SOLOPOS.COM - Rahmi Nuraini

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (20/6/2017). Esai ini karya Rahmi Nuraini, alumnus Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang. Alamat e-mail penulis adalah rahminoer@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Kampanye untuk menghentikan berita bohong atau hoaks yang mengandung fitnah dan ujaran kebencian di media sosial terus digalakkan pemerintah.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat untuk menyukseskan gerakan ini. Presiden Jokowi mengajak masyarakat menunjukkan nilai-nilai kesantuan dan nilai-nilai kesopanan yang menjadi budaya bangsa Indonesia.

Belum lama ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini dikeluarkan karena penggunaan media sosial sering kali tidak disertai tanggung jawab.

Media sosial menjadi sarana penyebaran informasi yang tidak benar, hoaks, fitnah, gibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial. Pertanyaannya apa yang bisa dilakukan?

MUI berpandangan penyebaran informasi seperti ini sering kali dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperoleh simpati, lahan pekerjaan, sarana provokasi, agitasi, dan sarana mencari keuntungan politik serta ekonomi.

Hal ini sama dengan konsep hate spin yang dinyatakan Cherian George dalam bukunya Hate Spin. Cherian mengungkapkan hate spin digunakan untuk mengeksploitasi kebebasan demokratis dengan memanfaatkan identitas kelompok sebagai sumber daya untuk melakukan tindakan anti demokrasi, seperti yang belakangan marak terjadi.

Ketika ujaran-ujaran tentang kebencian marak disebarkan, saatnya pemerintah mengembalikan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan untuk menghalau bahaya itu. Upaya memerangi ujaran kebencian hanya bisa dilakukan dengan komitmen bersama antara pemerintah dan segenap lapisan masyarakat.

Respons cepat perlu dipilih dan didiseminasi karena ujaran kebencian kini menjadi komoditas politik yang digunakan untuk melakukan mobilisasi massa dan menyebarkan keresahan sosial.

Jika MUI melakukan pendekatan dengan mengeluarkan fatwa untuk mendorong masyarakat menaati fatwa tersebut, pemerintah menggunakan pendekatan penguatan fondasi dasar dari sumber daya manusianya.

Langkahnya antara lain melalui penguatan nilai-nilai Pancasila untuk melawan upaya-upaya menumbuhkan disintegrasi sosial. Pancasila yang mengakui adanya keberagaman sekaligus memberikan ruang pada kebebasan menjadi jawaban dari kaburnya identitas bernegara.

Selanjutnya adalah: Menguatkan nilai-nilai Pancasila…

Nilai-Nilai Pancasila

Upaya menguatkan nilai-nilai Pancasila dilakukan dengan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP). Belum lama ini pemerintah melantik Kepala UKP PIP Yufi Latif dan sembilan tokoh nasional sebagai anggota Dewan Pengarah UKP PIP.

UKP PIP akan membantu presiden mengoordinasikan, menyinkronisasikan, dan mengendalikan pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila, termasuk pembinaan mental yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara.

Dari sisi masyarakat ujaran kebencian dapat dikurangi bahkan dilawan dengan analisis logika. Analisis ini merujuk pada hasil pertimbangan akal yang diutarakan lewat bahasa.

Setiap informasi yang diterima pasti melalui proses pengolahan. Di dalam proses itulah penerima informasi diharapkan mampu mengolahnya dengan pengalaman dan referensi yang dimiliki sehingga tidak mudah terbujuk informasi yang bernada kontrontatif maupun hiperbolis.

Sayangnya sering kali penerima informasi tidak selalu berada dalam posisi sadar penuh untuk mengolah informasi. Peluang ini biasa dimanfaatkan penipu untuk mengecoh targetnya. Pernah terjadi seorang penelepon yang mengatasnamakan keluarga meminta sejumlah uang ditransfer kepada seorang kawan saya.

Orang tersebut mengaku ada saudara kawan saya itu yang mengalami kecelakaan dan membutuhkan dana cepat untuk berobat. Secara psikologis, dalam keadaan panik dan linglung, penerima informasi akan serta-merta menuruti perintah untuk mentransfer sejumlah uang.

Beruntung jika ada pihak ketiga yang berinisiatif mencari konfirmasi atas informasi itu sehingga penerima informasi mempunyai waktu tambahan untuk mempertimbangkan apakah akan mentransfer sejumlah uang atau tidak.

Proses yang sama perlu dilakukan saat penerima informasi mendapatkan ujaran kebencian. Sebelum meneruskan informasi, ada baiknya ditempuh langkah mencari konfirmasi dengan bertanya maupun mencari sumber informasi atau referensi lain seperti di Internet.

Serbadigital

Tantangannya adalah pada zaman yang serbadigital tuntutan akan kecepatan sering kali membuat fungsi pemrosesan informasi terlewati. Saat menerima informasi, seseorang langsung dengan serta-merta meneruskan pesan tersebut kepada orang lain.



Hal ini dilakukan karena semakin cepat informasi disebarkan maka label sebagai orang yang update informasi akan dilekatkan kepadanya. Alhasil, penerima informasi yang tak memiliki banyak pertimbangan sebelum meneruskan sebuah informasi akan kehilangan momentum dan ketinggalan pembicaraan.

Situasi dilematis inilah yang membutuhkan peran logika. Logika menjadi panduan agar terhindar dari kesesatan dalam berpikir. Pertimbangan yang perlu digunakan adalah manfaat di balik penyebaran sebuah konten atau informasi.

Apakah suatu informasi akan mendatangkan lebih banyak manfaat ketika cepat diteruskan atau sebaliknya? Selain itu, perlu dinilai apakah konten yang akan disebarkan sesuai dengan konteks pada saat itu.

Penerima informasi juga perlu memerhatikan kredibilitas sumber informasi. Dengan menggunakan logika, seseorang akan berpikir kritis, rasional, tepat, cermat, dan objektif. Logika juga membekali seseorang untuk mampu berpikir secara tajam dan mengutamakan kebenaran serta menghindari kekeliruan.

Logika juga perlu dikombinasikan dengan moral yang mendasari kepercayaan terhadap apa yang benar dan apa yang salah. Dengan terus menyebarkan informasi tentang kebenaran yang memiliki manfaat, kredibilitas sumber informasi akan semakin meningkat.

Orang akan percaya pada semua informasi yang disebarkan oleh sumber tersebut. Akhirnya, keluarnya fatwa MUI tidak perlu dimaknai sebagai upaya untuk memangkas kebebasan berekspresi.

Fatwa itu lebih pada peningkatan pemahaman atas nilai-nilai keagamaan. Sama halnya dengan pembentukan UKP PIP yang perlu dimaknai sebagai upaya pemerintah untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya