SOLOPOS.COM - Ronny P. Sasmita (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (8/9/2017). Esai ini karya Ronny P. Sasmita, Direktur Eksekutif Econ-Act Indonesia dan anggota Staf Ahli Komite Ekonomi dan Industri Nasional. Alamat e-mail penulis adalah ronny_sasmita@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO — Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, indeks kedalaman kemiskian naik dari 1,84 pada September 2015 menjadi 1,94 pada Maret 2016. Begitu pula dengan indeks keparahan kemiskinan yang ternyata juga naik dari 0,51 menjadi 0,52 pada periode yang sama.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menariknya, masih berdasarkan data Badan Pusat Statistik, untuk wilayah perdesaan indeks kedalaman kemiskinan naik cukup signifikan dari 2,40 menjadi 2,74 dan indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,67 menjadi 0,79. Data tersebut mencerminkan kondisi kemiskinan di perdesaan justru kian memburuk.

Badan Pusat Statistik mengemukaan terdapat tiga faktor yang memengaruhi hal di atas. Pertama, garis kemiskinan desa yang cukup tinggi seiring dengan inflasi yang sulit dikendalikan.

Kedua, orang yang tinggal di perdesaan lebih banyak mengonsumsi produk yang berasal dari kota, misalnya mi instan, susu, dan benda-benda elektronik serta produk lainnya. Ketiga, pembelian barang dilakukan secara eceran sehingga membuat harga menjadi lebih mahal dibandingkan dengan pembelian dalam jumlah besar.

Memburuknya indeks kemiskinan perdesaan sebagaimana ditunjukkan oleh data di atas sejatinya menjadi semakin menarik diamati jika dikaitkan dengan mulai digelontorkannya dana khusus untuk desa.

Bukankah seharusnya penggunaan dana desa bisa mengakselerasi pembangunan perdesaan yang pada gilirannya akan menekan angka kemiskinan di desa-desa?

Seharusnya demikian, tapi kenyataanya masih belum semanis harapan.  Tiga tahun terakhir desa mendapat guyuran dana desa namun jika dikomparasikan dengan meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan desa boleh dikatakan rakyat desa justru belum merasakan dampak signifikan dari dana tersebut.

Selanjutnya adalah: Nomenklatur dana desa setiap tahun meningkat…

Dana Desa

Lucunya, nomenklatur dana desa dalam anggaran pendapatan dan belanja negara,  baik melalui transfer daerah maupun anggaran dalam anggaran pendapatan dan belanja desa, tiap tahun justru terus meningkat.

Pada 2015 dana desa senilai Rp20,8 triliun, pada 2016 senilai Rp40 triliun, dan pada 2017 senilai Rp60 triliun. Dari 74.000 desa di seluruh Indonesia, rata-rata mendapat jatah dana desa minimal Rp750 juta. Data secara makro justru berkata lain.

Lihat saja data Badan Pusat Statistik 2016 yang menjelaskan angka kemiskinan di desa meningkat 11,6%. Celakanya, ternyata dari sekitar 20 juta penduduk miskin 70%-nya tinggal di perdesaan yang kemudian bisa dengan sederhana kita anggap sebagai gambaran Indonesia secara makro.

Data indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan perdesaan di atas terkonfirmasi oleh data ekonomi petani, mengingat pertanian dan petani mayoritas berada di daerah perdesaan. Badan Pusat Statistik mencatat nilai tukar petani nasional pada Maret 2017 sebesar 99,95 atau turun 0,38% dibandingkan Februari 2017 yang sebesar 100,33.

Penurunan nilai tukar petani tersebut mengonfirmasi semakin rendahnya kemampuan atau daya beli petani sejak awal tahun ini. Pada Januari 2017, nilai tukar petani masih mencapai 100,91. Menurut Badan Pusat Statistik,  penurunan nilai tukar petani  nasional dipengaruhi nilai tukar petani di sejumlah subsektor, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, hingga perikanan.

Dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik juga terpantau bahwa indeks harga yang diterima petani juga turun 0,39%. Sementara indeks harga yang harus dibayar petani hanya turunt ipis 0,01%. Data tersebut mengafirmasi data lainya,  yakni data harga gabah kering panen di tingkat petani yang juga melandai,  dari Rp4.373 per kilogram, turun 5,74% dibandingkan Februari 2017.

Sementara harga gabah di tingkat penggilingan Rp4.460 per kilogram, turun 5,71%. Rata-rata harga beras premium di penggilingan Rp9.389 per kilogram alias turun sebesar 0,21% dibandingkan Februari 2017.

Harga beras medium di penggilingan juga hanya Rp8.705 per kilogram atau turun 3,78% dibandingkan Februari 2017. Sedangkan rata-rata harga beras kualitas rendah di penggilingan Rp8.339 per kilogram. Angka tersebut juga terpantau turun 2,85% dibandingkan Februari 2017.

Selanjutnya adalah: Berbagai data ekonomi pertanian kurang menggembirakan…

Data Ekonomi Pertanian

Sementara berbagai data ekonomi pertanian yang kurang menggembirakan terus menghantui, rasio Gini bergerak positif, tapi tidak terlalu memuaskan. Rasio Gini bergerak standar alias tingkat ketimpangan bergerak membaik tapi kurang bersinergi dengan data-data ekonomi perdesaan yang memburuk.

Badan Pusat Statistik memang menemukan fakta terjadinya ketimpangan pengeluaran atau rasio Gini penduduk di Indonesia sebesar 0,394 poin per akhir September 2016. Angka tersebut terbilang turun tipis 0,003 poin dari rasio Gini pada Maret 2016 yang berada di poin 0,397.



Penurunan tipis  rasio Gini karena adanya perbaikan pengeluaran di berbagai daerah yang kemudian diakui sebagai bagian dari perbaikan pada pemerataan pembangunan.

Perinciannya, rasio Gini perkotaan pada September 2016 tercatat 0,409, turun dibanding rasio Gini pada Maret 2016 sebesar 0,410. Sedangkan di daerah perdesaan terpantau turun dari 0,327 pada Maret 2016 menjadi 0,316 pada September 2016.

Menurut Badan Pusat Statistik, pemerataan di desa lebih baik dibandingka nkota. Pernyataan demikian harus dimaknai dalam kacamata singular rasio Gini karena akan berbanding terbalik maknanya jika kita hadapkan dengan pergerakan data-data ekonomi pertanian dan perdesaan di atas.

Jadi, saya kira,  jika kita resapi perkembangan dan dinamika data-data di atas,  jelas terlihat bahwa berbagai kampanye dan jargon politik yang ingin memajukan perdesaan baru berupa cerita.

Nyatanya pemerintah nyaris kehabisan waktu untuk memikirkan urusan politik dan pemasukan negara yang terus di bawah bayang-bayang shortfall. Di sisi lain, jalan pintas dengan menggelontorkan dana khusus untuk desa masih belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa secara keseluruhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya