu justru tengah menampar masyarakat.

Selanjutnya adalah: Menyadarkan masyarakat lewat kejujuran

Kejujuran

Graffiti itu menyadarkan masyarakat lewat kejujuran yang dibalut kejenakaan. Meski selentingan rendahan dan murahan disandangkan kepada lukisan di bak truk, nyatanya tidak kehilangan daya untuk member tahu masyarakat cara memandang hidup secara luwes. Budaya subkultur berusaha keluar dari jerat pengekangan yang mereka pikir tidak sesuai dengan yang mereka anut.

Mereka berjuang mengentaskan diri dari kubangan otoritas aturan yang mengikat secara kaku, misalnya negara, agama, dan keluarga. Tulisan dan lukisan atau gambar di bak truk memberi kesempatan kepada kaum yang tersisih untuk lantang menyerukan kritik dan protes.

Selama ini, suara kelompok yang terpinggirkan tidak pernah didengar. Seni mempersilakan kelompok tersebut lepas dari pembungkaman. Kelahiran seni dari kalangan tertindas adalah representasi politis yang tidak bermaksud menggulingkan nilai atau mengganti kehidupan sosial masyarakat secara serta-merta.

Semuanya dilakukan dengan hati-hati sebagai kubu oposisi yang mengecam dominasi dan represi. Cara-cara yang disepakati menekankan pada humor, ironi, metafora, dan rupa alternatif.

Aneka lukisan di bak truk membawa kita pada kesimpulan bahwa praktik perendahan diri perempuan masih masih terus bersemai di masyarakat. Perempuan dicitrakan sebagai objek yang posisinya tidak setara dengan laki-laki.

Selanjutnya adalah: Itu juga tersirat dalam kata-kata



Tersirat

Itu juga tersirat dalam kata-kata yang dipakai yang condong sebagai bahasa laki-laki. Citra tertentu sengaja diciptakan melalui tubuh perempuan yang digambar di bak truk. Tubuh perempuan kerap dimanfaatkan sebagai latar lukisan.

Misalnya adalah lukisan perempuan dengan tubuh setengah telanjang. Ada pula gambar perempuan berwajah lusuh dan bermuka masam yang diibaratkan sebagai istri tua. Tubuh perempuan inilah yang diasosiasikan sebagai tanda yang mengandung pesan terselubung.

Seniman pelukis bak truk melihat tubuh perempuan sebagai magnet yang mesti dipajang dalam karya seni mereka. Citra, makna, identitas tersingkap dalam tubuh perempuan. Tulisan seperti ”Jangan Ngaku Cantik Kalo Belom Macarin Pria Beristri” di bak truk mencerminkan dominasi laki-laki dalam mengklasifikasikan perempuan.

Ada pula tulisan di bak truk yang mengastakan perempuan. Bunyi tulisan itu antara lain ”Duh Gusti, lindungilah aku dari godaancabe-cabean, para mantan, wanita penghibur, tante girang, janda muda, dan istri orang, amin”.

Dari situ muncul standar perempuan baik yang didasarkan penilaian laki-laki. Perempuan yang melanggar patokan tersebut dirasa pantas mendapatkan hal buruk. Sistem patriarkat mengekalkan prinsip seperti itu. Dominasi dan kekuasaan laki-laki membagi perempuan dalam dua kategori, yakni berperilaku pantas dan berperilaku tidak senonoh.

Perempuan diminta tunduk dengan pengategorian itu dengan tujuan memuaskan kesenangan cita rasa laki-laki. Laki-laki menentukan keamanan dan kenyamanan yang perempuan. Tempat superordinat selaludi duduki laki-laki, perempuan hanya boleh diam di status subordinat.

Dari gambar di bak truk juga terekam pesan bahwa perempuan selalu ditaruh di ranahd omestik. Perempuan hanya menunggu laki-laki pulang ke rumah membawa uang. Sembari menanti laki-laki yang bekerja, perempuan dituntut menyelesaikan tugas domestik dan tradisional seperti mengurus anak dan membereskan rumah.

Dari bak truk masyarakat bisa berkaca. Perempun terimpit keadaan yang merupakan produk politik, struktur sosiologis, dan situsi ekonomi. Aspek tersebut melebur dalam cengkeram kapitalisme. Perempuan dalam kondisi terbatas dan sulit meningkatkan kemampuan diri jika masih belum merdeka secara sosial dan ekonomi, masih tergantung bantuan laki-laki. Itulah pesan dominan dari kalimat dan gambar di bak truk yang terkait eksistensi perempuan.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya