SOLOPOS.COM - A. Windarto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Selasa (16/2/2016), ditulis A. Windarto. Penulis adalah peneliti di Lembaga Studi Realino Sanata Dharma Yogyakarta.

Solopos.com, SOLO — Naskah Jawa-Tiongkok yang dikabarkan raib dari koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, sungguh memprihatinkan dan sangat disayangkan.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Naskah kuno seperti itu amat bermanfaat sebagai karya seni sastra yang selain dapat mencatat peristiwa dari masa lalu juga menyediakan gagasan untuk tidak mudah mengambil jalan pintas dalam menghadapi pertentangan atau perbedaan dalam masyarakat.

Singkatnya, naskah yang bernilai kesusastraan itu amat berdaya kuasa untuk mengimajinasikan, bahkan mempraktikkan, apa yang disebut sebagai toleransi. Hal ini telah diamati dengan cermat oleh P.J. Zoetmulder.

Ia begitu kagum dan takjub terhadap kesusastraan Jawa kuno,  khususnya, lantaran tidak cepat musnah dibanding dengan karya atau kitab sastra di beberapa wilayah di Asia Tenggara, seperti Kamboja (P.J. Zoetmulder, Kalangwan. Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang, Penerbit Djambatan, 1983).

Zoetmulder yang menjelang perayaan ulang tahun ke-70 kemerdekaan Indonesia mendapat tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma meyakini naskah sastra Jawa kuno terbukti menjadi media ampuh untuk mempropagandakan pluralitas masyarakat di Indonesia.

Buktinya hingga saat ini nilai-nilai dan sikap hidup toleran masih berlaku dalam kehidupan masyarakat yang secara simbolis mengakui dan menghargai antara lain kebudayaan wayang.

Dalam konteks ini, tokoh-tokoh dari dunia pewayangan yang mudah ditemukan dalam naskah-naskah kuno seperti Mahabharata atau Ramayana telah memberi inspirasi dan semangat untuk menjadi lebih nasionalis daripada sekadar feodalis.

Tak mengherankan jika nama-nama jalan, toko, hotel, tempat wisata, bahkan pasukan militer, menggunakan nama tokoh-tokoh wayang yang cukup populer. Contohnya Semar yang kerap dipakai sebagai nama toko emas atau Bima untuk nama hotel, perusahaan, dan kesatuan dalam tentara nasional.

Ajaibnya, narasumber dari imajinasi budaya pewayangan yang terus-menerus hidup di benak masyarakat selama ini adalah naskah-naskah kuno yang merupakan kisah atau cerita sastrawi tentang kejayaan, kehormatan, ketenaran, dan kemasyhuran masa lalu.

Benedict Anderson yang pernah meneliti kebudayaan wayang menjelaskan dari mitologi yang diciptakan berdasar dunia pewayangan dapat lahir sebuah cara, termasuk juga gaya, berkuasa yang mengarahkan masyarakatnya pada hidup ber(se)sama tanpa mengabaikan adanya perbedaan, pertentangan, bahkan pertikaian (Benedict R. O’G Anderson, Mitologi dan Toleransi Orang Jawa, Penerbit Jejak, 2008).

Hal ini dimungkinkan karena wayang adalah salah satu tipe dari pengucapan atau pernyataan simbolis yang tidak membedakan secara dikotomis antara kiri dan kanan, tua dan muda, Pandawa dan Kurawa.

Keduanya memiliki kontras yang begitu tajam, namun dalam wayang semua dilihat sebagai ”kebenaran”, tanpa perlu menjadi ”sang kebenaran”. Inilah arti sesungguhnya dari naskah-naskah kuno yang berkebudayaan wayang.

Naskah-naskah kuno itu dapat menjadi ”bahasa bersama” (lingua franca) bagi masyarakat Indonesia masa kini. Dengan bahasa yang tidak saling mencerminkan itu, hidup dalam keber(se)samaan tidak menjadi sebuah impian yang tak terbayangkan mengingat tidak ada lagi perlu dirikuhkan.

Dalam bahasa wayang, baik buruknya suatu nilai atau tindakan tidak ditentukan oleh siapa yang menjadi tokohnya, melainkan dari sudut pandang mana tokoh itu dilihat. Tidak ada hierarki yang dipaksakan, tetapi ada teladan yang dihidupkan sebagai moralitas keseharian yang nyata.

Dari situlah, anak-anak khususnya, dapat belajar untuk saling menghormati lantaran Arjuna, Bima/Wrekudara, maupun Yudhistira juga dihormati sebagai sesama kesatria.

Pembelajaran moral dari wayang ini menjadi mungkin untuk dilakukan karena ada lakon yang sudah dibahasakan dalam naskah-naskah kuno yang disadur dari naskah-naskah sebelumnya.

Penyaduran yang secara menakjubkan bukan sekadar membuat suatu peristiwa di masa lalu menjadi lebih artikulatif, namun juga dapat mengungkap daya kuasa tersembunyi yang ada di baliknya. [Baca selanjutnya: Teladan Moral dan Fisik]Teladan Moral dan Fisik

Inilah nilai atau rasa seni yang kerap dikait-kaitkan dengan hal dan masalah estetika. Artinya, segala bentuk kepribadian yang ada dalam wayang akan diterima sebagai teladan moral dan fisik meski memiliki perbedaan yang amat kontras.

Itulah mengapa anak yang berbadan kekar, aktif, tapi tak pandai bicara, akan sama dihormatinya dengan yang bertubuh kerempeng, berperangai halus dan selalu mawas diri.

Penerimaan atau peluang untuk menjadi setara dengan yang lain adalah kunci dalam membangunan tatanan hidup sosial, baik dalam konteks agama, moral, maupun filsafat, yang secara mitologis ada dalam naskah-naskah kuno berpanorama wayang.

Tidak mudah untuk dibayangkan bahwa tanpa adanya naskah-naskah itu masyarakat (Jawa) di semua strata, kasta, atau tingkatan dapat hidup ber(se)sama dalam suatu ikatan yang khas dan kaya dengan beragam jenis kepribadian.

Meski ada yang terpuji dan tidak pantas atau tidak disetujui, namun kesemuanya dipandang dapat memberi pelajaran tentang toleransi yang menjadi (nara)sumber seluruh tradisi Jawa.

Jadi, raibnya naskah kuno yang sesungguhnya menyimpan kekayaan tradisional itu pantas diperingati, dan bukan sekadar diratapi, sebagai saat dan tempat yang tepat untuk semakin mempelajari secara mendalam budaya tradisi di Indonesia, terutama wayang.



Naskah Jawa-Tiongkok yang raib itu tidak lain adalah kisah wayang kulit Jawa-Tiongkok dengan lakon Sam Kok atau Tiga Negara. Sebuah lakon yang sudah tidak lagi dipertunjukkan sejak era Orde Baru meski masih tersimpan dengan baik beserta kotak wayangnya. Sayang sekali bukan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya