SOLOPOS.COM - Edy Purwo Saputro (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Sabtu (25/7/2015), ditulis Edy Purwo Saputro. Penulis adalah dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Ekonomi setelah lebaran menarik dikaji, terutama terkait proyeksi di kuartal kedua 2015 terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi yang menggerus daya beli dan juga ancaman krisis ekonomi global dari kasus Yunani dan Tiongkok.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Relevan dengan ini, beralasan ketika Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi ekonomi 2015, yaitu dari 5,8% menjadi 5%-5,4%. Bank Dunia juga merevisi dari 5,2% menjadi 4,7%. Begitu juga versi Bank Pembangunan Asia yang merevisi dari 5,5% menjadi 4,8%.

Pemerintah Indonesia merevisi proyeksi ekonomi 2015 dari 5,7% menjadi 5,4%. Revisi proyeksi ekonomi tersebut juga tidak bisa terlepas dari rencana reshuffle kabinet yang rumornya akan dilakukan setelah Lebaran.

Menata ulang ekonomi setelah Lebaran sebenarnya tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga berlaku bagi masyarakat yang menghabiskan dana, mulai dari tunjangan hari raya (THR), gaji ke-13, dan bonus untuk kepentingan mudik Lebaran.

Artinya momen setelah Lebaran identik dengan tuntutan untuk bekerja lebih giat agar proyeksi ekonomi tahun ini bisa tercapai, padahal di sisi lain target tersebut juga rentan terhadap realisasi pencairan anggaran pusat/daerah dan pelaksanaan proyek infrastruktur.

Mencermati pelambatan ekonomi domestik, realisasi belanja negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 pada semester kedua diprediksi mencapai Rp820 triliun atau sekitar 41%.

Jika ini dibarengi dengan reshuffle kabinet, pengkajian ulang terhadap pencairannya juga mungkin diperlukan. Ada banyak faktor yang menjadi pemicu pengkajian ulang ekonomi setelah Lebaran, misalnya tentang neraca perdagangan.

Meski surplus neraca perdagangan per Juni 2015 mencapai US$0,48 miliar namun angka ini turun jika dibandingkan periode Mei 2015 yang mencapai US$0,96 miliar. Menarik mencermati periode Januari–Juni 2014 ketika ekspor turun menjadi US$78,3 miliar dan impor US$73,9 miliar sehingga surplus US$4,4 miliar. [Baca: Potensi Ekspor]

 

Potensi Ekspor
Potensi ekspor di semester kedua 2015 setelah Lebaran diprediksi membaik, terutama akibat rencana belanja modal akan meningkat. Selain itu, harga sejumlah komoditas ekspor andalan seperti kakao dan crude palm oil (CPO) diprediksi naik sehingga data ekspor pertanian periode Januari–Juni 2015 yang mencapai US$2,7 miliar menjadi pemantik potensi ekspor di semester kedua 2015 setelah Lebaran.

Ancaman terhadap ekspor pertanian akan terkendala musim kemarau. Artinya, potensi ini masih terancam oleh iklim. Aspek kedua adalah realisasi investasi infrastruktur. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menegaskan periode Oktober 2014–Juni 2015 jumlah izin prinsip investasi mencapai Rp335 triliun atau naik 200% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, juga telah disetujui 39 investor di bidang infrastuktur dengan nilai investasi US$48 miliar. Mata rantai dari investasi di bidang infrastruktur tidak hanya terkait distribusi, tapi juga percepatan proses produksi dan ketertarikan ekonomi di daerah.

Oleh karena itu, benar adanya jika pemerintah memacu daya tarik investasi di bidang infrastruktur. Ini tidak bisa mengabaikan road show Presiden Joko Widodo di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) November 2014 lalu yang bisa menarik investor Tiongkok pada periode Oktober 2014–19 Maret 2015 dengan komitmen mencapai US$13,7 miliar.

Pada periode yang sama tahun lalu hanya US$2,6 miliar, sedangkan untuk periode Januari–Februari 2015 telah masuk pengajuan perizinan investasi dari Tiongkok senilai US$6,7 miliar.

Fakta tingginya arus investasi dari Tiongkok ternyata juga rentan terhadap krisis ekonomi di negeri itu, terutama dipicu oleh bursa saham di Tiongkok. Di sisi lain, masuknya sejumlah pekerja dari Tiongkok ke negeri kita juga rentan memicu konflik dan ketidaknyamanan di sektor ketenagakerjaan.

Sangat beralasan ketika BI memprediksi kalau ekonomi Tiongkok meredup 1% imbasnya ke Indonesia akan mereduksi perekonomian sekitar 0,6%. Fakta lain yang juga perlu diwaspadai adalah dominasi Tiongkok sebagai pangsa pasar ekspor nonmigas sehingga hal ini rentan terhadap neraca perdagangan yang telah dibahas di atas.

Data menunjukan pada 2014 nilai ekspor nonmigas ke Tiongkok US$16,5 miliar, sedangkan periode Januari–Juni 2015 nilai ekspor ke Tiongkok hanya US$6,7 miliar atau turun 26% dari periode yang sama.

Aspek ketiga yang perlu dicermati terkait kajian ekonomi setelah Lebaran yaitu laju inflasi. Meski inflasi musiman Ramadan–Lebaran masih menjadi problem serius, tapi faktor melemahnya daya beli justru menyelamatkan prediksi inflasi pada Juli 2015 ini. [Baca: Sosial Politik]

 

Sosial Politik
Data inflasi Juli 2014 mencapai 0,93%, sedangkan prediksi inflasi Juli 2015 hanya 0,6% meski ada Ramadan–Lebaran. Fakta ini menarik dicermati karena potensi pertumbuhan domestik selama ini masih ditopang konsumsi sehingga lemahnya daya beli secara tidak langsung berpengaruh terhadap laju inflasi dan tentu berimbas ke proyeksi pertumbuhan ekonomi.

Artinya menata ulang ekonomi setelah Lebaran tidak bisa terlepas dari prediksi daya beli masyarakat. Aspek berikutnya yang tidak bisa diabaikan adalah jaminan sosial politik. Bagaimanapun juga geliat ekonomi sangat rentan terhadap iklim sosial politik.

Kasus kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di Tolikara, Papua, menjadi perhatian serius agar tidak merembet ke daerah lain. Upaya persuasif sangat perlu dilakukan, apalagi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sangat rentan memicu konflik sosial di masyarakat.

Jaminan sosial politik bukan hanya dari efek isu SARA, tetapi juga gejolak buruh di daerah. Rumor pemutusan hubungan kerja (PHK) massal juga perlu dicermati agar tidak merembet menjadi pemantik konflik sosial di kalangan buruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya