SOLOPOS.COM - Ukay Karyadi (Istimewa)

Gagasan Solopos, Jumat (15/5/2015), ditulis Ukay Karyadi. Penulis adalah Peneliti Lembaga Kajian Kebijakan Kelautan (LK3)Jakarta.

Solopos.com, SOLO — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru-baru ini meluncurkan program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (Jaring).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tujuan program Jaring adalah menjawab kebutuhan informasi memadai tentang sektor kelautan dan perikanan. Informasi ini menyangkut database kelautan dan perikanan, skema pembiayaan, pemetaan risiko bisnis, dan dukungan regulasi dari otoritas terkait.

Sasaran jangka pendek program Jaring adalah menyediakan infrastruktur kepada sektor jasa keuangan (SJK) dalam meningkatkan pembiayaan kepada sektor kelautan dan perikanan sebesar lebih dari 50% pada 2015.

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam mewujudkan sasaran jangka pendek ini, terdapat delapan bank pelopor pembiayaan di sektor kelautan dan perikanan yang merupakan bank partner, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Mandiri, PT Bank Danamon, PT BTPN, PT Bank Permata, PT Bank Bukopin, dan PT Bank BPD Sulselbar.

Selain perbankan, komitmen meningkatkan pembiayaan sektor kelautan dan perikanan juga diberikan oleh industri keuangan nonbank (IKNB) melalui konsorsium perusahaan pembiayaan, asuransi jiwa, asuransi umum, dan penjaminan.

Tentunya terobosan yang dilakukan OJK dan KKP itu perlu mendapat apresiasi, mengingat selama ini sektor kelautan dan perikanan meski disebut-sebut memiliki potensi yang luar biasa, tapi alokasi kredit untuk sektor ini sangat minim.

Menurut Statistik Perbankan Indonesia, kredit yang dikucurkan ke sektor perikanan hanya Rp7,698 triliun (2014). Meski jumlah itu meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya ketika kredit perikanan hanya Rp4,935 triliun (2011), Rp5,492 triliun (2012), dan Rp6,391 triliun (2013), tapi bila dibanding total kredit (2014) yang mencapai Rp3.674,308 triliun maka alokasi kredit perikanan hanya 0,21% dari total kredit.

Sesungguhnya perbankan menyadari bahwa sektor kelautan dan perikanan merupakan pasar kredit yang prospektif. Ketiadaan informasi yang sempurna (asymmetric information) tentang karakter bisnis sektor kelautan dan perikanan menyebabkan perbankan ragu membuka keran kredit di sektor ini.

Di mata perbankan sektor kelautan dan perikanan adalah usaha yang high risk. Ini bisa dilihat dari pengenaan suku bunga kredit  di sektor ini yang lebih tinggi dibanding sektor lainnya.

Sebagai perbandingan, suku bunga rata-rata kredit bank umum pada 2014 untuk sektor perikanan mencapai 13,84%, lebih tinggi dibanding suku bunga rata-rata sektor pertanian (12,14%), pertambangan (12,68%), maupun industri pengolahan (11,63%).

Sesungguhnya bagi yang paham soal perikanan, risiko dalam usaha perikanan bisa diperhitungkan (calculated risk) sebagaimana bisnis-bisnis pada sektor lainnya.

Meski calculated risk, bukan berarti perbankan tidak perlu hati-hati dalam menyalurkan kredit kepada sektor kelautan dan perikanan. Hal ini terutama untuk bisnis perikanan tangkap, bisnis ini sarat dengan berbagai regulasi dari pemerintah.

Prospek  dan arah bisnis bisa berubah 180 derajat hanya karena perubahan kebijakan dari pemerintah. Sebagai contoh, kebijakan moratorium perizinan usaha kapal eks asing dan pelarangan transshipment sangat memengaruhi usaha perikanan tangkap, termasuk berkurangnya pasokan bahan baku kepada industri pengolahan ikan.

Dampak kebijakan moratorium dan pelarangan transshipment diakui oleh KKP sebagai penyebab anjloknya volume dan nilai ekspor perikanan. Volume ekspor perikanan triwulan I-2015 hanya 245.084,9 ton atau turun 18.539,5 ton dibandingan dengan periode yang sama tahun lalu (263.624,4 ton).

Sedangkan nilai ekspornya mencapai US$969 juta atau turun 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,068 miliar. Ironisnya, kebijakan moratorium yang awalnya didesain berlaku hanya enam bulan (berakhir 30 April 2015), pada akhirnya malah diperpanjang hingga 31 Oktober 2015.

Tentunya perubahan kebijakan ini dapat menimbulkan uncertainty bagi dunia usaha perikanan. Sebelum menggelontorkan kredit ke sektor kelautan dan perikanan, pihak perbankan harus minta kejelasan dari pemerintah tentang arah kebijakan sektor kelautan dan perikanan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. [Baca selanjutnya: Inkubator Bisnis]

 

Inkubator Bisnis
Di samping itu, mengingat para pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan mayoritas adalah usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM (nelayan tradisional) maka perbankan (dan pemerintah) diharapkan untuk memberikan bantuan layanan bisnis (khususnya bantuan manajerial) kepada para debitur (UMKM).

Dalam hal ini, perbankan dapat bekerja sama dengan lembaga inkubator bisnis yang tersebar di berbagai wilayah di tanah air ini. Secara umum inkubator bisnis adalah lembaga yang menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang dapat meningkatkan nilai tambah suatu usaha.

Inkubator bisnis akan membawa ide dan konsep dari technopreneurs pada tahap pertama (awal) menjadi rencana dan implementasi usaha. Secara operasional, inkubator bisnis memberikan bantuan pendidikan/pelatihan, manajemen, akses pasar, permodalan, serta informasi lain yang dibutuhkan guna pengembangan  usaha tenant (UMKM).

Sesuai dengan fungsinya, inkubator bisnis akan membantu UMKM yang baru berdiri atau sedang berkembang sehingga UMKM tersebut dapat tumbuh secara sehat dan mandiri (siap berkompetisi di pasar).

Menurut hasil studi Bank Indonesia (2006) peranan inkubator bisnis menjadi strategis karena dapat menciptakan lapangan kerja baru, menumbuhkan wirausaha baru, dan dapat menjadi wadah dalam mengimplementasikan berbagai inovasi yang dihasilkan oleh berbagai pihak, umumnya perguruan tinggi.

Sementara itu, inkubator bisnis di luar perguruan tinggi yang cukup berkembang adalah Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) dan inkubator binaan PT Astra Internasional.



Kerja sama antara perbankan dan inkubator bisnis dapat meniru pola hubungan bank dengan kelompok swadaya masyarakat (HBK) yang dikenalkan Bank Indonesia pada 1988 dan terbukti berjalan baik.

Dengan demikian, bank maupun konsorsium industri keuangan nonbank (IKNB) dalam program Jaring melayani UMKM (sektor kelautan dan perikanan) melalui inkubator bisnis.

Bagi perbankan maupun IKNB, pola ini cukup menjanjikan sebab dapat mengurangi biaya transaksi yang bila dilakukan sendiri-sendiri terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan nilai kredit yang diberikan.

Dengan pola ini juga perbankan dan IKNB mendapat jaminan dari inkubator bisnis bahwa penggunaan kredit sektor kelautan dan perikanan sesuai alokasinya (untuk pengembangan usaha) sehingga risiko kredit macet dapat diminimalisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya