SOLOPOS.COM - Fathorrahman Hasbul, Peneliti pada Media Literacy Circle (MLC) Prodi Ilmu Komunikasi, UIN Yogyakarta

Fathorrahman Hasbul, Peneliti pada Media Literacy Circle (MLC) Prodi Ilmu Komunikasi, UIN Yogyakarta

Mengejutkan! Itulah kata sederhana yang pas untuk mendeskripsikan pidato Presiden RI terkait perseteruan KPK dan Polri. Setidaknya pidato presiden kali ini tidak sekadar sajian bahasa verbal miskin nilai, sugesti dan persuasif dengan bahasa universal tanpa solusi, melainkan pernyataan yang benar-benar menggugah harapan publik terhadap keseriusan dan polarisasi pemberantasan korupsi di republik ini.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Presiden SBY berhasil memberikan satu keyakinan baru bahwa pemerintah masih bisa dijadikan panglima utama untuk membunuh dan menghilangkan mentalitas korupsi yang terus membatu. Sehingga hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh Napoleon Bonaparte, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa membeli dan menjajakan sebuah harapan.

Dengan pidato singkat itu, opini publik yang selama ini berkembang dengan pesat tanpa batas, benar-benar menemukan satu titik pijak pencerahan dan tempat berlabuh. Sebab, indikasi opini publik yang penting ditelaah tidak sekadar persoalan dukungan atau tidaknya pada KPK. Namun salah satu sifat opini publik adalah memiliki dimensi aktualitas tersier, yang salah satu implikasi praksisnya adalah ancaman bagi proses tegaknya demokrasi yang populis. Ketidakseimbangan wacana menjadi satu kultus bagi lahirnya demokrasi yang pincang. Karena sejatinya fungsi legitimasi demokrasi harus berdikari pada kebenaran, keseimbangan, dan keadilan.

Pada saat yang sama, KPK dan Polri diharapkan terus melakukan semacam kerja sama yang intens tanpa tendensi dan spekulasi. KPK dan Polri paling tidak mampu menjadi dua sejoli yang memiliki tingkat pengertian dan prosedur yang secara substantif bermuara pada satu tujuan bersama. Menciptakan negara yang berdaulat, aman dan tenteram. Fungsi dan tujuan ini menjadi satu entitas luhur yang harus menjadi agenda bersama dalam jangka pendek maupun jangka panjang khususnya dalam keberbangsaan kita.

 

Pencerahan

Pidato Presiden SBY yang berhasil memberikan solusi bagi kemelut KPK dan Polri setidaknya menjadi momentum pencerahan yang dinamis. Dalam kajian komunikasi, pernyataan presiden kali ini bisa dimaknai pada tiga kaidah, pertama, mengandung semangat asosiasi. Dalam spektrum komunikasi, pernyataan SBY yang kemudian dibarengi dengan bumbu solusi merupakan tindakan yang sangat luhur karena kesadaran terhadap objek [baca: konflik KPK dan Polri] tidak sebatas kelaziman, tetapi juga beliau berhasil memecah kebuntuan konflik keduanya dan kebuntuan opini publik di republik ini.

Kedua, juga mengandung kesadaran imitatif yang memiliki makna responsif. Pernyataan-pernyataan SBY yang merespons beberapa pendapat umum terkait dengan tidak tegasnya presiden, menjadi satu dari sekian deret keberhasilan SBY dalam mengukuhkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang piawai. Proses klarifikasi pendapat yang telah beliau tegaskan, merupakan satu pintu masuk bagaimana keseriusan seorang pemimpin benar-benar terlihat. Keseriusan sebagai kepala negara sekaligus keseriusan terhadap keikusertaan dalam memecahkan kebuntuan sebuah kasus.

Ketiga, termaktub semangat peneguhan. Peneguhan dalam hal ini memiliki satu maksud berupa kegembiraan dan semangat kolektivitas dalam proses pemberantasan korupsi. Anjuran-anjuran dan nada persuasi yang dikatakan SBY untuk berperan aktif dalam proses pemberantasan korupsi merupakan momentum yang tepat. Memang selama ini instruksi terhadap pengawalan kasus korupsi sudah santer terdengar. Tetapi pernyataan presiden kali ini jauh memliki power, karena ditegaskan ketika publik sudah benar-benar frustrasi pada semangat pemberantasan korupsi.

Dalam keterkaitan ini, cukup jelas kiranya dipahami, keterlibatan presiden kali ini bisa dijustifikasi berbeda dengan sebelumnya. Paling tidak, presiden SBY telah berhasil memulihkan kembali polemik dan sedikit mampu mengembalikan harapan publik yang mulai terkoyak. Sehingga proyeksi pemberantasan korupsi tetap menemukan momentumnya kapan pun dan dalam kondisi apa pun. Dalam artian, semangat yang diteguhkan oleh presiden harus menjadi aksi bersama.

 

Perbaikan Iklim Politik

Tidak sekadar persoalan penuntasan kasus KPK dan Polri. Pidato politik presiden SBY akan menjadi iklim sejuk bagi konstelasi politik di negeri ini. Setidaknya, klaim tidak tegas yang disematkan kepada pemerintah terutama presiden akan berimbas pada senjakala Partai Demokrat. Keberhasilan SBY dalam memformulasikan gagasan dalam pidato kali ini akan menjadi starting point bagi Partai Demokrat untuk terus melakukan pembenahan secara komprehensif. Artinya, pidato SBY harus diterjemahkan oleh seluruh kader Partai Demokrat sebagai langkah jitu seorang sosok yang “dituakan” oleh partai, dalam memperbaiki citra dan gesekan internal di batang tubuh Partai Demokrat secara khusus dan gesekan politik nasional secara umum.

Pada kerangka yang lain, pernyataan presiden kali ini, bisa menjadi good anding bagi kepemimpinan SBY ke depan. Sisa kepemimpinan dua tahun harus benar-benar dimanfaatkan oleh presiden dalam rangka membangun citra positif dalam segmentasi kepemimpinan nasional. Sebab, pemimpin yang berhasil adalah ketika ia mampu menjadi ikon di akhir masa kepemimpinannya. Untuk skala kepemimpinan di Indonesia, menjadi ikon pemimpin yang punya kesan positif di akhir kepemimpinan masih sulit ditemukan. Di sini, presiden SBY dituntut bisa melakukan semua itu.

Pidato politik pencerahan presiden sejatinya akan menggugah satu kesadaran berbangsa kita ke depan, kasadaran untuk lebih mementingkan semangat kolektivitas dan kebangsaan dari pada semangat individualistik. Dengan kesadaran semacam inilah mentalitas antikorupsi akan terinternalisasi dalam kedirian seluruh elemen bangsa ini. Sehingga persoalan korupsi tidak hanya milik KPK dan Polri tetapi juga tanggung jawab bersama. sebab, korupsi adalah fenomena puncak gunung es. Realitas yang tersembunyi jauh lebih besar dari pada realitas yang terbaca.

Jika pidato presiden mampu menetralisasi konflik perseteruan antara KPK dan Polri, maka selanjutnya pernyataan presiden merupakan pernyataan yang harus ditelaah secara komprehensif. Karena bisa jadi, kejadian serupa, baik konflik sesama instansi penegak hukum dan lain sebagainya akan kembali terjadi. Sehingga pernyataan presiden tidak sekadar dipahami dalam konsep jangka pendek, partikular dan parsial, tetapi harus benar-benar ditancapkan dalam batang tubuh dan nurani seluruh elemen di republik ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya