SOLOPOS.COM - Ginanjar Rahmawan Dosen Kewirausahaan dan Bisnis UMKM di STIE Surakarta (Istimewa)

Gagasan Solopos, Jumat (3/2/2017), Ginanjar Rahmawan, dosen Bisnis dan Kewirausahaan STIE Surakarta yang juga mahasiswa S3 Community Development for SME’s UNS Solo. Beralamat email di rahmawan@stiesurakarta.ac.id.

Solopos.com, SOLO — Minggu lalu, 8 Januari 2017, masyarakat anti hoax mendeklarasikan gerakan melawan berita palsu atau hoax. Masyarakat Solo, Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Wonosobo secara serentak menyatakan perang melawan hoax.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Virus hoax sebenarnya tidak hanya melanda berita tentang politik, namun juga menyangkut pemasaran atau marketing. Dalam mix marketing atau bauran pemasaran dikenal ada empat komponen pemasaran, yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi.

Empat komponen tersebut merupakan kesatuan dalam pemasaran. Bukan hanya promosi yang merupakan pemasaran. Dalam empat komponen tersebut juga sering terjadi hoax yang dilakukan pebisnis untuk menjual produk atau jasa mereka.

Seorang pemasar produk membuat berita yang tidak benar mengenai produk atau jasa yang dijual. Hal ini akan membahayakan konsumen yang mudah percaya. Biasanya konsumen merasa dirugikan setelah mereka mengonsumsi/membeli produk atau jasa hasil informasi yang ternyata hoax.

Apa saja hoax dunia marketing? Saya menjabarkan dalam empat jenis hoax marketing, yaitu hoax pada produk/jasa, hoax pada harga yang ditawarkan, hoax pada pendistribusiannya, dan hoax pada acara promosinya.

Hoax yang sering dilakukan pebisnis dalam produk di antaranya membuat label produk yang tidak sesuai dengan produk tersebut. Beberapa praktik marketing dalam pelabelan ada yang mencantumkan informasi yang tidak sesuai dengan produknya, misal informasi mengenai berat neto, informasi mengenai kandungan zat pada produk, bahkan ada yang menampilkan tanggal kedaluwarsa yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Beberapa barang yang saya temui di toko terkadang tanggal kedaluwarsanya terlampau lama, padahal produk tersebut hanya bertahan sepekan. Menurut produsen ketika saya tanyai, hal tersebut untuk memberikan rasa aman kepada konsumen ketika membeli produk.

Pebisnis juga ada yang memberikan informasi yang tidak benar yang menjadikan produk atau jasa seolah-olah baru, seolah-oleh memiliki afiliasi dengan suatu organisasi atau event tertentu, dan seolah-olah berasal dari suatu tempat.

Sebagai contoh, suatu produk menampilkan logo event yang bergengsi. Tujuannya menginformasikan produk tersebut berafiliasi dengan event, namun sesungguhnya sama sekali bukan sponsor resmi event itu.

Konsumen akan punya persepsi produk tersebut berkelas karena berafiliasi dengan suatu event besar. Ini merupakan hoax marketing. Hoax mengenai harga modusnya ada empat. Pertama, harga produk atau jasa tidak sesuai dengan tulisan yang tercantum pada price tag.

Kedua, membuat harga khusus/diskon yang palsu. Ketiga, memberikan syarat dan ketentuan yang sangat rumit. Keempat, harga yang ditutup-tutupi dalam informasi. Untuk kasus yang pertama sering terjadi saat kita membeli barang dan harga tertera di rak ternyata kadang-kadang berbeda dengan harga di mesin kasir.

Pemalsuan diskon juga terkadang kita alami. Diskon diberikan hanya untuk produk yang merupakan barang lama dan terkadang sebelum didiskon, harga dinaikkan terlebih dahulu.

Baca: Tak Sesuai Kenyataan

Kenyataan Tak Indah

Hal ini akan memberi stimulus pada konsumen untuk membeli, yakni ketika konsumen melihat besarnya angka diskon yang dicantumkan dan konsumen membeli berdasarkan keputusan emosional saja. Lain halnya dengan harga yang ditutup-tutupi.

Terkadang ada praktik bisnis produsen membuat informasi harga yang terlihat murah, namun harga tersebut belum termasuk ini dan itu, misal ketika kita melihat harga rumah yang diiklankan di billboard dengan uang muka yang sangat murah.

Ketika kita datang ke kantor pengembang, ternyata harga tersebut belum termasuk pajak pertambahan nilai, bea pengurusan sertifikat hak milik, biaya notaris, dan lain-lain. Hal ini untuk mempercantik angka harga agar kompetitif jika dibandingkan dengan produk setara.

Praktik hoax dalam harga yang lain adalah membuat harga yang murah dan didiskon namun dengan syarat tertentu yang tidak masuk akal, misal untuk mendapatkan tarif Internet yang murah diinformasikan harganya Rp25.000 mendapatkan kuota 20 gigabyte.

Angka tersebut ditulis sangat besar, namun syaratnya adalah penggunaannya pukul 01.00WIB-04.00 WIB dan hanya berlaku untuk area tertentu. Keterangan ini ditulis dengan ukuran kecil dan cenderung tidak terlihat.

Praktik hoax marketing pada distribusi yang mudah ditemui adalah susahnya mendapat produk atau jasa yang telah diiklankan oleh produsen, bahkan pelaku bisnis hanya mendistribusikan barang dalam jumlah terbatas dengan tujuan mengontrol peredaran barang.

Produk yang menarik dari sisi harga namun hanya tersedia di beberapa tempat akan menyulitkan konsumen untuk mendapatkan atau membeli dan bisa mengecewakan konsumen yang berekspektasi segera mengonsumsinya.

Ketika produsen mengiklankan produk tentu diikuti kesiapan produsen mendistribusikan produk agar dekat dengan konsumen. Praktik hoax yang lain dalam distribusi misalkan memberikan diskon khusus untuk produk yang dibeli dari website.

Pada kenyataannya konsumen susah menemukan barang tersebut di website resmi. Produsen cenderung menutupi akses konsumen ke produk dengan harga murah tersebut atau hanya membatasi pada jumlah tertentu.

Praktek hoax marketing pada acara promosi ada dua yang sering dilakukan pebisnis. Pertama, menyerang produk atau jasa competitor. Kedua, melebih-lebihkan produk atau jasanya.

Salah satu bentuk promosi adalah iklan perbandingan, namun bentuk promosi ini akhir-akhir ini ditinggalkan karena tidak sesuai dengan etika bisnis.

Pebisnis membuat iklan yang secara langsung menyerang kompetitor dari sisi harga maupun kualitas, misal salah satu pebisnis ayam goreng membuat iklan ayam gorengnya adalah ayam goreng paling asli dibandingkan ayam goreng warung sebelah.

Contoh lainnya, produsen furnitur membuat iklan harga produk yang dia jual lebih murah daripada semua toko di daerah tertentu, bahkan dengan mencantumkan nama toko lain. Ini sangat tidak etis.

Bentuk lainnya adalah hyperbolic promotion, melebih-lebihkan produk atau jasa dengan kualitas tertentu. Pebisnis obat mempromosikan obatnya mampu mengobati segala macam penyakit ringan seperti panu maupun berat seperti jantung, bahkan obatnya juga dapat menjadikan orang segera mendapat jodoh dan sebagai penglaris usaha.

Ada pula yang berpromomi yang meminum produk itu berefek  punya tenaga yang sangat kuat. Iklan semacam ini dalam marketing juga disebut over promise, under deliver, terlalu memberikan janji, namun tidak sesuai dengan kenyataan.

Sebagai konsumen dan pelaku bisnis, terutama bisnis kecil atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), apa yang harusnya diakukan agar kita terhindar dari hoax marketing?

Sebagai konsumen setidaknya ada dua acara untuk melawan hoax marketing. Pertama, menjadi konsumen yang cerdas. Konsumen cerdas selalu mencari informasi yang lengkap tentang suatu produk atau jasa dari berbagai sisi sebelum memutuskan membeli atau menikmati produk tersebut.

UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya Pasal 5a menuntut konsumen membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemantauan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan konsumen.



Baca: Tingkat Persaingan

Tingkat Persaingan

Konsumen cerdas dapat mengantisipasi pelaku bisnis agar tidak seenaknya melakukan hoax marketing. Kedua, partisipasi masyarakat/konsumen melaporkan berbagai bentuk hoax marketing yang bisa merugikan konsumen melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Caranya? Sampaikan penganduan dulu ke produsen. Setelah tidak ditanggapi, buatlah surat pengaduannya ke YLKI disertai kronologi dan bukti-bukti terkait pengaduan.

Salah satu pemicu munculnya hoax marketing yaitu tingkat persaingan bisnis yang sanggat tinggi. Ini menjadikan pebisnis menghalalkan segala cara yang tidak baik agar memenangi kompetisi tersebut, bahkan untuk sekadar bertahan.

Ada dua resep yang bisa diambil pebisnis kecil. Pertama, menerapkan strategi memenuhi kebutuhan niche market.Produsen membuat produk yang spesifik atau khusus untuk memenuhi kebutuhan segmen pasar yang khusus pula.

Sebuah operator telekomunikasi membuat produk kartu perdana khusus untuk kaum muda yang doyan musik, kuotanya cukup besar untuk streaming lagu tanpa batas melalui Spotify.

Contoh lainnya, munculnya laundry khusus sepatu seperti Clean And Bar di Solo. Ini merupakan pemenuhan segmen khusus pengguna laundry. Clean And Bar tidak perlu beradu harga dengan penyedia jasa laundry yang umumnya melayani pencucian baju.



Kedua, pebisnis menciptakan produk atau jasa yang memiliki keunikan dibanding  produk atau jasa kompetitor. Sebagai contoh, suatu produsen ayam goreng bertaraf internasional membuat ayam goreng dengan level kepedasan tertentu ditambah saus keju yang jadi keunikannya.

Upaya ini diambil agar tidak berkompetisi secara frontal dengan dua produsen ayam goreng terbesar yang telah ada terlebih dulu di Indonesia. Untuk bisnis kecil, sebagai contoh, yang dilakukan Guge Nugroho, warga Laweyan, Solo, membuat produk unik yaitu gitar batik.

Produk unik ini menjadikan Guge tidak menerapkan hoax marketing karena dia tidak perlu berkompetisi secara frontal dengan produk gitar lainnya.

Kedua cara tersebut adalah cara pebisnis menarik diri dari ketatnya persaingan bisnis yang cenderung mendorong pebisnis melakukan hoax marketing. Mari kita lawan pebisnis nakal yang melakukan hoax marketing!

 

 

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya