SOLOPOS.COM - Mansur Afifi (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Jumat (23/10/2015), ditulis Mansur Afifi. Penulis adalah Guru Besar Ekonomi Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat.

Solopos.com, SOLO — Pemerintah memastikan akan menaikkan tarif cukai rokok setelah pajak pertambahan nilai atas produk tembakau ditetapkan naik tahun depan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kenaikan tarif cukai rokok berimplikasi pada meningkatnya penerimaan negara dari cukai. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai Rp155,5 triliun atau meningkat 6,7% dari target Rp145,7 triliun pada 2015.

Sebagai penyumbang terbesar pada pendapatan cukai (96%), tarif cukai rokok meningkat 23,5% akibat dari kenaikan penerimaan cukai tersebut. Kenaikan tarif cukai rokok ini terbilang sangat tinggi dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya 7%-9%.

Yang menarik adalah walaupun tarif cukai rokok dinaikkan kemudian diikuti kenaikan harga rokok, permintaan terhadap rokok dan produksi rokok selalu meningkat.

Pada 2013 produksi rokok di Indonesia mencapai 341,9 miliar batang, kemudian meningkat menjadi 353 miliar batang pada 2014. Produksi rokok sampai dengan akhir 2015 ditargetkan 360 miliar batang.

Kondisi ini menjadi anomali karena sesungguhnya kenaikan cukai rokok diharapkan dapat menurunkan permintaan rokok dan sekaligus produksi rokok. [Baca: Fungsi Cukai]

 

Fungsi Cukai
Pada hakikatnya cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik konsumsi perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Dengan demikian, tujuan pengenaan cukai, khususnya pada rokok, adalah untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran rokok karena berdampak (buruk) terhadap kesehatan masyarakat.

Pengenaan nilai cukai yang tepat akan mengakibatkan berkurangnya kecenderungan masyarakat merokok. Target penerimaan negara tidak boleh menjadi alasan utama pengenaan dan peningkatan tarif cukai.

Tarif cukai sesungguhnya berfungsi sebagai disinsentif terhadap konsumsi barang yang dikenai cukai. Oleh karena itu, menaikkan harga yang tinggi terhadap barang kena cukai dapat dibenarkan dalam upaya menekan permintaan terhadap barang tersebut.

Dalam kegiatan ekonomi, insentif maupun disinsentif yang paling utama adalah harga. Harga merupakan sinyal bagi produsen untuk berproduksi dan pelanggan untuk membeli.

Harga yang lebih rendah akan membuat kecenderungan membeli barang menjadi naik, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, harga yang tinggi menjadi disinsentif bagi seseorang untuk mengonsumsi rokok.

Faktanya, konsumsi rokok tidak selalu sejalan dengan teori tersebut. Kenaikan tarif cukai rokok yang diikuti kenaikan harga rokok tidak serta-merta menurunkan tingkat konsumsi dan produksi rokok.

Berbagai faktor menjadi alasan di balik meningkatnya konsumsi rokok seperti munculnya perokok baru, meningkatnya konsumsi rokok per individu karena peningkatan pendapatan, dan faktor kecanduan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tidak cukup untuk mengurangi konsumsi rokok. Walaupun demikian, mengurangi aktivitas merokok bukan dengan memberikan insentif kepada mereka yang berhenti merokok tetapi memberikan disinsentif kepada mereka yang merokok agar setidaknya mengurangi konsumsi rokok jika tidak bisa berhenti.

Jika kembali kepada fungsi cukai sebagai pengendali produksi, cukai harus direncanakan sedemikian rupa agar efektif mengurangi permintaan dan produksi rokok. [Baca: Disinsentif Merokok]

 

Disinsentif Merokok
Selain cukai, pemerintah harus membuat program promosi kesehatan dengan mengampanyekan hidup sehat tanpa rokok secara berkesinambungan.

Dana yang diperoleh dari cukai rokok dapat digunakan untuk mendukung upaya-upaya mengurangi permintaan dan produksi rokok. Dengan demikian, cukai yang berfungsi sebagai disinsentif merokok mencapai tujuannya.

Disinsentif lainnya adalah memperbanyak daerah bebas dari rokok dengan memberlakukan peraturan daerah. Tempat umum seperti sekolah, rumah sakit, pusat perbelanjaan, perpustakaan, stasiun, terminal, tempat ibadah, taman kota, kantor pemerintah, dan fasilitas publik lainnya harus bebas dari asap rokok.

Dengan demikian, ruang bagi perokok menjadi semakin terbatas sehingga mengurangi hasrat mereka untuk merokok. Pemerintah daerah dapat menambahkan syarat nonperokok bagi penerima jaminan kesehatan daerah (jamkesda).

Persyaratan ini penting karena aktivitas merokok yang dilakukan oleh keluarga miskin tidak hanya memperburuk kesehatan mereka, tetapi juga memperparah kemiskinan mereka.



Pendapatan yang diperoleh keluarga miskin yang terbatas akan semakin menyengsarakan keluarga mereka manakala pendapatan tersebut harus dibagi untuk dipakai membeli rokok.

Selain itu, jika pemerintah berkomitmen menurunkan jumlah perokok maka ”tidak merokok” harus menjadi salah satu persyaratan melamar pegawai negeri sipil (PNS).

Dengan demikian, para pemuda dan remaja tidak akan berani mencoba belajar merokok karena dapat mengancam masa depan mereka. Seperti narkoba, setiap PNS yang teridentifikasi mengonsumsinya akan mendapat sanksi, maka ke depan pemerintah harus juga berani membuat peraturan bebas rokok bagi PNS secara bertahap.

Sebagai konsekuensi dari kenaikan tarif cukai rokok, pemerintah harus mengantisipasi kemungkinan munculnya rokok ilegal yang akan mengganti posisi rokok legal.

Kehadiran rokok ilegal dengan demikian menyebabkan pasokan rokok di pasar tidak akan berkurang secara signifikan dan memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengonsumsi rokok dengan harga yang lebih rendah daripada rokok legal.

Jika pemerintah lengah, kenaikan tarif cukai rokok selain tidak akan mencapai target penerimaan juga tidak akan berhasil mengurangi konsumsi dan produksi rokok. (JIBI/Bisnis Indonesia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya