SOLOPOS.COM - Yuditeha yuditeha@yahoo.com Pencinta buku tinggal di Jaten Karanganyar

 

Yuditeha yuditeha@yahoo.com Pencinta buku tinggal di Jaten Karanganyar

Yuditeha
yuditeha@yahoo.com
Pencinta buku
tinggal di Jaten
Karanganyar

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Tahun ajaran baru telah dimulai. Apa yang harus guru-guru persiapkan dan lakukan? Menyusun program dan metode pembelajaran tentunya. Untuk mewarnai program dan metode pembelajaran itu alangkah baiknya kita menengok dulu intisari dari proses pembelajaran itu sendiri.

Sekarang sebagian daerah telah memasuki wajib belajar 12 tahun dan sekolah-sekolah berlomba meningkatkan mutu pendidikan. Hal itu berarti tingkat intelektual masyarakat kita juga akan meningkat. Tapi, bersamaan dengan itu belum diiringi dengan meningkatnya budaya membaca di kalangan murid karena budaya lisan masih mendominasi kehidupan kita.

Jika dianalisis, belum berkembangnya budaya membaca di kalangan murid  sekolah tidak bisa dilepaskan dari sejarah pendidikan di Indonesia. Sebelum negara ini merdeka, yang dapat mengenyam pendidikan adalah para bangsawan dan punggawa praja saja. Artinya ada sekelompok besar masyarakat kita yang dulu tidak bisa menuntut ilmu.

Padahal pendidikan itulah sarana membudayakan membaca dan menulis. Oleh karena itulah bisa dikatakan membaca dan menulis bukan budaya bangsa Indonesia, sementara dua hal itu sangat penting untuk menumbuhkembangkan dunia pendidikan. Ada ilustrasi yang menjelaskan bahwa budaya masyarakat kita memang bukan membaca dan menulis.

Jika kita membeli alat peraga di toko, meski sudah ada lembar penjelasan tata cara penggunaannya, kita cenderung lebih suka menanyakan cara kerjanya kepada pramuniaga. Pada saat kita membeli obat di apotek, meski di kotak obat sudah tertera aturan pakainya, tapi kita masih bertanya aturan pakai dan komposisi obatnya kepada penjual. Pada waktu kita sedang mengoperasikan telepon seluler (ponsel) yang baru, kita melakukannya dengan cara trial and error, bukan membaca buku petunjuknya.

Semua informasi tertulis acap kali tidak kita baca, tapi kita tetap menunggu sampai ada pengumuman yang dilisankan. Surat resmi yang panjang tidak dibaca dengan seksama bahkan ada yang bertanya apa isi surat itu kepada pengantar surat. Ada lagi, karena tidak membaca pesan singkat atau SMS dengan cermat sering memicu terjadinya salah paham. Jika ada SMS yang agak panjang kita akan berkomentar: Ini SMS atau karangan?

Dalam pembelajaran bahasa asing, ketika murid mendapati kata baru, mereka tidak berusaha mencarinya sendiri di kamus, tapi lebih suka bertanya kepada teman atau guru. Padahal proses belajar terhadap apa pun tidak akan berhasil jika tidak ada kemauan dan kemampuan membaca yang baik. Membaca sangat berguna untuk proses belajar selepas dari kelas. Pada saat anak berada di rumah, anak bisa menambah pengetahuan sendiri dengan membaca.

Materi belajar yang cukup banyak tidak bisa disampaikan semua oleh guru. Selain itu, waktu tatap muka guru dan murid sangat terbatas. Untuk masa sekarang, apa yang disampaikan guru di kelas hendaknya yang bersifat pancingan. Artinya, murid terdorong untuk mencari tambahan ilmu selebihnya secara mandiri. Semua yang akan dilakukan murid itu melalui membaca. Jika seorang guru belum bisa mendorong murid untuk bisa menjadi murid independen yang punya budaya membaca, guru itu harus segera berbenah, keluar saja dari profesi guru, atau berusaha lebih kreatif.

Keaktifan murid di kelas sekarang sungguh luar biasa (=ribut dan suka jalan-jalan). Menuntut mereka harus diam lalu mendengarkan guru menerangkan  materi pelajaran adalah cara yang keterlaluan. Selain anak jadi semakin bosan, guru itu juga semakin melestarikan budaya lisan yang seharusnya diganti dengan budaya membaca dan menulis. Jika memang harus ada perkataan dari guru, bukan lantas waktu yang ada harus dihabiskan untuk berbicara. Guru cukup membuka wawasan dan menerangkan apa yang perlu dilakukan murid.

Pemikiran dasar ini dapat dipakai guru pada saat akan membuat program dan metode pembelajaran. Pada intinya segala bentuk program dan metode itu sebaiknya mendukung ke arah mencetak murid yang independen, murid yang gemar membaca dan menulis, murid yang berbudaya membaca. Dalam arti yang lebih luas membimbing murid kepada jiwa mandiri. Belajar membaca terjadi pada awal mau bersekolah.

 

Pencarian Hal Baru

Bagaimana jadinya jika ada murid yang tidak bisa membaca? Tentu akan mengganggu proses pembelajaran itu. Tugas guru untuk murid di jenjang yang sudah bisa membaca adalah mendorong murid untuk mau dengan kesadaran sendiri membaca, khususnya membaca materi yang mereka ajarkan. Jadi inilah salah satu maknanya bahwa tugas guru tidak hanya sebagai tukang transfer ilmu. Untuk jenis kegiatan yang bisa mengarah kepada tujuan itu, guru dapat memberi tugas mencari arti, persamaan dari beberapa kata baru, dan mencari makna dari sebuah kata yang tertulis dalam konteks kalimat tertentu.

Masalah membaca sebenarnya bukan sekadar mengeja sekumpulan huruf, tapi proses pencarian arti yang sesungguhnya dan proses munculnya argumen yang di benak murid. Seperti misalnya kita sedang membaca status Facebook teman kita. Biasanya kita cenderung membacanya dengan tidak seksama. Demikian juga pun saat menyikapinya. Sering kali terjadi perbedaan persepsi dan akhirnya terjadi salah paham.

Sebagai pembaca kita jarang berusaha memosisikan diri kita di pihak penulisnya. Yang dipikirkan adalah apa yang jadi misi kita. Ungkapan berikut bisa menjelaskan pembahasan ini: ibarat mata yang membutuhkan seberkas cahaya untuk bisa melihat, demikian juga kita butuh pencerahan agar dapat menangkap makna dari apa yang tertulis.

Proses membaca juga bisa diidentikkan dengan proses pencarian hal yang baru atau pengetahuan baru. Jika murid telah punya budaya membaca dan pada saat di kelas belum menemukan kejelasan dari guru mereka bisa mencari tambahan penjelasan lain dari buku yang lain pula. Akhirnya ketika budaya membaca menjadi bagian hidup murid, cakrawala ilmu akan membentang luas di depan mereka. Kebiasaan membaca ini akan mencetak murid menuju budaya menulis.

Hanya saja untuk mencetak murid independen yang punya budaya membaca ini tidak segampang membalikkan telapak tangan. Program ini harus dipupuk dengan metode yang menarik dan berkesinambungan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, termasuk para gurunya. Jika murid telah menjadi murid independen yang berbudaya membaca, segala kemudahan pembelajaran akan datang dengan sendirinya.

Sebagai penutup, berikut ada beberapa pancingan yang ada hubungannya dengan dunia buku, siapa tahu bisa menginspirasi para guru dan orang tua murid. Pancingan itu bisa berupa sering diadakan lomba membaca buku, sering mengajak anak ke toko buku, hadiah berupa buku, ke mana-mana membawa buku, masuk jadi anggota klub pembaca buku atau membuat klub pembaca buku, membuat perpustakaan mini di rumah (siapa tahu bisa berkembang menjadi perpustakaan besar), mendatangi pameran buku, hadir di acara bedah buku, atau mengikuti workshop menulis.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya