SOLOPOS.COM - Edy Purwo Saputro (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Senin (16/11/2015), ditulis Edy Purwo Saputro. Penulis adalah dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Pemilihan kepala daerah (pilkada) tampaknya memang kurang mendapatkan respons positif dari masyarakat (Solopos 13 November 2015). Hal ini tentu menjadi kajian yang menarik, tidak saja dari aspek kepentingan demokrasi itu sendiri, tapi juga implikasinya terhadap legalitas kepemimpinan yang dihasilkan.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Terkait hal ini, ada beberapa catatan yang menarik dibahas yaitu tidak saja dari aspek bagaimana demokrasi yang saat ini berlangsung tapi juga bagaimana kondisi makroekonomi yang mengiringi hajatan demokrasi itu karena keduanya saling terkait dan bersinergi.

Konteks demokrasi yang menjadi acuan dalam pembahasan ini tentu tidak bisa terlepas dari fakta banyaknya kasus yang mengiringi pesta demokrasi, mulai dari tahap awal penjaringan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sampai pelaksanaan pesta demokrasi dan akhirnya setelah  hajatan dari pesta demokrasi.

Tahap penjaringan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sempat diwarnai realitas calon tunggal di sejumlah daerah. Fakta ini karena pesaing tampaknya tidak berani bertarung melawan kandidat berstatus petahana yang diyakini masih memiliki kekuatan atau setidaknya sulit dikalahkan.

Hal ini tentu tidak bisa terlepas dari pemikiran rasional hitungan untung dan rugi dari pelaksanaan  pesta demokrasi yang menghabiskan dana tidak kecil.

Selain itu, sebelum keluarnya regulasi tentang calon tunggal kepala daerah muncul dugaan pesaing boneka yang tidak lain adalah upaya agar tetap ada persaingan di hajatan pesta demokrasi.

Boneka dalam pilkada ini tetap maju di pesta demokrasi meski hasil akhirnya sudah bisa ditebak. Konsekuensi dari hal ini wajar jika gereget pilkada sangat minim.

Hal ini juga diperparah pengungkapan kasus-kasus korupsi yang terjadi setelah pesta demokrasi. Berita termutakhir tentang pengungkapan suap terhadap puluhan wakil rakyat di Sumatra Utara terkait hak interpelasi pada kasus bantuasn sosial juga menjadi pemicu masyarakat semakin enggan terlibat dalam pesta demokrasi.

Pertalian dari demokrasi, korupsi, dan sikap publik tentu tidak bisa diabaikan. Ini terkait sejarah panjang era otonomi daerah yang diwarnai pemekaran daerah ternyata memunculkan kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan jajaran birokrasi serta parlemen daerah.

Seolah-olah tanpa efek jera, kasus-kasus korupsi ini semakin membuktikan ada fakta korupsi berjemaah, melibatkan eksekutif, leguslatif, dan yudikatif. Sangat beralasan ketika masyarakat menjadi antipati terlibat dalam pesta demokrasi.

Jangan salahkan masyarakat ketika tingkat partisipasi di hajatan pesta demokrasi pilkada langsung minim karena mereka semakin menyadari tidak ada korelasi antara keterlibatan aktif dalam demokrasi (pemilihan pemimpin daerah) dengan perbaikan nasib dan kesejehteraan.

Andaikata setiap hajatan pesta demokrasi pilkada di era otonomi daerah mampu memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan tentu antusiasme publik akan semakin meningkat. Ironisnya, fakta yang terjadi justru sebaliknya.

Visi dan misi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di semua pesta demokrasi pilkada seolah-olah hanya menjadi bumbu penyedap karut-marut hajatan pesta demokrasi di negeri ini.

Faktor lain yang juga tidak bisa diabaikan mengapa publik kurang antusias terhadap pesta demokrasi pilkada adalah kondisi makroekonomi setahun terakhir yang kurang bergairah, padahal demokrasi dan ekonomi saling terkait, selain juga dukungan dari iklim sosial politik.

Artinya, jika kondisi ekonomi membaik akan mampu membawa perubahan terhadap geliat pesta demokrasi (pilkada) dan sebaliknya ketika hajatan pesta demokrasi mampu memberikan jaminan terhadap perbaikan taraf hidup dan juga perbaikan ekonomi makro tentu akan meningkatkan kepercayaan pasar.

Hal ini tentu berpengaruh terhadap stimulus ekonomi secara makro. Oleh karena itu, sinergi ini akan memacu geliat semua mata rantai, baik bagi demokrasi atau ekonomi. Bagaimana gambaran makroekonomi setahun terakhir? [Baca: Daya Beli Menurun]

 

Daya Beli Menurun
Tentu refleksi ekonomi tahun ini ditandai pelambanan pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia dan Bank Indonesia juga telah merevisi target pertumbuhan ekonomi nasional. Konsekuensinya adalah laju kinerja makroekonomi tersendat.

Hal ini dibuktikan dengan penterapan anggaran yang masih rendah sampai triwulan terakhir 2015. Kondisi ini juga diperkuat dengan bukti deflasi pada Oktober kemarin yang menegaskan bahwa daya beli masyarakat semakin menurun.

Pertumbuhan ekonomi selama ini masih ditopang konsumsi sehingga fakta ini menguatkan bukti bagaimana sebenarnya kondisi riil laju perekonomian nasional dan bagaimana sebenarnya kehidupan masyarakat saat ini.

Kondisi kekeringan berkepanjangan juga memicu sentimen terhadap pesta demokrasi pilkada. Betapa tidak, ketika panen gagal sementara di sisi lain pemerintah kini mengimpor beras, atinya ketika panen raya ternyata kesejahteraan petani tetap saja tidak berubah menjadi lebih baik.

Saat musim paceklik petani harus membeli beras dengan harga yang lebih mahal. Fakta ini membuktikan nilai tukar pertain dan pertanian cenderung kian rendah dan akhirnya wajar jika rumah tangga petani semakin berkurang dan fakta ini juga berpengaruh terhadap akumulasi pengangguran dan kemiskinan.

Kondisi dmikian ini tentu memicu sentimen negatif terhadap hajatan pesta demokrasi pilkada dari kelompok petani.  Kalangan buruh juga tidak bisa diabaikan kondisinya. Mereka juga punya sentiment negatif terhadap geliat pesta demokrasi pilkada.



Tingkat upah buruh yang cenderung terus memicu gejolak tentu memicu pengaruh negatif terhadap kesejahteraan buruh. Belum lagi kasus dari nelayan dan pelaku usaha kecil. Oleh karena itu, logis jika publik kurang antusias terhadap pesta demokrasi pilkada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya