SOLOPOS.COM - M. Zainal Muttaqien

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (20/11/2017). Esai ini karya M. Zainal Muttaqien, dosen di Jurusan Sastra Inggris Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah zainaldo@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Babak play off kualifikasi Piala Dunia 2108 telah selesai, lengkap sudah 32 tim yang akan berlaga di Rusia. Babak play off ditandai kejutan tersingkirnya tim favorit Italia yang dikalahkan Swedia, menyusul Belanda yang telah lebih dahulu masuk kotak di penyisihan grup.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

M. Zainal Muttaqien

M. Zainal Muttaqien

Absennya dua negara sepak bola ini tentu saja menjadi kerugian tersendiri bagi penonton mengingat kualitas kedua tim Eropa tersebut. Tim dari benua lain yang juga patut disayangkan ketidaklolosannya adalah Cile dari zona Amerika Selatan dan Kamerun dari zona Afrika.

Dua negara ini selain memiliki pemain-pemain berbakat dan tim nasional yang kuat, saat ini juga berstatus juara di konfederasi masing-masing. Piala Dunia memang kasta tertinggi major event cabang olahraga sepak bola.

Siapa pun, baik negara, tim, pemain, maupun pelatih, yang sukses di arena ini akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu yang terhebat di kolong jagat. Di sisi lain, untuk memenangi trofi ini tidaklah mudah.

Sepanjang sejarah Piala Dunia bisa dikatakan belum pernah ada tim underdog yang bisa menjuarai turnamen ini. Hanya negara-negara dengan tradisi sepak bola yang kuat yang bisa menjadi kampiun.

Selanjutnya adalah: Statistik menunjukkan dari 20 kali penyelenggaraan

Statistik

Statistik menunjukkan dari 20 kali penyelenggaraan Piala Dunia, hanya ada delapan negara yang berhasil mengangkat trofi. Beberapa di antara negara-negara menjadi juara lebih dari sekali, seperti Brasil lima kali, Italia dan Jerman masing-masing empat kali, kemudian Argentina dan Uruguay sama-sama dua kali.

Sedikitnya tim yang bisa menjadi juara ini menunjukkan ketatnya persaingan antarpeserta sehingga dibutuhkan tradisi, kekuatan, dan konsistensi tim untuk bisa menjadi juara di tunamen ini. Jumlah peserta Piala Dunia dari waktu ke waktu terus bertambah dari hanya 13 tim sekarang menjadi 32 tim.

Memang ada beberapa kejutan dari tim-tim medioker di luar negara-negara Eropa dan Amerika, tetapi kejutan ini hanya sebatas mencapai babak tetentu seperti Kamerun yang melaju hingga perempat final di Piala Dunia 1990 dan Korea Selatan yang berhasil menjadi semifinalis pada 2002.  .

Bagi para pemain arena Piala Dunia menjadi semacam penahbisan sebagai yang terbaik. Sehebat apa pun skill individu dan prestasi seorang pemain di tingkat klub, tidak akan lengkap tanpa keberhasilan membawa tim negaranya menjuarai Piala Dunia.

Sebagai contoh dapat kita lihat pada sosok Diego Maradona yang melegenda. Bakat besar Maradona dalam mengolah si kulit bundar terlihat sejak kecil, tetapi pengakuan dirinya sebagai pemain hebat terjadi setelah ia secara fenomenal membawa Argentina menjuarai Piala Dunia 1986 di Meksiko.

Di klub prestasi Maradona tidak begitu banyak kecuali membawa Napoli menjuarai Liga Italia Serie A dua kali dan Piala UEFA satu kali. Hal yang hampir sama juga terjadi pada Pele.  Pele  menjadi legenda karena membawa Brasil tiga kali menjuarai Piala Dunia.

Selanjutnya adalah: Potret kegagalan pemain dapat kita lihat

Kegagalan Pemain

Sebaliknya, potret kegagalan pemain dapat kita lihat pada sosok pemain Belanda, Johan Cruyff.  Meski memiliki talenta yang tidak kalah hebat dibandingkan Maradona dan Pele, bahkan menjadi ikon total football, Cruyff tidak masuk nominasi sebagai pemain terbaik abad ke-20 bersama kedua pemain tersebut.

Salah satu sebabnya mungkin karena ia tidak berhasil membawa negaranya menjadi juara Piala Dunia. Di bawah kepemimpinan Cruyff, tim nasional Belanda sebenarnya bermain sangat bagus di Piala Dunia 1974 sebelum dikalahkan Jerman Barat di partai final.

Dalam konteks kekinian, pemain yang berpotensi menjadi yang terhebat tentu saja adalah Lionel Messi dari Argentina dan Cristiano Ronaldo yang membela Portugal. Kebetulan tim nasional dua pemain ini sama-sama lolos ke Rusia.

Persaingan keduanya di Piala Dunia 2018 akan menjadi babak baru dari perseteruan sengit mereka di kompetisi La Liga, Copa del Rey, Liga Champions, dan penghargaan Ballons d’Or. Keduanya saling mengalahkan di berbagai ajang tersebut meskipun secara agregat Messi jauh lebih unggul.

Messi tercatat membawa Barcelona juara La Liga delapan kali, Copa del Rey lima kali, Liga Champions empat kali, dan memenangi Ballons d’Or lima kali. Ronaldo bersama Real Madrid baru memenangi La Liga dan Copa del Rey dua kali, Liga Champions tiga kali, dan Ballons d’Or empat kali.

Piala Dunia 2018 ini mungkin akan menjadi kesempatan terakhir bagi Messi dan Ronaldo untuk  bisa mencapai prestasi puncak bersama tim nasional masing-masing mengingat usia keduanya di atas 30 tahun. Usia yang sudah cukup senja untuk ukuran pemain sepak bola.

Meskipun di level klub Messi lebih berprestasi, di turnamen antarnegara Ronaldo bisa dikatakan selangkah lebih maju. Ini karena keberhasilan dia yang secara mengejutkan berhasil membawa Portugal menjuarai Euro 2016 dengan mengalahkan tuan rumah Prancis di partai final.

Selanjutnya adalah: Tidak termasuk tim papan atas Eropa

Tim Papan Atas

Portugal sebenarnya tidak termasuk tim papan atas Eropa. Ketika itu, di babak penyisihan grup, tim asuhan Fernando Santos ini tidak pernah menang dan hanya lolos sebagai peringkat ketiga terbaik. Lemahnya Portugal secara tim ini menjadi handicap tersendiri bagi Ronaldo untuk berprestasi di Piala Dunia.

Messi sebenarnya juga bukan tanpa prestasi di turnamen antarnegara. Meskipun gagal mengangkat trofi, setidaknya ia telah dua kali membawa negaranya melaju ke final, masing-masing di Piala Dunia 2014, ketika Argentina dikalahkan Jerman, dan di Copa America 2017 karena kalah dari Cile.

Untuk tim sekelas Argentina, status runner up ini tentu saja tidak bisa dianggap sebagai prestasi. Ibaratnya, berapa pun banyaknya, medali perak tidak akan setara dengan satu keping medali emas dan tidak ada yang namanya juara kedua.

Secara alamiah sebenarnya Messi lebih beruntung daripada Ronaldo karena Argentina merupakan negara dengan tradisi sepak bola yang kuat dengan capaian dua gelar Piala Dunia. Oleh karena itu,  dibandingkan dengan Ronaldo, Messi jelas lebih berpeluang besar untuk menorehkan prestasi di arena Piala Dunia 2018.



Selanjutnya adalah: Dukungan pemain-pemain terbaik segala lini

Pemain Terbaik

Dengan dukungan pemain-pemain terbaik di segala lini yang bermain di klub-klub liga Eropa, seperti Gonzalo Higuain, Sergio Aguero, Paulo Dybala, Angel di Maria,  Javier Pastore, dan Javier Mascherano, akan lebih mudah bagi Messi untuk memaksimalkan kemampuan dirinya.

Di luar Messi dan Ronaldo juga masih tetap terbuka peluang bagi pemain lain untuk unjuk prestasi di Piala Dunia 2018. Tentu saja syaratnya mereka harus bisa membawa tim mereka menjadi juara atau minimal menjadi top scorer.

Kejutan seperti ini pernah terjadi pada Piala Dunia 1982 yang melambungkan Paolo Rossi sebagai top scorer sekaligus membawa Italia sebagai juara. Di Piala Dunia 1990, Salvatore Schillaci juga secara mengejutkan muncul sebagai pencetak gol terbanyak meskipun timnya, Italia, gagal menjadi juara.

Sebaliknya, ada pula pemain yang sebelumnya digadang-gadang berprestasi di Piala Dunia tetapi justru mengalami antiklimaks. Selain Messi dan Johan Cruyff sebagaimana telah dicontohkan di atas, masih ada Maradona di Piala Dunia 1990 dan 1994, Ruud Gullit dan Marco van Basten pada 1990, Roberto Baggio pada 1994, serta Neymar di Piala Dunia 2014.

Selanjutnya adalah: Deretan pemain muda yang berpeluang



Pemain Muda

Dari deretan pemain muda yang berpeluang untuk moncer di luar Messi dan Ronaldo ada Neymar dari Brasil, Antoine Griezmann, Paul Pogba, dan Kylian Mbappe dari Prancis, serta Isco dan Alvaro Morata dari Spanyol.

Sangat disayangkan ada beberapa pemain potensial yang tidak bisa ikut bersaing unjuk kebolehan di Rusia karena negara mereka tidak lolos kualifikasi, seperti Alexis Sanchez dari Cile dan Arjen Robben dari Belanda.

Zlatan Ibrahimovic, meski negaranya lolos,  kemungkinan besar juga tidak bisa tampil karena yang bersangkutan sudah memutuskan mundur dari tim nasional Swedia. Italia sendiri yang selama ini dikenal memiliki banyak pemain bertalenta, saat ini kebetulan tidak memiliki pemain yang menonjol secara individu sehingga ketidakhadirannya tidak begitu berpengaruh pada persaingan individu antarpemain.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya