SOLOPOS.COM - Ahmad Djauhar (foto: dokumen Solopos)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (26/3/2018). Esai iki karya Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Solopos. Alamat e-mail penulis adalah eljeha@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Sejak era reformasi, 1998, tidak ada lagi pembatasan atau kendali terhadap media. Siapa pun boleh membuat media. Ditambah lagi dengan booming teknologi informasi—dengan ujung tombak  berupa keterjangkauan membeli gawai (gadget) maupun paket komunikasi nirkabel—makin mudah bagi sebagian orang berpindah ke teknologi komunikasi baru berbasis Internet.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejak saat itu pula disrupsi (pengusikan) teknologi terhadap berbagai kemapanan hidup bermunculan dengan hebat. Dari pemenuhan kebutuhan informasi hingga keperluan terhadap jasa dan komoditas sehari-hari, orang hanya perlu menyentuh layar gawai.

Dimulailah aneka perubahan dalam perikehidupan umat manusia, tak terkecuali yang hidup di Indonesia ini, baik yang di kota maupun di pedalaman. Tentu saja kondisi ini mendorong terbentuknya pelbagai kebiasaan baru.

Termasuk di antaranya lembaga media baru sekaligus pengusaha dan penguasa baru di bidang media. Juga pemasok produk dan penyedia jasa lainnya. Media yang semula pemain tunggal (soliter) berkembang menjadi grup atau membentuk konglomerasi berbasis modal kuat.

Yang coba-coba bermain di ranah ini, baik untuk idealisme maupun berusaha mencari penghidupan, juga  tidak sedikit. Jadilah kancah media di dalam negeri heboh. Iklim kebebasan pers ini memicu kebangkitan industri media baru (nontradisional) di negeri ini sehingga semakin banyak jenis, ragam, dan pemainnya.

Tidak semua media mampu memanfaatkan iklim kemerdekaan pers untuk menjadi independen dan bebas dari intervensi pihak lain. Salah satu indikasinya, banyak media daerah yang masih tergantung pada sumber dana dari pemerintah daerah untuk mengongkosi kegiatan operasional.

Ketergantungan pada dana dari pemerintah daerah (yang lebih dikenal sebagai dana satuan kerja perangkat daerah) ini membuat media, baik cetak, elektronik, maupun online, terutama yang beroperasi di daerah, menjadi mudah disetir alias kurang independen.

Selanjutnya adalah: Indikasi kurang independennya media daerah…

Kurang independen

Indikasi kurang independennya media daerah itu, meski tak tertulis dan terang-terangan, terlihat dari kecenderungan atas kesadaran pengelola media di tingkat pengambil keputusan (departemen usaha) untuk menjaga hubungan baik dengan pemberi dana.

Media lokal pada hakikatnya dapat memainkan berbagai macam peran yang disesuaikan dengan tujuan pokok diberlakukannya desentralisasi. Pertama, melaksanakan peran pengawasan—sesuai dengan salah satu fungsi pers yakni sebagai watch dog—dengan cara menyiarkan berbagai macam bentuk penyimpangan, baik yang terjadi di masyarakat, DPRD, maupun di birokrasi pemerintahan.

Kedua, memberikan ruang bagi munculnya perdebatan menyangkut kebijakan publik. Meskipun Indonesia telah memasuki alam demokrasi sejak kurang lebih dua dekade yang lalu, pendekatan yang dilakukan oleh penguasa dalam merumuskan kebijakan publik masih menggunakan cara-cara lama, yakni cenderung menjadikan masyarakat hanya sebagai objek kebijakan.

Kondisi tersebut menimbulkan dilema tersendiri bagi pengelola media di daerah maupun para pejabat penanggung jawab satuan kerja perangkat daerah. Masalahnya, sejumlah media telanjur menggantungkan hidup mereka dari dana satuan kerja perangkat daerah tersebut untuk dapat melanjutkan kegiatan operasional.

Ini fakta yang terjadi dan telanjur menjadi simbiosis mutualisme bagi kedua entitas tersebut. Mengharapkan pemasukan dari iklan dan langgananan, untuk saat ini, hampir dapat dikatakan sebagai hil yang mustahal pada zaman now.

Harus diakui bahwa simbiosis tersebut merupakan sesuatu yang sangat rawan moral hazard dan harus dicarikan jalan keluarnya. Pendekatan yang dapat ditempuh sebagai upaya bagi media lokal atau media di daerah adalah, mau tak mau, memaksimalkan pelaksanaan strategi pemasaran.

Caranya antara lain dengan meguatkan kembali jaringan (networking) dalam pemasaran; memelihara pelanggan dengan ikatan yang lebih personal untuk lebih memberikan kepuasan kepada pelanggan; serta mengembangkan pasar baru pada segmen medianya.

Selanjutnya adalah: Upaya lain yang  masih dapat ditempuh adalah melakukan promosi…

Promosi

Upaya lain yang mungkin masih dapat ditempuh adalah melakukan promosi untuk memperkukuh citra serta mempertahankan kredibilitas di depan para stakeholders (baik pembaca maupun permasang iklan). Selain manajemen dan pengaturan teknologi yang efektif dan efisien, perusahaan media harus tetap menjaga mutu redaksi dalam menghadapi persaingan antarmedia yang sama.

Salah satunya yaitu petimbangan faktor pemilihan koran bagi pembaca. Kenyamanan  menjadi perhatian pertama bagi pembaca mulai dari ukuran kertas sampai jenis kertas. Faktor kedua yaitu masalah harga yang perlu disesuaikan dengan persepsi kualitas isi koran tersebut.

Hal lain yang substansial tentu saja adalah menjaga kualitas konten. Kualitas berita atau sajian amatlah penting. Kualitas berita/sajian dapat dinilai dari kedalaman suatu berita/sajian, kredibilitas, kelengkapan jenis berita/sajian, dan gaya penulisan dalam membahas berita/sajian.

Manajemen media cetak bukan sekadar bagaimana memproduksi suatu berita, tetapi juga berkaitan dengan marketing, manajemen finansial, dan kepercayaan dari masyarakat pembaca. Hal terpenting bagi manajemen media cetak adalah menjaga kepercayaan dan kedekatan dengan pelanggan atau pembaca.

Perusahaan pers  cetak atau media cetak harus membuka diri terhadap kritik  dan masukan dari masyarakat. Selain itu, penting untuk selalu berupaya menerapkan quality journalism pada berita/sajian.



Berbagai resep tersebut bukan hal baru bagi manajemen media cetak, namun terasa tetap aktual dan layak dilakukan untuk dapat survive pada era yang sungguh kurang bersahabat bagi media zaman old ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya