SOLOPOS.COM - Damar Tri Afrianto (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (19/01/2018). Esai ini karya Damar Tri Afrianto, pengajar di Institut Seni dan Budaya Sulawesi Selatan dan pengurus Komunitas Seni dan Budaya Bandul Nusantara di Karanganyar, Jawa Tengah. Alamat e-mail penulis adalah damar.tri.a@gmail.com

Solopos.com, SOLO–Sejak berakhirnya Orde Baru terdapat pergeseran fokus yang pada mulanya ke arah identitas regional kini menuju ke ruang-ruang lokal dan kedaerahan. Tiap-tiap daerah merayakan keberagaman yang kait-mengait menjadi identitas.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Demokratisasi tatanan politik dan desentralisasi administrasi pemerintah dengan sistem otonomi daerah menyebabkan tidak ada kekuasaan mutlak negara yang mengatur nilai-nilai ideologis dan identitas-indentitas.

Implikasinya tiap-tiap masyarakat dapat merayakan nasionalisme secara tidak harus tersentralisasasi dan dapat melalui kekayaan daerah masing-masing. Inilah kiranya yang mendorong tumbuhnya berbagai komunitas dalam merayakan identitas.

Ekspedisi Mudik 2024

Komunitas-komunitas ini hadir di tengah masyakakat sebagai bentuk kebebasan dalam menarasikan ideologi. Motivasi terbentuknya komunitas sangatlah berbeda, berkaitan dengan visi dan misi ideologis yang ingin dicapai.

Dalam One Place After Another, studi mengenai site-specifict art, Kwon menekankan bahwa komunitas bisa menggambarkan kelompok-kelompok yang mumpunyai beraneka sisi. Di satu sisi, istilah ”komunitas” diasosiasikan dengan kelompok sosial yang secara sistematis telah diasingkan dari proses politik dan kebudayaan yang memengaruhi.

Selanjutnya adalah: Komunitas digunakan untuk menamai kelompok

Menamai Kelompok

Di sisi yang lain, komunitas digunakan untuk menamai kelompok yang menjadi penyebab penindasan (Kwon, 197: 112). Pendapat lain tentang komunitas juga dipaparkan James Gee (2005) yang menyebutkan bahwa komunitas adalah affinity space atau ruang kebersamaan tempat para anggota berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang gagasan.

Jenis dan motivasi komunitas yang disebut di atas tentu hadir di sekitar kita. Mereka mempersiapkan dengan baik rencana dan program untuk menyosialisasikan ideologi. Perlu diketahui bahwa komunitas tidak hanya perkara ideologis dan politis namun juga dalam arti komunitas dapat dibentuk dari latar belakang pembacaan terhadap isu yang muncul.

Hal ini kiranya yang disadari oleh sebuah komunitas yang bergerak di bidang kebudayaan, yaitu Karanganyar Taman Kabudayan yang kerap disebut KTK. Komunitas ini berlokasi di jantung ibu kota Kabupaten Karangnyar, tepatnya di Pujasera yang berada di belakang GOR Mini Karanganyar.

Komunitas KTK ini lahir dari hasil pembacaan atas kondisi dan isu tentang kebudayaan di Kabupaten Karanganyar. Komunitas ini mencoba merangkum persoalan-persoalan kebudayaan dan meramunya dalam sebuah pergelaran dan diskusi sebagai alternatif penyelesain atas persoalan-persoalan tersebut.

Komunitas ini menjadi wadah alternatif warga Karangnayar, khususnya budayawan dan seniman, untuk merefleksikan kebudayaan dan identitasnya. Harapan besarnya adalah KTK ini akan menyentuh masyarakat Kabupaten Karanganyar secara umum tentang peran kebudayaan untuk membentuk ekosistem daerah yang berimbang di tengah semangat kapitalisme ekonomi yang tak pernah padam.

Selanjutnya adalah: Aktivitas di ranah kebudayaan adalah kerja estafet

Estafet

Aktivitas di ranah kebudayaan tentu adalah kerja estafet yang panjang. Dampaknya tidak dapat langsung dirasakan. Intensitas adalah keharusan yang dibangun guna membangun kebudayaan yang berdampak dan berkelanjutan.

Ini menjadi tantangan berat komunitas yang bergerak untuk perkembangan kebudayaan karena komunitas terkadang hanya timbul-tenggelam dan tidak membekas sama sekali. KTK hadir di tengah-tengah masyarakat dengan semangat muda, gelora pun masih tetap membara dalam membaca kebudayaan daerah.

Kegiatan diselenggaran secara aktif dengan beberapa variasi dan tema yang kontekstual, mulai dari persoalan lingkungan, persoalan kesenian yang kontekstual, persolan industri kreatif, gaya hidup atau life style, hingga persolan dunia anak-anak.

Dari  ragam tema yang diangkat KTK menunjukan kesadaran bahwa kebudayaan tidak hanya sebatas tradisi dan kesenian yang selalu diketengahkan di bangku sekolah. KTK mencoba mengubah poros paradigma konservatif tentang kebudayaan yang selalu identik dengan tradisi dan seni.

Hal ini perlu dan mendesak karena paradigma konservatif tersebut mereduksi kebudayaan sehinggga ruang lingkup kebudayaan semakin sempit. Persoalan kebudayaan adalah persolan manusia dan karakteristik manusia adalah dinamis dan berevolusi. Melalui aneka pergelaran, diskusi, aksi-aksi kedaerahan, workshop, dan sebagainya KTK tidak hanya melemparkan masalah kebudayaan kepada publik tanpa bertanggung jawab.

Selanjutnya adalah: Membangun refleksi atas permasalahan



Refleksi

KTK mencoba membangun refleksi atas permasalahan melalui banyak cara, di antaranya melalui tokoh atau sosok inspiratif, melaui kesenian yang menggugah kontemplasi dan merangsang katarsis, melalui dialog yang mencerahkan, serta melalui aksi-aksi tanpa banyak orasi.

Melalui KTK terjalin dialog  ”manusia membaca kebudayan dan kebudayaan membaca manusia” (meminjam istilah Alwi Rahman, budayawan dari Universitas Hasanuddin). Terasa bahwa kebudayaan dan manusia bukan objek dalam melihat permasalahan, namun mereka adalah subjek pemantik.

Dalam persoalan kebudayaan, situasinya memang sangat abstrak bahkan tidak menjadi bagain penting dari hidup ketika manusia telah disibukkan mencari uang sebanyk-banyaknya dan diramaikan oleh hiruk-pikuk memburu kenikmatan, karier, popularitas, dan kekayaan.

Dalam kondisi seperti itu membicarakan kebudayaan hanya terasa seperti obrolan kelas ”cemilan” pinggir jalan yang tidak mengenyangkan. Realitas menunjukkan akar dari semua permasalahan manusia, kota, daerah, dan negara adalah bagaimana menyikapi kebudayaan.

Selanjutnya adalah: Wadah menyusun pegangan identitas

Identitas

Dalam hal ini tidak berlebihan ketika kehadiran KTK menjadi wadah untuk menyusun pegangan identitas di antara berbagai persoalan yang muncul dan memampukan masyarakat merumuskan sendiri makna melaui pengalaman.

KTK dalam perkembangannya harus terus memupuk sikap peduli terhadap situasi kebudayaan Kabupaten Karanganyar lantas kemudiaan menyusun strategi dan solusi melalui cara yang lebih khas yang berorentasi menyentuh kedalaman.

Kemampuan abstraksi dan refleksi perlu digali scara terus-menerus secara kolektif karena proses tersebut diperlukan untuk menerangi pengalaman dan melihat akar-akar dasar tersembunyi di balik segala persoalan konkret.

Berpikir secara kolektif melaui komunitas terasa sangat berat karena menyatukan banyak pikiran, namun dalam kenyataannya intuisi dan pikiran kolektif adalah generator besar bagi sebuah ”pergerakan”, yakni pergerakan kebudayaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya