SOLOPOS.COM - Yudhistira Nurdian Qurrota

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (25/8/2017). Esai ini karya Yudhistira Nurdian Qurrota, alumnus Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang meminati masalah dinamika bisnis dan pola sosial. Alamat e-mail penulis adalah yudhistiranq@gmail.com.

Solopos.com, SOLO — Laman kominfo.go.id pada 26 Januari 2017 memuat pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Maryam Fatimah, bahwa e-commerce (perdagangan via Internet atau online atau dalam jaringan) menjadi masa depan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir ini didukung pertumbuhan industri e-commerce yang sangat pesat. Demikian kata Maryam dalam konferensi pers di Gedung Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta.

Memang benar dewasa ini beberapa start-up e-commerce di negeri ini sedang bergeliat dan terus tumbuh. Salah satunya adalah e-commerce Tokopedia yang saat ini merintis kerja sama dengan Alibaba terkait investasi Rp6,5 triliun rupiah.

Sudah pasti investasi tersebut akan menyebabkan beberapa kompetitor Tokopedia seperti Elevania, Lazada, Shopee, Bukalapak, dan Salestock mengalami guncangan, entah dalam skala besar atau hanya kecil. Alibaba merupakan pemegang saham mayoritas Lazada.

Secara tidak langsung investasi tersebut adalah mandat dari Alibaba agar Lazada Indonesia berkerja sama dengan Tokopedia. Duet maut Lazada Indonesia dan Tokopedia pasti tidak bisa dipandang sebelah mata oleh perusahaan e-commerce lainnya.

Berdasarkan data yang dipublikasikan katadata.com pada 6 Juni 2017, penjualan ritel Indonesia menempati posisi ketiga di antara negara-negara Asia dengan nilai US$350 miliar (sekitar Rp4.500 triliun),  di bawah Tiongkok dengan nilai US$3,1 triliun dan India dengan nilai US$1,1 triliun.

Hal tersebut seperti pisau bermata dua. Di satu sisi menunjukkan e-commerce Indonesia mempunyai potensi untuk menjamah pasar negara-negara Asia, terutama negara-negara ASEAN. Di sisi yang satunya, Indonesia punya kemungkinan menjadi pasar Tiongkok dan/atau India karena ekonomi Indonesia digerakkan oleh konsumsi rumah tangga, yakni sebesar 57% (Indef pada swamedium.com, 3 Agustus 2017). Alih-alih memakai, bisa jadi kita malah yang akan dipakai  atas situasi tersebut.

Selanjutnya adalah: Memandang fenomena dari berbagai perspektif…

Perspektif

Adalah penting bagi kita untuk memandang sebuah fenomena dari berbagai perspektif dan sudut pandang keilmuan. Saat menggebu-gebunya letupan, letusan, bahkan ledakan pertumbuhan e-commerce Indonesia, bagaimanakah dampaknya terhadap perdagangan offline atau di luar jaringan (luring) pada hari ini atau pada hari-hari mendatang?

Berdasarkan survei Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang diberitakan kompas.com  pada 9 Agustus 2017, setelah Lebaran lalu–  meskipun tidak semuanya dan ada pula yang naik–penjualan ritel makanan secara keseluruhan cenderung menurun 5%-10%. Sebagian besar penjualan ritel pakaian cenderung menurun 5%-15%.

Survei dilakukan di supermarket dan minimarket. Ada yang berpendapat penurunan tersebut disebabkan menurunnya daya beli. Ada juga yang berpendapat karena pergeseran cara berbelanja masyarakat dari luring ke daring (e-commerce). Tak sedikit yang berpendapat ihwal keinginan psikologis untuk komsumsi dan lain sebagainya. Mungkinkah penurunan tersebut disebabkan pergeseran pola transaksi pembelian masyarakat dari luring menjadi daring?

Menurut lembaga penelitian Indef seperti yang dipublikasikan cnnindonesia.com pada 4 Agustus 2017, kue e-commerce dalam negeri hanya sekitar 1%. Data di strategimanajemen.net (7 Agustus 2017) memperkirakan penjualan ritel Indonesia pada 2016 secara daring adalah sekitar Rp65 triliun.

Jumlah tersebut hanya sekitar 1,4% jika dibandingkan total penjualan ritel Indonesia yang mencapai Rp4.500 triliun. Dari situ dapat ditarik benang merah bahwa masih cukup kecil dampak e-commerce Indonesia dalam perdagangan dalam negeri, khususnya untuk kasus menurunnya penjualan ritel luring, apalagi hingga berdampak pada bangkrutnya suatu entitas usaha.

Sebagai contoh, bangkrutnya Seven Eleven atau bahkan pailitnya PT Jamu Nyonya Meneer adalah murni persaingan usaha. Persaingan usaha sangat erat kaitannya dengan inovasi, entah itu inovasi pada diferensiasi produk, harga barang, sumber daya manusia, promosi, bahkan teknologi yang salah satu komponennya meliputi Internet.

Yang jelas, masih terlalu pagi untuk menyimpulkan e-commerce menjadi salah satu faktor bangkrutnya entitas usaha luring. Terlebih lagi dewasa ini e-commerce Indonesia hampir semuanya hanya bermain pada tataran konsumen akhir dengan motif jarak dan tempat.

Masih ada tataran-tataran lain seperti agen, subdistributior, distributor, produsen besar, yang niscaya masih sangat sulit untuk disentuh e-commerce. Usut punya usut, ada sempalan perusahaan yang dibuat sendiri oleh anggota keluarga pewaris PT Jamu Nyonya Meneeer, yaitu jamu dengan merek Putri Ayu dan Dua Putri Dewi.

Tidak menutup kemungkinan masalah internal di jajaran manajemen level atas juga cukup logis untuk menjadi pemicu bangkrutnya sebuah entitas usaha.

Selanjutnya adalah: Pada 2020 lebih dari separuh penduduk Indonesia terlibat dalam e-commerce…

Separuh Penduduk

Riset Global Bloomberg menyatakan pada 2020 mendatang lebih dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat dalam aktivitas e-commerce. Kendati demikian, para pegiat usaha luring, khususnya dalam perdagangan tidak perlu khawatir.

Mulai sekarang hendaknya pengusaha luring memulai menggunakan teknologi, dalam konteks ini adalah Internet, untuk memudahkan operasional bisnis. Paling tidak pengusaha luring mengerti akan peran dan fungsi Internet.

Kita tidak akan pernah bisa melawan perkembangan zaman. Sudah semestinya e-commerce untuk memudahkan suatu transaksi, mendekatkan yang jauh, memudahkan yang sulit, serta menjamin transparansi dan keamanan transaksi yang berlangsung.

Sejatinya daring dan luring mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kebanyakan start-up e-commerce bukan mencari untung dari aktivitas bisnis, tetapi dari valuasi nilai bisnis. Memang seperti itulah cara start-up e-commerce beroperasi sebagai solusi atas masalah.

E-commerce memang terasa lebih praktis dan solutif, tetapi perlu disadari e-commerce adalah suatu konsep dan alat untuk memudahkan, bukan yang dimudahkan. Roh dalam aktivitas ekonomi terdapat pada pihak-pihak yang dimudahkan tersebut.

E-commerce adalah jembatan bagi banyak pihak yang dimudahkan, yaitu yang membutuhkan dan yang dibutuhkan. Mau bagaimanapun e-commerce tetap memerlukan pengguna, entah itu konsumen, rumah makan, rumah tempat indekos, toko pakaian, pembaca, hotel, dan pihak-pihak yang dimudahkan lainnya.

Begitu pula sebaliknya, pihak-pihak yang dimudahkan bisa jadi mengalami hal yang pasti tidak lebih mudah jika mereka tidak dapat bersinergi dengan kehadiran e-commerce. Sebenarnya dampak positif juga didapat pemerintah dari keberadaan e-commerce karena transaksi pembayaran via transfer (secara digital) akan lebih mudah untuk ditelusuri daripada transaksi langsung secara riil. Ambil contoh saja untuk pajak penghasilan final bruto 1% dari total penjualan kotor, tinggal dikalikan saja 1% x Rp65 triliun.

Banyak pihak yang berpendapat bahwa perlahan tapi pasti kehadiran e-commerce menggerogoti mal dan pasar tradisional. Perlu ditegaskan hal itu tidak mutlak benar. Semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Selanjutnya adalah: Mal dan pasar tradisional tidak akan tergilas…

Mal dan pasar tradisional

Mal dan pasar tradisional tidak akan tergilas oleh e-commerce asalkan memfokuskan perhatian pada tiga hal berikut. Pertama, lokasi. Konsep terpenting e-commerce adalah borderless atau tempat yang tidak memperhitungkan jarak.

Mal atau pasar tradisional di lokasi yang benar-benar tepat dari sudut pandang kebutuhan customer dan supplier pasti akan bertahan. Faktanya, tidak semua daerah mudah untuk dijamah koneksi berbasis Internet, apalagi dalam tindak lanjut konsep borderless, e-commerce membutuhkan biaya kirim.



Terkadang kita melihat promosi dengan tagline gratis ongkos kirim, sejatinya di balik promo tersebut tetap terkandung biaya kirim yang dengan berbagai kreativitas manajemen e-commerce biaya kirim tersebut menjadi tidak tampak dibebankan kepada customer atau tidak tampak berdiri sendiri sebagai suatu pos biaya.

Kedua, harga. Harga adalah komponen penting dari suatu perdagangan. Tentunya dalam konteks ini adalah harga yang lebih murah untuk barang berkualitas sama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meminimalisasi biaya toko baik menyewa atau membeli dan cara pemilihan serta pembelian dari supplier secara tepat.

Pada konteks harga ini, peran pemerintah sangat diharapkan dalam mengatur stabilisasi serta mengantisipasi masalah jalur distribusi seperti penimbun, calo, dan lain sebagainya. Apabila mal atau pasar tradisional di lokasi yang tepat ditunjang dengan harga yang bersaing, percayalah bahwa sensasi memilih, tawar-menawar, dan bersentuhan secara langsung, tidak akan tergantikan oleh hanya dengan melihat dari layar kaca.

Ketiga, nilai tambah riil. Nilai tambah riil adalah nilai tambah yang tidak bisa atau sulit dimiliki e-commerce, seperti bioskop, foodcourt, tempat pijat, tempat menongkrong, tempat acara, dan lain sebagainya. Dewasa ini motif orang pergi ke mal dan pasar tradisional tidak sepenuhnya untuk berbelanja.

Ada yang berkehendak jalan-jalan, cuci mata, berkuliner ria bersama, menghadiri sebuah acara, dan lain sebagainya. Mari kita renungkan, manusia memiliki lima indra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

E-commerce berada pada lingkup penglihatan dan mungkin kelak akan sampai pada pendengaran. Sepertinya tidak mungkin bagi e-commerce untuk memenuhi kebutuhan indra yang bersifat riil seperti penciuman, perasa, dan peraba.

Harus kita akui perkembangan zaman melalui Internet sangatlah cepat, namun seberapa cepat pun perkembangan zaman, kebutuhan utama manusia tetaplah sandang, pangan, dan papan.

 

 







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya