SOLOPOS.COM - Imam Subkhan, Pemerhati fenomena sosial tinggal di Karanganyar

Imam Subkhan, Pemerhati fenomena sosial tinggal di Karanganyar

Istilah autolosis barangkali hanya kita jumpai pada pelajaran Biologi atau ilmu kesehatan. Pembahasan autolosis biasanya disangkutpautkan dengan proses pembusukan pada makanan atau organ makhluk hidup. Sebagai ilustrasi, sering kali makanan yang kita buat atau kita beli jika disimpan dalam waktu yang lama menjadi basi.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Istilah basi yang akrab di telinga kita merupakan proses dari pembusukan makanan (spoilage food). Lebih jelasnya, pembusukan makanan adalah rusaknya nilai gizi, tekstur, serta rasa dari makanan sehingga tidak layak dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan.

Berdasarkan referensi yang saya baca, proses pembusukan setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu dari luar dan dalam. Dari luar, misalnya keberadaan mikroorganisme, seperti bakteri, jamur dan zat-zat lain yang sengaja dipakai untuk membuat makanan cepat membusuk.

Sedangkan faktor dari dalam, inilah yang disebut autolisis. Autolisis adalah proses pembusukan makanan dikarenakan zat yang terkandung dalam makanan itu sendiri, sekaligus adanya reaksi kimia antara zat yang dikandung dalam makanan dengan oksigen di udara sekitar. Saya tidak akan lebih jauh membahas proses autolisis pada bidang biologi, karena memang bukan kapasitas keilmuan saya.

Saya mencoba membedah ingar-bingar pemberitaan tentang kemungkinan runtuhnya salah satu partai politik (parpol) besar di negeri ini dengan menggunakan ”pisau” autolisis, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Beberapa waktu terakhir, PKS digoncang dengan beberapa kasus moral dan hukum, mulai dari ulah memalukan anggotanya, Arifinto, yang ketahuan asyik melihat video porno saat sidang, kasus pencairan letter of credit (LC) fiktif oleh Misbakhun, serta beberapa kasus dugaan korupsi para politisi PKS, baik di pusat maupun daerah.

Puncaknya, saat orang tertinggi partai, presiden partai, Luthfi Hasan Ishaq (LHI) dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi impor daging sapi dan pencucian uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memang tidak hanya PKS yang tersandung kasus korupsi. Hampir semua parpol di Indonesia pernah bersinggungan dengan penegak hukum akibat kejahatan dan penyelewengan uang negara.

Namun, dari sekian parpol yang berkasus, ada dua partai yang menjadi sorotan utama publik, yaitu Partai Demokrat dan PKS. Partai yang pertama menarik untuk ditelanjangi kasusnya habis-habisan karena partai penguasa. Sedangkan partai kedua mengakibatkan publik cukup tercengang sekaligus prihatin karena partai ini dikenal sebagai partai dakwah dengan kader-kader militan dan terdidik.

Entah karena terlalu berat dan tidak mampu menyandang jargon partai ”bersih dan peduli”, pada rapat pimpinan nasional (rapimnas) 2013 partai itu, jargon tersebut ditanggalkan, diganti dengan kata “cinta, kerja dan harmoni.” Barangkali para petinggi PKS menyadari jika terus memakai jargon yang terdahulu bisa menjadi bumerang dan senjata makan tuan. Jejak partai yang tidak lagi bersih akibat kasus korupsi yang mendera.

Kasus yang menimpa PKS menjadi semakin sumir dan ironis karena disangkutpautkan dengan kemunculan perempuan-perempuan cantik di sekeliling para politisi partai itu. Selama sepekan terakhir, publik Indonesia disuguhi tayangan perempuan-perempuan cantik dan seksi di berbagai media. Itu bukan karena faktor keartisan atau prestasi yang dicapai, melainkan karena diduga ikut menikmati aliran dana kasus suap kuota daging impor dan pencucian uang di Kementerian Pertanian dengan tersangka Ahmad Fathanah (AF).

AF ini disebut-sebut sebagai orang dekat LHI dan beberapa petinggi PKS lainnya. Perempuan-perempuan di sekitar AF ini ada yang berstatus sebagai istri maupun teman dekat. Ada mahasiswi cantik, Maharani Suciyono; foto model majalah dewasa, Vitalia Sesha; artis Ayu Azhari dan Novia Ardhana; penyanyi dangdut Tri Kurnia Puspita dan Septi Sanustika yang berstatus sebagai istri ketiga. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan ada aliran dana dari AF ke 20 perempuan.

 

Syahwat

Apa yang menimpa PKS sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan jika dipandang dari kacamata politik. Kita tahu, di dunia politik hampir tidak mengenal kata ”haram” untuk berbuat segala sesuatu, demi mencapai tujuan yang diinginkan. Segala cara akan ditempuh. Segala bentuk kekotoran dan kekejian ada di panggung politik. Para ulama sepuh mengibaratkan politik sebagai water closet (WC) di rumah kita, tempat pembuangan kotoran. Di WC banyak dijumpai kuman dan bibit-bibit penyakit menular jika kita tidak rajin membersihkannya.

PKS secara pelan tapi pasti mengalamai keruntuhan. Ini sesungguhnya bukan karena faktor dari luar, seperti yang digembar-gemborkan selama ini, yaitu adanya agen rahasia yang menyusup untuk menghancurkan partai dari dalam, seperti keberadaan AF. Bukan pula kebenaran tuduhan PKS terhadap KPK sebagai tangan panjang penguasa untuk mengerdilkan partai ini menjelang Pemilu 2014. Partai ini mengalami pembusukan yang bersifat autolisis akibat digerogoti oleh perubahan mental dan moral para elitenya yang begitu besar syahwatnya terhadap kekuasaan, yang akhirnya menanggalkan idealisme dan garis perjuangan partai.

Konsistensi dan komitmen untuk merawat dan menjaga partai dari sesuatu yang tabu dan abu-abu apalagi haram pelan-pelan pudar oleh syahwat keduniawian. Keberanian dan kelantangan mereka menyuarakan kebenaran dan keadilan kala menjadi aktivis, lama-lama nyaris tak terdengar. Jikalau ada, itu sebatas retorika dan pencitraan semata, bukan realitas.

Kita tahu, mulanya PKS menjadi partai dambaaan kalangan muda, yang memiliki idealisme dan cita-cita untuk membangun negeri ini, serta berjuang dengan landasan prinsip dan nilai-nilai Islam.  Jika ditengok ke belakang, sejatinya PKS merupakan representasi dari gerakan Ikhwanul Muslimin yang memiliki metode (manhaj) gerakan yang sempurna, bersumber dari Alquran dan Sunnah, sebagaimana dipraktikkan para pendirinya, seperti Hasan Al Banna dari Timur Tengah.

Generasi baru dalam gerakan dakwah ini selalu mendapat penekanan sifat-sifat yang mulia. Para pemimpinnya memberikan teladan yang nyata. Dakwah ini digambarkan Hasan Al Banna seperti sebening cahaya dan seputih sinar. Tidak ada sedikit pun terselip motif dan kepentingan duniawi. Semuanya dijalankan semata-mata atas dasar keinginan mendapatkan rida Allah SWT. Namun, dalam perjalanannya, PKS melakukan beberapa penyimpangan terkait tujuan perjuangan (ghoyah).

Semangat awal para pendiri untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia kini digerogoti virus-virus hedonisme. PKS kini telah menanggalkan idealisme perjuangan partai. Baju atau simbol keislaman sebagai asas kepartaian satu per satu dilepas. Pragmatisme, oportunisme dan mengejar tujuan jangka pendek kini merasuk di tubuh partai yang kebanyakan dihuni mantan aktivis gerakan Islam kampus. Perolehan kursi kekuasaan dan parlemen menjadi target utama, bukan sebagai sarana.

Fakta pembusukan partai oleh para elite dan kader PKS dimulai dari pendeklarasian menjadi partai terbuka dengan menerima orang-orang di luar kader, seperti tokoh-tokoh nonmuslim, tokoh-tokoh nasionalis-sekuler dan para artis yang tidak jelas rekam jejaknya. Di berbagai pemilihan kepemimpinan, baik pusat maupun daerah, PKS tidak segan-segan berkoalisi dengan partai berideologi apa pun, yang jelas-jelas sangat bertentangan dari segi platform dan tradisi perjuangan partai, termasuk koalisi yang saat ini dijalani dengan partai penguasa.

PKS menjadi partai oportunis sejati dengan menampilkan dua wajah yang berbeda. Di muka publik, mereka menampilkan partai yang kritis terhadap pemerintah, tetapi di sisi lain, mereka merengek kepada penguasa, supaya para menterinya tidak didepak dari kabinet. Ada kawan saya, seorang jurnalis mengibaratkan, PKS tidak bedanya dengan penjaga WC umum, sudah tahu baunya, tetapi tetap berharap supaya banyak orang membuang kotoran di situ. Dan puncak proses autolisis PKS adalah kasus korupsi yang semakin terang-benderang mendera para elite partai yang saat ini sedang ditangani KPK.

Oleh karena itu, bukan tidak mungkin dengan berbagai kasus yang menyandera, PKS bakal ditinggalkan banyak kader dan konstituennya. Tidak ada lagi kepercayaan. Dan diprediksikan pada Pemilu 2014, perolehan suaranya bakal terjun bebas dan menjadi partai gurem yang tinggal menunggu waktu kehancurannya. Wallahualam bissawab. (imamsubkhan@alfirdausina.net)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya