SOLOPOS.COM - Tundjung W. Sutirto

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (5/9). Esai ini karya Tundjung W. Sutirto, peminat budaya dan dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah tundjungsutirto@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Kata dan istilah ”Saracen” muncul sejak Abad Pertengahan di Eropa yang konotatif dengan hal negatif. Istilah yang kali pertama muncul pada masa Romawi Kuno itu memang untuk sebutan yang esensinya membangun stereotip dan prasangka terhadap golongan agama tertentu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kini di negeri kita Saracen bermanifestasi dalam bentuk lain, yaitu sebagai nama dari situs di dunia maya yang memproduksi ujaran kebencian. Situs Saracen yang menggemparkan publik ternyata punya ribuan followers atau pengikut.

Situs Saracen misinya sama saja dengan istilah Saracen zaman Romawi dulu, yaitu tidak lain untuk memberi label negatif melalui ujaran kebencian. Jadi, tidak perlu heran bahwa situs Saracen didirikan dengan niat memang untuk tujuan negatif.

Ekspedisi Mudik 2024

Situs Saracen memang mengancam tatanan sosial bangsa Indonesia yang kodratnya keberagaman. Yang perlu didiskusikan lebih mendalam lagi adalah apakah adanya ujaran kebencian yang diproduksi Saracen itu sebenarnya sebentuk perlawanan terhadap dominasi?

Setelah diidentifikasi ternyata muara ujaran kebencian yang diproduksi Saracen adalah kebencian kepada lawan politik dan kebencian kepada rezim yang berkuasa serta kebencian terhadap pemeluk agama lain.

Bisa jadi situs Saracen merupakan fenomena gunung es dari metode penyaluran resistensi terhadap kekuasaan dengan menggunakan teknologi informatika.

Mengutip penjelasan James C. Scott (1990) dalam buku Domination and The Arts of Resistance bahwa dalam relasi kelas penguasa dan kelas subordinat ada dua konsep pola interaksi, yaitu yang dinamakan public transcript dan hidden transcript.

Selanjutnya adalah: Dua konsep relasi itu oleh Scott dibedakan atas artikulasi perlawanan…

Konsep relasi

Dua konsep relasi itu oleh Scott dibedakan atas artikulasi perlawanan, bentuk, karakteristik, dan wilayah sosial budaya. Antara yang artifisial (public transcript) dengan perlawanan tersembunyi (hidden transcript) berjalan secara bersamaan. Faktual yang terjadi, kelihatannya, publik itu taat pada kekuasaan suatu rezim padahal mereka menyembunyikan perlawanan atau pemberontakan.

Situs Saracen dan ribuan situs serupa adalah bentuk relasi antara artifisial dan yang tersembunyi. Ujaran kebencian yang diproduk situs Saracen menjadi bukti bahwa media sosial menjadi arena pencitraan dan perlawanan yang jitu. Penguasa dan yang dikuasai sama-sama memainkan pencitraan untuk keperluan eksistensi.

Media sosial adalah ruang publik yang saat ini ternyata semakin ampuh untuk pencitraan dan sekaligus perlawanan kepada kekuasaan secara terbuka. Aktor-aktor dalam lingkaran situs Saracen bisa berasal dari orang yang dikenal oleh penguasa tetapi kalah dalam konstestasi kekuasaan sehingga melakukan pembalasan dengan perlawanan tersembunyi lewat ujaran kebencian.

Ujaran kebencian yang merupakan pola perlawanan kepada penguasa dalam konteks sosial sudah ada sejak dahulu. Di Jawa ada kultur yang namanya ngudarasa dan ngrasani. Dua kultur itu merupakan representasi dari sikap hidden expectation atas ketidakpuasan pada sesuatu kondisi yang dihadapi sehingga bentuk ekspresinya juga dalam bentuk tersembunyi.

Pada dasawarsa pertama pascareformasi muncul tulisan di mana-mana atau meme-meme simbol ketidakpuasan atas perubahan yang sedang terjadi. Faktanya ada banyak sindiran yang diunggah ke ruang publik dengan menampilkan foto Presiden Suharto dan disertai tulisan ”Piye kabare, Le? Isih enak jamanku ta? yang harus dibaca sebagai bentuk perlawanan tersembunyi terhadap dominasi kekuasaan yang sedang berjalan.

Dengan menampilkan kembali foto presiden sebelumnya di ruang publik dengan pesan verbal itu mengelabui banyak orang bahwa sebenarnya terjadi konflik terselubung kelas subordinat yang tidak menyetujui dominasi kelas penguasa.

Cara paling aman untuk menghancurkan dominasi adalah penyebaran citra buruk rezim yang sedang berkuasa atau elite politik tertentu. Dalam proses inilah resistensi subordinat dimulai dari pembentukan diskursus yang bertentangan dengan diskursus dominan. Diskursus terselubung ini disebut Scott sebagai infrapolitik kelas subordinat.

Selanjutnya adalah: Apakah situs Saracen hanya agen kreator…

Agen Kreator

Masalahnya adalah apakah situs Saracen hanya agen kreator media siber atau memang sebagai kelompok yang benar-benar melakukan perlawanan subordinat dengan tujuan politik untuk kelompoknya?

Jika untuk kepentingan politik kelompoknya, mengapa pengguna jasa situs Saracen harus membayar mahal untuk mendapatkan produk ujaran kebencian? Fenomena kontemporer dari kemunculan situs Saracen ini perlu ditelaah secara mendalam.

Kultur di masyatakat patrimonial sejak dahulu yang namanya rerasan atau ngrasani itu adalah diskursus perlawanan diri tersembunyi sebagaimana konsep Scott. Ketika era teknologi informatika menjadi media kohesi sosial dan media interaksi maka rerasan itu mendapatkan tempat dan istilah baru sebagai chatting.



Jadi, chatting itu adalah kultur rerasan gaya baru pada era teknologi informatika. Dunia maya tetap semu sehingga kalau ditelisik dengan cermat situs-situs seperti Saracen bisa jadi jumlahnya sangat banyak dan pertumbuhannya masih.

Dalam konsep Scott tersebut bentuk relasi penguasa dan yang dikuasai selalau bergerak dalam pembenaran masing-masing. Kelas penguasa tentu menunjukkan dominasi dengan memproduksi diskursus pencitraan publik sementara kelas yang dikuasai memproduksi diskursus kebencian.

Jadi, situs Saracen hanya fenomena gunung es kreasi-kreasi teknologi informatika dalam media sosial untuk mengekspresikan relasi superordinat dan subordinat. Menurut Scott, di kalangan masyarakat pertanian sejak dulu juga sudah muncul ujaran kebencian yang diekspresikan melalui ruang-ruang publik di warung, gardu, pasar tradisional, dan tempat-tempat komunal lainnya.

Ini sebagaimana yang masih terjadi di lingkungan budaya masyarakat Samin di Blora, Jawa Tengah, yang memproduksi idiom-idiom lokal sebagai ekpresi kebencian untuk melawan  terjadinya dominasi kekuasaan sejak masa kolonial dulu.

Dapat disimpulkan secara bebas dalam tulisan ini bahwa ada korelasi yang positif antara dominasi pencitraan yang dilakukan oleh penguasa melalui media komunikasi di dunia maya dengan resistensi publik terhadap kekuasaan. Situs Saracen hanya satu di antara banyak situs yang kontennya berisi diskursus resistensi terhadap kekuasaan.

Ketika penguasa semakin memproduksi pencitraan maka akan diikuti juga dengan resistensi publik. Entah itu disampaikan dalam bentuk terbuka (public transcript) atau dilakukan secara tersembunyi (hidden transcript) sebagaimana dapat didekati dari konsep Scott tentang relasi dominasi kekuasaan terhadap yang dikuasai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya