SOLOPOS.COM - Imam Sutardjo (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Senin (26/10/2015), ditulis Imam Sutardjo. Penulis adalah dalang dan dosen di Program Studi Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Akhir-akhir ini berbagai media massa memberitakan masalah bela negara di Republik Indonesia tecinta ini. Para pakar, ilmuwan, pemimpin, aktivis lembaga swadaya masyarakat berpendapat dan berkomentar yang amat beragam dan variatif tentang bela negara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Misalnya, dalam running teks Kompas TV/RBTV,  22 Oktober 2015, Kemendagri menyatakan nilai-nilai bela bangsa, bela negara, dapat meningkatkan rasa senasib sepenanggungan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat bela bangsa,  bela negara, bukan hanya membawa senjata dan bertempur. Gubernur DKI Jakarta Basuki  Tjahaja Purnama (Ahok) berkomentar program bela bangsa jangan dipaksakan.

Koalisi masyarakat sipil menolak bela negara sehingga muncullah tanggapan serta anggapan bahwa LSM yang menolak bela negara sebagai antek asing. Terlepas dari berbagai pendapat di atas, warga negara Indonesia (WNI) wajib merujuk kepada UUD 1945 Bab XII tentang Pertahanan Negara

Pasal 30 ayat (1) menyatakan tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara. Ayat (2) menyatakan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Setelah UUD 1945 diamendemen (perubahan) pengaturan pertahanan dan keamanan negara di Bab XII

Pasal 30 diubah menjadi lima ayat. Ayat (1) menyatakan tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Ayat (2) menyatakan usaha petahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Ayat (3) menyatakan Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,  dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

Ayat (4) menyatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta  menegakkan hukum.

Ayat (5) menyatakan susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan UUD 1945 Bab XII Pasal 10 tersebut, baik yang masih asli maupun yang telah diamendemen, mengisyaratkan yang wajib membela negara dan menjaga ketahanan dan keamanan bangsa dan negara adalah dua kekuatan, yaitu kekuatan utama dan pendukung.

Kekuatan utama atau terdepan  menjadi tanggung jawab TNI (AD, AL, dan AU) serta Polri;  sedangkan kekuatan pendukung yang wajib menjaga dan membela bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai ancaman dari dalam dan luar adalah rakyat.

Tritunggal kekuatan bangsa dan negara, yaitu TNI, Polri, dan rakyat serta semua komponen bangsa, harus  bersatu padu, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh; rumangsa handarbeni wajib hangrungkrepi lan hambelani, mulad sarira hangrasa wani.

Maksudnya, setiap warga negara merasa memiliki, betanggung jawab, dan wajib membela serta instropeksi terdadap masing-masing individu terkait konstribusi, peran, dan sumbangan sebagai WNI terhadap bangsa dan negara dalam rangka menegakkan persatuan, kesatuan, dan keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila,  UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika sampai titik darah penghabisan.

Bela negara janganlah dimaknai secara sempit, sekadar berpandangan dan berorientasi fisik, yaitu memegang senjata untuk bertempur melawan penjajah yang ingin menjarah suatu daerah dan menguasai wilayah Indonesia.

Bela negara di era globalisasi dewasa ini haruslah  dimaknai secara holistik, yaitu membela bangsa dan negara serta kekayaan seisinya, termasuk kebudayannya. Wujud kebudayaan suatu bangsa dan negara mencakup mantyfact, sesuatu yang kompleks.

Sesuatu yang kompleks itu berupa gagasan, ide-ide, norma-norma, nilai-nilai, peraturan-peraturan. Selain itu juga, sociofact, sistem sosial, yaitu sistem berperilaku dalam masyarakat. Yang tak kalah penting adalah artyfact, berbagai hasil karya manusia.

Kebudayaan mencakup  tujuh unsur, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi dan kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa dan sastra, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1984).

Dengan kata lain  bela negara mencakup membela dan mempertahankan wilayah dan kebudayaan yang di dalamnya meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Semua kekayaan budaya di negara kita harus dipelihara, dipertahankan, dan dibela oleh semua warga negara.  Program bela negara menjadi wajib bagi setiap WNI dan dapat dilakukan di dalam keluarga, masyarakat, pendidikan formal dan tidak formal, serta media massa. [Baca juga: Teladan]

 

Teladan
Aplikasi dan realisasi bela negara dapat diwujudkan dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, sekolahan, kampus-kampus, dan lain-lain. Ini mencakup tentang pentingnya hidup dan keharusan hidup dalam kejujuran, kedisiplinan, setia kawan, welas asih, jauh dari kekerasan dan kekejaman.

Selain itu juga mencakup rela berkorban, menjaga kebersihan, membuang sampah pada tempatnya, hemat air, cinta tanaman, cinta tumbuh-tumbuhan dan binatang, peduli terhadap sesama, selalu menjaga kerukunan dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), patuh kepada peraturan,  serta menjaga lingkungan (hutan, laut, gunung, dan sebagainya).



Tekad dan semangat setiap warga negara dalam bela bangsa dan negara telah ditanamkan  para leluhur bangsa kita lewat kearifan lokal, salah satunya dalam ungkapan tradisional dengan spirit rawe-rawe rantas malang-malang putung, sedumuk bathuk senyari bumi.

Maksudnya, tanah air, tumpah darah, harus dipertahankan dan dibela dengan sungguh-sungguh sampai titik darah penghabisan. Semua penghalang, baik yang datang dan mengganggu dari dalam maupun dari luar, harus disingkirkan serta dipatahkan.

Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam buku Wulang Reh, berpesan kepada anak cucu dan generasi muda bangsa agar menjadi satriya pembela kebenaran, pembela bangsa dan negara, serta menegakkan keadilan.

Pesan tersebut sebagai berikut (tembang Mijil): Poma kaki padha dipuneling / mring pitutur ingong / sira uga satriya arane / kudu anteng jatmika ing budi / ruruh sarta wasis / samubarangipun/.

Maksudnya, setiap orang tua, pemimpin, wajib memikirkan anak-anak cucu, generasi muda, agar menjadi generasi yang unggul, berkarakter dan berbudaya, bertanggung jawab, serta berjiwa patriotik, berjatidiri bangsa sendiri, di dalam jiwanya selalu membara semangat cinta tanah air dan bela bangsa serta negara.

Kejayaan atau kehancuran suatu bangsa dan negara amat bergantung terhadap keteladanan, kepedulian, dan tanggung jawab para pemimpin masa-masa  sebelumnya; serta dalam menyiapkan generasi muda anak bangsa yang akan datang.

Para koruptor, pembakar hutan, pengedar narkoba, perusak lingkungan, perusak kampus, penegak hukum yang cenderung menjual kebenaran dan tidak menegakkan keadilan, para pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri atau kelompok, tidak mau memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyatnya, bangsa dan negara; merupakan bukti warga negara yang sama sekali tidak memiliki jiwa bela negara dan justru merupakan musuh, penghancur  bangsa dan negara, masa depan, yang harus  segera  dibersihkan serta dibasmi.

Untuk menjaga keutuhan dan mengibarkan kejayaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, bela negara wajib dan mutlak diperlukan dan menjadi tanggung jawab bersama; baik melalui kekuatan utama (TNI dan Polri) maupun kekuatan pendukung (rakyat).

Generasi muda akan memiliki jiwa bela negara yang tangguh dan kuat sangat diilhami dan terinspirasi dari sepak terjang, kegigihan, keberanian, kesungguhan, keteladanan para pemimpin kemarin dan dewasa ini dalam memikirkan, menanganin serta menyelesaikan berbagai masalah bangsa dan negara Replublik Indonesia  ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya